Luas Subak Jatiluwih Menyusut Sebesar 33 Hektare

- Penyusutan lahan sawah di Subak Jatiluwih akibat kerusakan bendungan yang mengganggu saluran irigasi, mengubah sebagian lahan menjadi sawah tadah hujan.
- Pemilik 14 bangunan yang melanggar tata ruang di Desa Jatiluwih telah diberikan surat peringatan kedua oleh pemerintah Kabupaten Tabanan.
- Manajer DTW Jatiluwih menekankan pentingnya menjaga kelestarian sawah sebagai warisan leluhur dengan melakukan berbagai upaya seperti subsidi pupuk dan penyemprotan pupuk gratis.
Tabanan, IDNTimes - Subak Jatiluwih yang ada di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan merupakan subak yang masuk dalam kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD). Namun, luas lahan sawah di subak ini semakin menyusut.
Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tabanan I Gusti Nyoman Omardani mengatakan pihaknya menyoroti penyusutan ini. Di mana luas Subak Jatiluwih dari semula 303 hektare kini menjadi 270 hektare atau menyusut 33 hektare. Selain penyusutan lahan, pihak DPRD Tabanan juga menyoroti adanya bangunan yang melanggar aturan tata ruang di Desa Jatiluwih.
1. Penyusutan lahan karena rusaknya bendungan

Penyusutan lahan sawah di Subak Jatiluwih, menurut Omardani, diduga akibat kerusakan bendungan Jatiluwih yang menyebabkan terganggunya saluran irigasi. Hal ini menyebabkan ada lahan sawah yang tidak mendapatkan banyak air, sehingga berubah menjadi sawah tadah hujan.
"Tentu hal ini mengkhawatirkan. Perbaikan sistem irigasi harus jadi prioritas agar fungsi subak tetap optimal,” ujar Omardani, Jumat (8/8/2025).
2. Pemilik 14 bangunan yang melanggar tata ruang telah diberikan SP2

Selain menyusutnya lahan sawah, menurut Omardani, pihaknya juga menyoroti adanya bangunan yang melanggar tata ruang di Desa Jatiluwih. Pemerintah Kabupaten Tabanan sendiri telah memberikan surat peringatan kedua kepada pemilik 14 bangunan karena melanggar aturan tata ruang tersebut. Belasan bangunan ini sebagian besar adalah tempat makan hingga penginapan. Jenis pelanggaranya bermacam – macam. Ada yang mencaplok sepadan jalan, dibangun di kawasan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) hingga kawasan inti tempat suci.
Menurut Omardani, pemberian surat peringatan kepada pemilik bangunan yang melanggar itu sudah sesuai prosedur. Pemilik dari bangunan tersebut sudah diajak rapat untuk berkoordinasi. "Penegasan tindakan ini kami lakukan untuk menyelamatkan WBD," tegasnya.
3. Kelestarian sawah di Jatiluwih penting untuk dijaga

Manajer DTW Jatiluwih, I Ketut Purna menekankan pentingnya menjaga kelestarian sawah yang menjadi warisan leluhur. Pihaknya telah melakukan berbagai upaya seperti subsidi pupuk dan penyemprotan pupuk gratis.
"Kami ingin 99 persen sawah tetap berkelanjutan, karena itu satu-satunya kekuatan ekonomi desa,” ujarnya.
Ia menyadari, keberadaan investor lokal di Jatiluwih memberikan peluang sinergi antara sektor pertanian dan pariwisata. Namun, semua harus dikemas secara bijak agar tidak menyalahi regulasi maupun mencederai nilai-nilai budaya.
"Tentunya kami ingin status WBD masih tetap bisa terjaga. Untuk ini perlu komitmen bersama menjaga kawasan ini sesuai dengan aturan perundang undangan yang berlaku," katanya
Sementara itu Camat Penebel, Hendra Manik, menegaskan tidak ada bangunan baru pasca status WBD ditetapkan. Ia membenarkan adanya pengurangan luasan sawah terlindungi dari 303 hektare menjadi 270 hektare akibat sistem irigasi yang rusak. “Tidak semua bangunan yang ada bisa ditarik ke ranah pelanggaran baru. Ada bangunan yang sudah lama, hanya direnovasi,” jelasnya.