Kaleidoskop Korupsi di Bali 2025: Kasus LPD Hingga Beras ASN

Gianyar, IDN Times - Warga di Bali tidak hanya dibuat mengelus dada dengan banjir berulang, hingga keterangan penyelenggara daerah di luar nalar. Selain menghitung hari penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung di Kota Denpasar, warga Bali juga harus mendengar kabar korupsi yang dilakukan pejabat dari tingkat desa adat sampai daerah.
Korupsi di tingkat desa adat sebagian besar berasal dari kasus Lembaga Perkreditan Desa (LPD). LPD ini ada sejak tahun 1985 atas inisiatif Gubernur Bali masa itu, Ida Bagus Mantra. Hal yang membuat LPD jadi spesial karena secara lembaga tidak termasuk dalam lembaga keuangan mikro dan makro. Sehingga tidak mendapatkan pengawasan insentif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Seperti apa jejak kasus korupsi di LPD dan lainnya sepanjang 2025? Ini ulasan selengkapnya.
Kasus korupsi pada sejumlah LPD di desa adat Bali

Penggunaan istilah korupsi pada kasus LPD masih jadi perdebatan. Beberapa ahli lebih menggunakan istilah penggelapan, sebab aliran kerugiannya dalam lingkup skala desa adat. Sedangkan korupsi merujuk pada tindakan yang mengakibatkan kerugian negara. Meskipun demikian, mengambil uang warga yang dipercayakan tetaplah kriminal.
Bali menghadapi krisis kepengurusan LPD, karena pelaku korupsi sebagian besar adalah pucuk pimpinan tertinggi LPD itu sendiri. Akademisi Akuntansi Universitas Mahasaraswati, Putu Wenny Saitri, menyampaikan pengamatan atas risetnya dalam bidang akuntansi dan psikologi.
Satu subjek risetnya adalah tata kelola LPD, Wenny menemukan sejumlah masalah. Warga yang mempercayakan uangnya di LPD dan menemukan dugaan kecurangan, tak mudah melaporkan ke aparat penegak hukum (APH). Sebab, ada tekanan untuk menyelesaikan masalah secara adat. Padahal kerugian dari korupsi LPD ini ada yang mencapai miliaran rupiah. Contohnya, kasus korupsi di LPD Desa Adat Beluhu, Kabupaten Karangasem yang kerugiannya mencapai Rp20 miliar dengan modus kredit fiktif.
Korupsi perizinan rumah subsidi di Buleleng

Kasus korupsi yang bikin geleng-geleng kepala lainnya adalah korupsi perizinan rumah subsidi. Bayangkan saja, rumah subsidi dengan branding murah itu, juga jadi target koruptor. Pelakunya adalah IMK, mantan Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Buleleng. Ia menjadi terdakwa karena memeras sejumlah perusahaan pengembang untuk rumah subsidi di Buleleng. IMK melakukan tindakan tersebut sejak tahun 2019 hingga 2024.
Sementara, NADK adalah seorang pejabat Fungsional Penata Kelola Bangunan Gedung dan Kawasan Permukiman Bidang Tata Bangunan Dinas PUPR Buleleng. Ia diduga terlibat membantu IMK dalam mengelabui dokumen Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Kerugian negara akibat tindakan korupsi keduanya mencapai Rp1,5 miliar lebih.
Korupsi pengadaan beras untuk ASN di Tabanan

Tadi korupsi rumah subsidi, sekarang korupsi pengadaan beras untuk aparatur sipil negara (ASN). Warga selalu menjadi korban atas tindakan koruptor, bahkan beras pun tak luput dari korupsi. Berdasarkan pemberitaan IDN Times, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan telah menetapkan tiga orang tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan beras Perumda Dharma Santhika Kabupaten Tabanan tahun 2020 sampai dengan 2021.
Adapun modus dari tindakan ini adalah menyalurkan beras medium, alih-alih beras premium yang telah disepakati. Kerugian akibat kasus ini ditaksir mencapai Rp1,8 miliar. Tiga orang tersangka itu di antaranya IPSD, Direktur Umum Perumda Dharma Santhika periode 2017 sampai dengan Januari 2021; IKS, Ketua DPC Perpadi Tabanan; dan IWNA, Manager Unit Bisnis Ritel.
Korupsi dana revitalisasi SMK di Jembrana

Dana untuk perbaikan atau revitalisasi sekolah dikorupsi oleh guru yang diberikan amanah jadi penanggung jawab teknis renovasi itu. Mengutip pemberitaan IDN Times, ada dua tersangka pada kasus korupsi itu, masing-masing berinisial AM dan IKS. Tersangka AM adalah Guru di SMK Negeri 2 Negara yang juga berperan sebagai Anggota Tim Teknis Pembimbing Perencanaan dan Pengawasan. Sementara itu, Tersangka IKS adalah Penanggung Jawab Teknis pada Tim Renovasi/Revitalisasi SMK Negeri 2 Negara Tahun 2019. Serta seorang terpidana lainnya bernama Adam Iskandar.
Modusnya dengan memotong dana revitalisasi. Terpidana Adam bersama tersangka AM, melakukan pemotongan dana dengan meminta fee atau komisi dari Tersangka IKS sebesar 15 persen dari harga penawaran senilai Rp239.787.600. Pemotongan ini dilakukan secara bertahap. Kemudian setiap sisa dari pencairan dana tersebut dipergunakan secara pribadi oleh ketiga pihak tanpa adanya pelaporan dan pengembalian ke kas Negara.
Korupsi APBdes Tusan dan dana PIP di SMK 1 Klungkung

Korupsi APBdes Tusan dan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di SMK 1 Klungkung adalah dua kasus yang berbeda. Namun, kita jadikan satu bahasan karena sama-sama berada di Kabupaten Klungkung. Berdasarkan pemberitaan IDN Times, dua perkara korupsi dari masing-masing kasus itu yaitu mantan Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Klungkung, I Wayan Siarsana, serta mantan Perbekel Desa Tusan, I Dewa Gede Putra Bali.
Kasus korupsi dana PIP itu merugikan negara sebesar Rp228,5 juta. Sementara itu, mantan Perbekel Desa Tusan melakukan korupsi dengan modus pencairan dana untuk kegiatan fiktif dengan total dana mencapai Rp453,7 juta. Kegiatan fiktif itu seperti pembayaran pajak dan iuran BPJS yang ternyata tidak pernah dilakukan. Jaksa merinci dari jumlah tersebut, Rp373,7 juta dinikmati oleh Dewa Putra Bali. Sisanya sebesar Rp112,3 juta jatuh ke tangan Gede Krisna sebagai Bendahara Desa Tusan.
Ada sejumlah kasus korupsi lainnya yang mungkin belum terangkum dalam kaleidoskop kasus korupsi di Bali. Kamu ada kasus korupsi yang menggemparkan di Bali sepanjang tahun 2025? Yuk bagikan cerita kamu.


















