Pura Candi Narmada Tanah Kilap, Meramu Akulturasi Budaya

Muara Tukad Badung, perbatasan antara Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, tepatnya di Jalan Bypass I Gusti Ngurah Rai Denpasar, berdiri sebuah kompleks pura bernama Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap.
Jika memasuki pura ini ada berbagai pelinggih. Namun yang paling menonjol adalah ketiganya memiliki arsitektur dan penyembahan yang berbeda-beda. Ada pelinggih yang masih kental dengan nuansa Bali, sampai ada yang bernuansa Jawa dan Tionghoa. Seperti apa rupanya?
1. Sejarah Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap

Sejarah tentang pura ini tertuang dalam naskah kuno di Griya Gede Gunung Beau Muncan, Kabupaten Karangasem. Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap adalah lokasi bersemayam Ida Ratu Bhatari Nihang Sakti sebagai Dewi Kemakmuran. Pura ini juga menjadi tujuan para pedagang dan nelayan yang datang untuk berdoa memohon kemakmuran.
Sebelum semegah sekarang, pura ini berawal dari kisah seorang nelayan bernama Pan Santeng. Sehari-harinya hidup di muara sungai yang menghadap ke laut Bali Selatan. Satu hari ketika melaut, Pan Santeng tidak memperoleh tangkapan apa pun, dan kejadian ini berlangsung selama tiga hari berturut-turut.
Hari ketiga nihil tangkapan, Pan Senteng yang putus asa mengucapkan janji sesangi seperti bernazar. Jika ia mendapat ikan maka Pan Senteng akan memberikan pekelem dan doanya terkabul. Pekelem itu awal mula adanya Pura Tanah Kilap.
2. Ada berbagai pelinggih

Pelinggih atau tempat berstananya dewa atau dewi di Pura Tanah Kilap ada berbagai macam. Beberapa di antaranya Pura Griya Tanah Kilap, Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap, dan Griya Kongco Tanah Kilap.
Pembangunan lainnya di Pura Luhur Tanah Kilap kian berkembang seperti adanya Bale Kulkul, Pelinggih Ratu Gede Bendega, Gelung Kuri dan Pelatasan, Pelinggih Padmasana, Pelinggih Meru dan Negara Segara, Pelinggih Ada Rambut Sedana, Pelinggih Penglurah, Pelinggih Bhatara Wisnu, Pelinggih Ratu Bagus, Pelinggih Jineng, Pelinggih Bhatari Niang Sakti, Ge dong Simpen dan Telaga Waja dan Bale Peselang.
Pelinggih tersebut berada di Pura Utama Mandala Luhur Tanah Kilap. Sedangkan di wilayah sekitarnya terdapat dua tempat suci lainnya. Yaitu Pura Persimpangan Bhatara Dalem Ped yang terletak di sebelah timur, dan Pura Taman serta Tapa Gni terletak di sebelah barat. Tempat suci dan pura yang ada merupakan satu kesatuan dalam Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap.
3. Akulturasi budaya

Ada corak berbeda dalam pura yang masih satu kawasan dengan Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap, seperti Griya Kongco Tanah Kilap. Pura bernuansa cat merah dan emas itu dibangun tahun 2011, sebagai pemujaan satu di antaranya kepada Dewi Kwan Im.
Jika semakin dalam memasuki Kongco ini ada pelinggih bernama Parepan Kanjeng Ratu Mas Segara Kidul dengan nuansa merah, hijau, dan emas. Ada sentuhan ornamen Jawa pada tedung dan patungnya.
Pada tahun 1986, pemerintah memberi bantuan dana untuk pembiayaan Griya Ratu Niang. Tahun itu juga menjadi pengesahan Pura Griya Tanah Kilap oleh Parisada Hindu Dharma dan Dinas Perairan Nusa Penida Bali.
Pura ini diperluas dari 60 meter persegi hingga 17,8 hektare pada saat ini. Tanah Kilap dijadikan sebagai nama pura ini, karena tanah di sekitar pembangunan Griya Ratu Niang berwarna hitam dan mengilap terkena cahaya matahari.