Mahasiswa Unud Menagih Jawaban Kodam IX Udayana

Denpasar, IDN Times - Seminggu lalu, akun Instagram Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana (Unud) mengunggah undangan debat terbuka yang ditujukan kepada Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) IX/Udayana. Debat terbuka itu ditujukan kepada Kodam IX Udayana karena mereka melihat pada 17 Maret 2024 lalu, Instagram @kodam.ix.udayana mengunggah konten bertajuk “INDONESIA DALAM BAHAYA ANTEK ASING BERGERAK!”
Video itu menunjukkan momen para aktivis saat memasuki ruang pertemuan di suatu hotel. Ruang pertemuan itu, digunakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas RUU TNI secara tertutup. Video tersebut berisi narasi yang menuduh para aktivis sebagai antek asing yang hidup dari pendanaan luar negeri bertujuan melemahkan TNI.
Pihak Kodam IX/Udayana tidak menghadiri undangan debat terbuka yang awalnya dijadwalkan pada Sabtu, 22 Maret 2025. Kemarin (25/3/2025), pihak Kodam IX Udayana hadir dalam diskusi “Teras FISIP” yang diadakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unud.
1. Klarifikasi pihak Kodam IX Udayana

Pihak Kodam IX Udayana yang diwakili oleh Kolonel Infanteri Ronald Sumendap, menjelaskan unggahan tersebut tidak bermaksud memprovokasi.
“Meng-upload itu tidak bermaksud provokasi tapi menjaga stabilitas, agar mahasiswa ini tidak terpengaruh dan dapat bertanya di forum ini secara lugas terkait UU TNI ini seperti apa yang kami katakan tadi,” kata Sumendap di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Unud, Kota Denpasar pada Selasa sore, 25 Maret 2025.
Dalam diskusi itu, Sumendap kembali mengungkapkan unggahan video itu tidak ada maksud negatif tertentu.
“Klarifikasi tidak ada maksud dan tujuan hal seperti itu yang bersifat negatif, tidak ada maksud untuk mendiskreditkan terkait hal tersebut. Nanti kami sampaikan kepada pimpinan kami, kita sambut dengan baik,” kata Sumendap.
2. Akademisi menyebutkan hindari penyampaian argumen tidak berdasar

Guru Besar FH Unud dan Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, Prof Dr I Dewa Gede Palguna SH MHum, menanggapi jawaban Sumendap. Palguna berpendapat, selama proses demokrasi, harus bertanggung jawab.
“Dalam proses ini kita menghindari dalam menyampaikan statement tidak berdasar. Ini berlaku bagi mahasiswa atau aparat,” kata Palguna yang turut hadir sebagai pembicara dalam diskusi.
Tanggapan maupun unggahan tak berdasar, bagi Palguna menunjukkan proses demokrasi yang tidak sehat. Menurutnya, masyarakat mengajukan argumen dengan tanggung jawab dan sikap kritis. Sedangkan pemerintah wajib menjelaskan dengan utuh.
Proses demokrasi tidaklah mudah. Ketika pemerintah menerima kritik dari masyarakat, Palguna menegaskan pemerintah wajib merespon dengan jelas. Baginya, sikap kritis masyarakat terhadap UU TNI muncul karena sejak awal proses penyusunan undang-undang ini telah cacat prosedur.
3. Komunikasi pemerintah yang buruk menyurutkan kepercayaan masyarakat

Akademisi Ilmu Politik Unud, Efatha Filomeno Borromeu Duarte SIP MSos, menjelaskan sikap pemerintah dalam menghindari maupun menanggapi pertanyaan dan sikap kritis masyarakat dengan buruk, memicu merosotnya kepercayaan masyarakat.
“Mereka (pemerintah) menciptakan masalah baru karena komunikasi yang buruk. Saya kira sebenarnya apa yang dilakukan oleh pemerintah itu tidak boleh lepas dari tujuan mereka untuk mencoba meng-clear masalah yang ada di situasi hari ini,” kata Efatha di RTH Unud.
Ia menambahkan, bentuk protes dari masyarakat saat ini bukanlah bentuk protes biasa. “...karena ini sudah sampai tingkatan, bahwa ketidakpercayaan itu menjelma dalam seluruh proses dan tindakan pemerintah.”
Menurut Efatha, jika kepercayaan masyarakat merosot, keinginan pemerintah untuk mengatasi masalah stabilitas negara, justru menjadi tidak stabil. Sehingga, bagi Efatha, pemerintah harus segera memperbaiki cara berkomunikasi terhadap publik.