Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Unik, Peringatan Puputan Margarana Diwarnai Tradisi Mapeed

Tradisi Mepeed yang digelar setiap  Hari Peringatan Puputan Margarana (Dok.IDN Times/Istimewa)
Tradisi Mepeed yang digelar setiap Hari Peringatan Puputan Margarana (Dok.IDN Times/Istimewa)

Tabanan, IDN Times - Puputan Margarana dikenal luas sebagai pertempuran habis-habisan para Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Bali yang dipimpin oleh Kepala Divisi Sunda Kecil, Kolonel I Gusti Ngurah Rai. Pasukan TKR di wilayah ini bertempur secara hingga titik darah penghabisan untuk mengusir pasukan Belanda. Perang ini terjadi pada 20 November 1946, yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Peringatan Puputan Margarana.

Ada yang menarik ketika masyarakat Tabanan memeringati hari bersejarah tersebut. Tidak hanya berupa upacara bendera saja. Tapi juga ada tradisi menarik, yakni tradisi Mapeed atau iring-iringan para wanita Bali membawa gebogan (Sajian buah yang disusun tinggi). Biasanya tradisi Mapeed menjadi daya tarik dalam rangkaian peringatan tersebut.

Apakah makna dan tujuan dari tradisi itu digelar? IDN Times melakukan wawancara dengan Bendesa Adat Kelaci, I Made Sudarya.

1. Tradisi Mapeed memperlihatkan wanita Bali berbaris rapi sambil menyunggi gebogan yang berisi buah-buahan atau canang gebogan yang disusun tinggi

Taman Pujaan Bangsa Margarana (Facebook.com/PPM Bali)
Taman Pujaan Bangsa Margarana (Facebook.com/PPM Bali)

Mapeed merupakan tradisi kegamaan sambil membawa haturan berupa buah-buahan atau canang gebogan yang disusun tinggi dan disunggi di atas kepala. Canang gebogan ini dibawa oleh para ibu-ibu yang merupakan warga Desa Adat Kelaci. Sambil menyunggi gebogan, mereka akan berjalan kaki dari balai banjar menuju Taman Pujaan Bangsa (TPB) Margarana sebagai bentuk perjalanan suci.

Ibu-ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Desa Adat Kelaci akan berbaris secara beriringan menuju TPB Margarana.

"Pada tradisi ini melibatkan masing-masing KK yang ada di Desa Adat Kelaci. Tahun kemarin ada 209 KK yang terdata di Desa Adat Kelaci. Sehingga jumlah gebogan pun ada 209 buah. Untuk tahun ini tercatat 205 KK yang aktif," ujar Sudarya, Selasa (11/8/2020).

"Tetapi yang berjalan beriringab ini biasanya di luar pemangku dan sariti. Karena mereka bertugas saat upacara berlangsung. Sehingga haturan saji mereka sudah diletakkan di dalam TPB terlebih dahulu,’’ jelasnya. 

Setelah menghaturkan canang gebogan yang dibawa beriringan, ibu-ibu PKK Desa Adat Kelaci ini kemudian menarikan tari Rejang Renteng.

2. Tradisi ini sebagai wujud syukur dan terima kasih kepada jasa para pahlawan

Dokumentasi perang Puputan Klungkung 1908.(Dok.IDNTimes/istimewa)
Dokumentasi perang Puputan Klungkung 1908.(Dok.IDNTimes/istimewa)

Makna haturan saji berupa canang gebogan dalam tradisi Mapeed ini adalah sebagai wujud syukur dan terima kasih warga Desa Adat Kelaci terhadap jasa para pahlawan. Tradisi yang dilakukan setiap tahun ini memberikan makna bahwa warga Desa Adat Kelaci, terlepas mereka dari keluarga korban perang atau lainnya, bisa melawan dan bangkit dari trauma, menunjukkan semangat bakti serta syukur kepada pengorbanan para pahlawan.

"Daerah Desa Adat Kelaci dulu hancur karena Perang Puputan. Semua warganya mengalami trauma yang mendalam. Tetapi bisa bangkit dan semangat dalam beryadnya. Inilah makna dari tradisi Mapeed,’’ ungkap Sudarya.

3. Tidak ada yang tahu kapan tradisi ini dilakukan

Tradisi mepeed di Hari Peringatan Puputan Margarana (Dok.IDN Times/Istimewa)
Tradisi mepeed di Hari Peringatan Puputan Margarana (Dok.IDN Times/Istimewa)

Tidak ada yang tahu secara pasti kapan tepatnya tradisi Mapeed ini dilakukan. Tradisi ini, yang pasti sudah ada sejak dulu.

"Sejak dulu sudah ada. Tidak ada yang tahu kapan pastinya tradisi ini dilaksanakan,’’ ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
Ni Ketut Wira Sanjiwani
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us

Latest News Bali

See More

Mengenal Kawasan Hutan Desa di Ambengan Buleleng

07 Okt 2025, 21:55 WIBNews