Cerita Perempuan Rantau di Bali, Menawar Trauma Efek Banjir Berulang

Denpasar, IDN Times - Lia tengah melayani pelanggan nasi campur di warungnya saat IDN Times menemuinya di Jalan Tukad Irawadi, Kelurahan Paner, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Minggu (14/12/2025). Perempuan asal Jakarta ini telah setahun merantau di Bali. Memori Lia terhadap Bali semasa muda, membuatnya ingin mengadu nasib meski usianya telah separuh baya.
“Dulu pernah tinggal di sini (Bali) juga. Zaman dulu kerja, motor ditinggal gak jadi masalah, sekarang udah gak,” kenang Lia.
Selain kemalingan, momok yang tidak pernah Lia sangka adalah banjir bandang di Bali. Peristiwa banjir bandang melanda sejumlah wilayah Bali pada 10 September 2025 lalu. Kala itu, Linda masih berada dalam kamar indekosnya di Jalan Trengguli, Denpasar.
“Jam 4 pagi itu orang pada teriak-teriak tuh. Pas bangun, air udah di bawah tempat tidur sudah basah. HP (handphone) udah di situ. Pas buka pintu, motor udah gelimpangan tuh. Baru panik,” tutur Lia.
Bagaimana kisah Lia menawar trauma banjir? Berikut ini selengkapnya.
Setiap malam Lia merasa cemas

Kisah Lia pun berlanjut dengan pilihan untuk menyelamatkan diri dan barang dagangannya. Margin untung tipis, Lia harus membuat keputusan nekat. Lia mendapati perabot elektronik warungnya telah terendam banjir.
“Freezer itu sudah ngambang dia, kan trauma. Trauma saya pegangin freezer itu. Saya naikin berdua sama kakak saya tuh ke atas meja. Biar selamat maksudnya,” tuturnya lirih.
Area kosan yang sekaligus menjadi warungnya di Jalan Trengguli itu terasa lebih rendah, sehingga air banjir masuk dengan mudah. Freezer modal dagangan yang Lia lindungi dengan susah payah itu, berakhir dalam kondisi rusak. Termasuk rak kaca aluminium setinggi dua meter, titipan orang juga rusak parah. Kini, warung di Jalan Trengguli itu tengah dalam tahap renovasi untuk meninggikan pondasinya. Lia memilih membuka warung nasi kuning dan nasi campur di Jalan Tukad Irawadi, Denpasar.
Niat pindah menghindari banjir, warung nasi di Jalan Tukad Irawadi setali tiga uang dengan Trengguli

Pascabanjir 10 September 2025 itu, Lia masih dalam kemelut, menyadari hidupnya tetap harus berlanjut. Bersama kakak laki-lakinya, Lia menemukan toko di Jalan Tukad Irawadi, Denpasar. Niat hati memulihkan diri dari banjir tiga bulan lalu, trauma itu justru berulang. Pada Sabtu, 13 Desember 2025, pukul 00.00 Wita, banjir menerjang warung Lia dan kakaknya di Jalan Tukad Irawadi.
Intensitas hujan kian meninggi, membuat lahan minim resapan dan padat penduduk itu tak kuat lagi menahan laju air. Air terus meluap hingga setinggi betis orang dewasa. Sebulan menempati ruko baru, harapan Lia sembuh dari trauma banjir jadi semu.
“Kaget, makanya trauma di sini, saya sudah khawatir dan gemetaran tadi malam. Saya sudah pindah-pindah lho dari Trengguli, sebulan pindah sini kena banjir,” kata Lia.
Menjadi lebih waspada dan saling mengingatkan

Sejam kemudian, air banjir di Jalan Tukad Irawadi berangsur-angsur surut. Namun, banjir berulang di Bali, menjadikan Lia semakin waspada. Tidurnya tak lagi nyenyak, tapi hatinya tetap teguh mengingatkan bahwa bahaya masih mengintai. Banjir semalam, Lia sempat melihat pengendara menerjang air banjir.
"Pak, pelan, Pak, ombaknya tinggi,” ujar Lia mengulang perkataannya pada pengendara.
Lia yang berencana menata hidup di Pulau Dewata, menghadapi peristiwa tak terduga. Banjir bandang datang tanpa aba-aba, meninggalkan Jakarta demi Bali tampaknya sia-sia. Meskipun bagi Lia, Bali sudah tidak seperti 20 tahun lalu, satu hal yang Lia pegang sebagai perantau, bahwa hidup harus tetap berlanjut.


















