Persoalan dan Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Bali

Denpasar, IDN Times - Mati listrik total di Bali pada Mei 2025 lalu menjadi alarm darurat kelistrikan di Bali. Institute for Essential Services Reform (IESR) memetakan potensi energi terbarukan di Bali. Harapannya, pada 2045 mendatang, Bali mampu berjalan dengan energi terbarukan. Berdasarkan pemetaan tersebut, ada tujuh potensi sumber energi terbarukan di Bali, seperti surya, angin, air, sampah, panas bumi, biomassa, dan peat atau gambut.
Melirik sampah sebagai potensi energi terbarukan di Bali, Direktur IESR, Fabby Tumiwa, berkata ada berbagai pertimbangan sebelum menerapkan sampah sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Bali.
“Jadi yang PLTS sampah secara teknologi, mengelola risiko tenaga sampah itu kan ada dua ya,” kata Fabby pada konferensi pers peluncuran Peta Jalan Kelistrikan Bali Selasa lalu, 15 Juli 2025.
1. Dua teknologi kelola sampah jadi PLTSa dan tantangannya

Fabby mengatakan, teknologi yang pertama adalah mengonversikan gas metana. Sebab sebagian besar sampah di TPA adalah sampah organik. Gas metana ini sebagai beban teknologi yang ada menggunakan teknologi major gasifikasi.
“Setahu saya, teknologi gasifikasi yang saat ini dipakai di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Putri Cempo di Solo,” ujarnya.
Sementara, teknologi kedua adalah menggunakan insinerator. Tapi Fabby berkata, teknologi ini sangat mahal meskipun berbagai negara llain telah terlebih dahulu menggunakan insinerator. April 2025 lalu, Gubernur Bali, Wayan Koster, menyatakan akan membangun insinerator bekerja sama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) di TPA Temesi, Kabupaten Gianyar. Kala itu, Koster berkata juga soal pemindahan sampah sementara, dari TPA Suwung ke TPA Temesi.
Berdasarkan wawancara IDN Times pada 7 Juni 2025 lalu. warga Desa Temesi menolak adanya pembangunan insinerator jika untuk mengelola sampah dari kabupaten lain. Kepala Desa Temesi, I Ketut Branayoga, menolak tegas adanya proyek tersebut karena lahan yang akan digunakan berstatus Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Branayoga bercerita, tanah warga seluas empat hektare di Temesi telah dikontrakkan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gianyar untuk pengelolaan sampah di TPA Temesi. Sisanya telah menjadi hamparan sampah.
“Sudah sampah semua, bahkan tanah mereka (warga) gak diketahui batas-batasnya yang tujuh atau delapan pemilik itu sudah penuh dengan sampah semua,” ucap Branayoga.
Terakhir, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Kadis KLH) Provinsi Bali, I Made Rentin, menyatakan proyek insinerator itu tidak jadi membidik Desa Temesi sebagai lokasi pembangunan. Namun, Rentin yang ditemui pada 30 Juni 2025 lalu enggan membuka lebih lanjut tentang proyek insinerator ini.
2. Ada enam titik potensi PLTSa di Bali

Sementara, hasil pemetaan IESR dalam Peta Jalan Bali Emisi Nol Bersih 2045 Sektor Ketenagalistrikan: Menuju Bali 100% Energi Terbarukan, ada enam potensi PLTSa di Bali. Yaitu PLTSa Sarbagi (Denpasar, Badung, Gianyar), PLTSa Karangasem, PLTSa Buleleng, PLTSa Jembrana, PLTSa Bangli, dan PLTSa Klungkung.
PLTSa Sarbagi dengan volume sampah 1733 ton per hari berpotensi menghasilkan energi listrik berkapasitas 36,4 megawatt (MW). PLTS Karangasem dengan 312 ton sampah per hari menghasilkan 6,5 (MW), PLTS Buleleng 393 ton per hari kapasitas listrik sebesar 8,2 MW.
Sementara, PLTS Jembrana dengan volume sampah 163 ton per hari proyeksi kapasitas listriknya sebesar 3,4 MW, PLTSa Bangli 112 ton per hari dengan 2,4 MW, terakhir PLTSa Klungkung volume sampah 103 ton per hari dengan kapasitas 2,2 MW. Total potensi kapasitas listrik dari PLTSa se-Provinsi Bali sebesar 59 MW, terkecil di antara potensi sumber energi lainnya seperti air, angin, surya, panas bumi, biomasa, dan gambut.
3. Memaksimalkan penetrasi teknologi ke sumber energi terbarukan

Fabby mengungkapkan, potensi sampah di Bali sebagai energi listrik akan berkembang jika penetrasi teknologi mengarah ke sumber energi terbarukan. Selain kemajuan teknologi, investasi yang mendukung energi terbarukan termasuk sarana penting mengembangkan teknologi dan sumber daya manusia (SDM).
“Selama peta jalan ini ada, sebenarnya sudah dipetakan. Memang kalau sampah ya investasinya tidak bisa perorangan ya, harus ada investor,” ujarnya.
Selain modal, menurut Fabby, membenahi tata kelola regulasi dan investasi energi terbarukan di Indonesia maupun Bali, juga jadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.