Minimarket Tumbuh Pesat di Bali, Pemprov Godok Raperda Pengendalian

- Pemprov Bali menyusun Raperda Pengendalian Toko Modern Berjejaring
- Minimarket, mal, dan toko modern lainnya bakal dikendalikan
- Gubernur Bali menerbitkan instruksi penghentian sementara izin toko modern berjejaring
Denpasar, IDN Times - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali tengah menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Toko Modern Berjejaring. Wacana raperda tersebut mencuat Mei lalu, saat Ketua DPRD Provinsi Bali, Dewa Mahayadnya menyampaikan pihaknya belum menerima berkas usulan pengendalian toko modern berjejaring atau dikenal dengan sebutan minimarket itu.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Bali sebagai provinsi dengan rasio minimarket tertinggi di Indonesia. Rasio minimarket di Bali per 100 ribu penduduk sebesar 59,7 di tahun 2019. Analoginya, ada sekitar 60 minimarket bagi setiap 100 ribu penduduk di Pulau Bali. Sementara itu, posisi kedua ada Kepulauan Riau dengan rasio minimarket per 100 ribu penduduk mencapai 35,9 pada 2019. Ada Yogyakarta sebesar 29,1 di posisi ketiga.
Lalu, apa saja ketentuan umum dalam Raperda Provinsi Bali tentang Pengendalian Toko Modern Berjejaring ini? Baca selengkapnya di bawah ini.
1. Selain minimarket, mal, dan toko modern lainnya juga bakal dikendalikan lewat perda

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali mengelompokkan pasar modern di Provinsi Bali menjadi tiga jenis, yaitu pasar modern berjejaring, pasar modern nonberjejaring, serta pasar modern lainnya. Minimarket termasuk dalam pasar modern berjejaring dengan jumlah 1933 unit pada tahun 2020. Sedangkan, pasar modern nonberjejaring dalam bentuk usaha dagang (UD) serta jenis pasar modern lainnya dengan jumlah 492 unit.
Gubernur Bali Wayan Koster menilai, pesatnya pertumbuhan minimarket di Bali, tidak terlepas dari kebutuhan masyarakat dan pariwisata. Koster juga menyoroti perkembangan pusat perbelanjaan seperti mal dan toko modern di Bali sangat signifikan. “Bila tidak dikelola atau dikendalikan dengan baik, akan dapat mempengaruhi sendi perekonomian yang disokong dengan usaha mikro, kecil dan menengah,” kata Koster pada 1 Desember lalu.
2. Pengendalian toko modern untuk melindungi pasar dan warung tradisional

Tujuan lainnya dari pengendalian toko modern kata Koster untuk melindungi pasar dan warung tradisional, agar menjaga perputaran uang di daerah yang sebelumnya merupakan kontribusi dari usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Koster memaparkan, UMKM tidak mungkin bersaing dengan usaha toko modern raksasa karena beroperasi dengan modal nyaris tanpa batas. Modal itu berasal dari kemudahan akses pihak perbankan dan agunan beraneka ragam yang dimiliki toko modern.
“Disinilah peran pemerintah untuk hadir menyelamatkan relasi yang timpang dan menciptakan iklim usaha yang adil bagi keduanya,” imbuhnya.
3. Sebelum perda diberlakukan, Koster telah menerbitkan instruksi gubernur

Sebelum tertuang dalam perda, Koster lebih dulu menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 6 Tahun 2025 Tentang Penghentian Sementara Pemberian Izin Toko Modern Berjejaring. Instruksi tersebut memuat poin substansi instruksi yang ditujukan kepada Wali ZKota/Bupati se-Bali. Poin krusial yakni menghentikan sementara (moratorium) pemberian izin berupa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) maupun izin usaha toko modern berjejaring di seluruh wilayah Kota/Kabupaten di Bali.
Selanjutnya, instruksi itu juga ada menekankan adanya peningkatan pengawasan dan penegakan hukum bersama aparat berwenang apabila terjadi pelanggaran terhadap perda maupun peraturan walikota (perwali) yang berkaitan dengan upaya pengendalian toko modern berjejaring.
Selain disampaikan kepada Wali Kota/Bupati se-Bali, instruksi ini disampaikan juga kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI, Menteri Perdagangan (Mendag) RI, dan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI.


















