7 Kebiasaan Masyarakat Bali yang Dilakukan Sampai Sekarang

Setiap daerah di Indonesia punya kebiasaan yang sering dilakukan sehari-hari. Begitu juga halnya di Bali. Masyarakatnya masih percaya terhadap beberapa kebiasaan, yang harus dilakukan dalam kondisi tertenu.
Kebiasaan-kebiasaan ini juga ada yang berkaitan dengan hal-hal berbau mistis atau magis. Berikut adalah beberapa kebiasaan yang masih kita jumpai di Bali.
1. Membunyikan klakson di tempat-tempat tertentu

Masyarakat Bali membunyikan klakson saat berkendara melewati tempat yang diyakini sebagai tempat angker ataupun keramat. Contohnya kuburan, jembatan, pura, dan tempat-tempat sejenisnya.
Kebiasaan ini diyakini sebagai tanda permisi (izin) saat melewati tempat tersebut, dan menghindari terjadinya malapetaka. Jika tidak melakukannya, juga tidak apa-apa. Tergantung dari kepercayaan masing-masing.
2. Menghaturkan sedikit makanan yang akan disantap

Ada sebagian masyarakat yang menyisihkan makanan untuk dihaturkan sebelum makan (saat makan di luar rumah). Misalnya saat membeli nasi bungkus, kamu mengambil sedikit nasi, lauk, dan sayur untuk dihaturkan sebelum menyantapnya.
Ini mirip dengan kebiasaan menghaturkan sesajen, yang disebut banten jot atau banten saiban, setelah selesai memasak di rumah.
3. Mengucapkan tabik atau sugra

Masyarakat Bali mengucapkan tabik atau sugra dalam beberapa situasi berbeda. Misalnya saat jalan melewati orang yang sedang duduk, mengambil kepala orang yang lebih tua, menyebutkan nama sesuhunan (dewa yang di puja di suatu pura), dan lainnya. Tabik atau sugra ini berkaitan dengan sopan santun atau etika.
4. Pergi ke dapur saat datang dari luar rumah

Jangan bingung saat melihat masyarakat Bali menuju ke dapur terlebih dahulu setelah datang dari suatu tempat. Hal ini dilakukan juga setelah membawa bayi dari luar rumah. Masyarakat Bali percaya, kebiasaan ini berguna untuk menetralisir kekuatan atau hal-hal negatif yang kita bawa dari luar rumah.
5. Membasahi tubuh dengan air cucuran atap

Ketika datang dari melayat ke rumah orang yang meninggal, masyarakat akan membasahi tubuhnya dengan air cucuran atap. Orang tersebut akan melempar air ke atap rumah. Kemudian air cucuran atap tersebut digunakan untuk membasahi tubuh, terutama bagian kepala. Hal ini bertujuan untuk membersihkan diri dari kekuatan negatif saat mengunjungi tempat duka.
6. Tidak memotong rambut saat pasangan sedang hamil

Sebagian masyarakat Bali percaya pemali (pantangan) memotong rambut bagi ibu hamil dan pasangannya. Bagi suami, ini selalu dikaitkan dengan istrinya yang akan menjadi kurang menarik saat sedang hamil. Suami tentunya juga turut tidak boleh berpenampilan menarik untuk menghormati sang istri.
7. Mengucapkan kata 'jikping'

Jikping memiliki arti mudah-mudahan tidak terjadi. Masyarakat Bali mengucapkan kata ini saat punya pikiran buruk terhadap orang lain, tentang suatu hal, ataupun mengucapkan sesuatu kejadian yang buruk. Misalnya saat kita sedang berpikir atau mengucapkan seseorang akan kecelakaan, maka biasanya akan mengucapkan kata jikping agar hal tersebut tidak benar-benar terjadi.
Masing-masing orang punya kepercayaan yang berbeda-beda terhadap kebiasaan di atas. Sebab kebiasaan ini dilakukan secara turun-temurun, tidak tersurat secara resmi di lontar maupun kitab suci.