Makna Penjor, Bukan Hiasan Biasa Hari Raya Galungan

Masyarakat Hindu di Bali akan memasang penjor sehari sebelum menyambut Hari Raya Galungan, atau pada saat Penampahan. Perayaan ini selalu dilaksanakan setiap hari Rabu Kliwon, wuku Dungulan. Jadi kamu bakalan melihat banyak penjor di depan rumah, pekarangan, tempat usaha, maupun kantor. Sehingga nuansanya terlihat semarak dan indah.
Setiap keluarga wajib memasang satu penjor, dan dibuat oleh laki-laki. Sementara para perempuannya membuat banten untuk sarana upacara Galungan.
Penjor Hari Raya Galungan ini tidak sebatas hiasan semata. Ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Berikut ini makna penjor untuk Hari Raya Galungan, yang dikutip dari berbagai sumber.
1. Penjor merupakan simbol keagungan atas kemenangan dharma (Kebaikan) melawan adharma (Kejahatan)

Penjor terbuat dari bambu setinggi sekitar 10 meter, yang ujungnya harus melengkung ke bawah. Bambu ini akan dipasang berbagai ornamen dari janur dan gantungan berupa hasil bumi seperti padi, kelapa, maupun buah-buahan.
dikutip dari laman Phdi.or.id, penjor Hari Raya Galungan merupakan simbol dari keagungan atas kemenangan dharma (Kebaikan) melawan adharma (Keburukan).
"Penjor wajib ada di setiap rumah jika Hari Raya Galungan. Ini sebuah simbol kekuatan atas kemenangan dharma melawan adharma, kebaikan melawan keburukan. Inilah makna dari Galungan," kata tokoh spiritual, Jro Gede Nadi, dikutip dari Phdi.or.id.
Penjor juga erat kaitannya dengan bentuk rasa syukur masyarakat atas kesejahteraan dan keselamatan yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
2. Penjor harus berisi unsur hasil bumi sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

Penjor Hari Raya Galungan juga memiliki nilai sakral. Dalam pembuatannya harus memperhatikan unsur pokok yang wajib ada. Tetapi dalam perkembangannya, penjor bisa dibuat seindah mungkin dan sesuai kemampuan keluarga. Namun tidak boleh mengurangi unsur-unsur yang wajib ada dalam penjor.
Misalnya, penjor harus dibuat dari hasil bumi atau alam semesta seperti bambu, jenis daun (Plawa) yaitu janur, cemara, pakis aji, dan andong. Untuk buah-buahan dan umbi-umbian yang digolongkan sebagai pala bungkah (Umbi-umbian) seperti umbi ketela, pala gantung seperti buah kelapa, pisang, mentimun atau jambu, pala wija (Buah berbiji) seperti jagung dan padi.
Termasuk hasil olahan hasil bumi seperti aneka jajanan.
Penjor juga dilengkapi sanggah cucuk, yang fungsinya untuk meletakkan berbagai sarana upacara. Penjor dipasang di depan pekarangan rumah, kantor, atau tempat usaha. Lebih tepatnya di sebelah kanan pintu masuk, atau sanggah.
Semua hasil bumi atau alam semesta tersebut juga memberikan arti sebagai rasa bakti dan ucapan terima kasih atas segala kemakmuran yang diberikan oleh Ida Sang Hyang Widi Wasa pada umat manusia.
Sementara bentuk penjor yang tinggi dan melengkung sering dimaknai sebagai sikap yang harus bijaksana.
3. Penjor baru boleh dicabut setelah 35 hari

Sementara Dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Dr I Gusti Ngurah Sudiana, mengatakan penjor merupakan simbolis dalam ajaran Hindu sebagai wujud persembahan bakti kepada asang Pencipta Alam ini (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) atas kesejahteraan dan kedamaian umatnya.
"Penjor dihiasi agar indah dan menarik sebagai ungkapan terima kasih kita kepada Ida Sang Hyang Widhi. Karena dalam ajaran Hindu disebutkan sebagai ungkapan ketulusan diwujudkan dengan keindahan," ungkapnya dikutip dari laman Phdi.or.id.
Penjor Galungan terpasang selama 35 hari. Memasuki hari ke-35 atau pada Budha Kliwon Pahang (Penanggalan kalender Bali), penjor dicabut dengan lebih dulu menghaturkan banten tumpeng puncak manik. Setelah itlu peralatan penjor dibakar dan abunya dimasukkan ke dalam klungah nyuh (Kelapa) gading. Kelapa tersebut kemudian ditanam di hulu pekarangan rumah atau bisa dihanyutkan ke laut.