Sejarah Tari Sanghyang Jaran Khas Banjarangkan Klungkung

Warga meyakini tarian ini menetralisir wabah dan penyakit

Setiap desa di Bali memiliki kesenian unik yang sangat khas. Seperti halnya di Desa Adat Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Wilayah ini juga memiliki kesenian Tari Sanghyang Jaran yang sangat disakralkan warga setempat.

Tarian ini biasanya hanya ditarikan pada saat Buda Umanis Medangsia (Kalender Bali) di Pura Puseh Sari. Warga meyakini, tarian sakral tersebut bertujuan untuk menetralisir bumi atau semesta yang mengalami ketidakseimbangan wabah dan penyakit.

Baca Juga: Sejarah Tari Sanghyang Jaran Khas Nusa Lembongan Bali

1. Tarian ini bisa sembarangan dipentaskan begitu saja

Sejarah Tari Sanghyang Jaran Khas Banjarangkan KlungkungDok.IDN Times/Istimewa

Pertunjukan Tari Sanghyang Jaran khas Desa Adat Banjarangkan sangatlah sakral. Tariannya pun dipersiapkan dengan berbagai upacara yang kompleks. Bendesa Adat Banjarangkan, Anak Agung Gede Dharma Putra, menjelaskan ritual upacaranya diawali dengan melakukan persembahyangan bersama yang dipimpin oleh pemangku pemucuk (Utama) di Pura Puseh Sari.

Setelah sembahyang berakhir, beberapa orang membentuk kelompok untuk berkidung. Mereka akan duduk bersila tepat di depan bangunan pelinggih pengaruman. Kelompok kidung inilah yang nantinya akan melantunkan tembang ketika Sanghyang Jaran menari.

Disiapkan pula pengasepan (Terbuat dari tanah liat yang diisi dengan bara api) di atas sebuah dulang (Tempat untuk menaruh sesaji). Penglingsir kemudian memolesi tubuh penari menggunakan tapak dara yang telah disiapkan.

"Tarian ini termasuk tarian sakral. Tidak sembarangan untuk dipentaskan. Harus melewati serangkaian ritual," ujar Anak Agung Gede Dharma Putra.

Baca Juga: Eks Galian C Klungkung Disebut Kuburan Korban PKI, Benarkah?

2. Tarian diiringi kidung yang sakral, lalu para penari akan menginjak dan melewati bara api

Sejarah Tari Sanghyang Jaran Khas Banjarangkan KlungkungDok.IDN Times/Istimewa

Ketika bara api sudah siap, maka kelompok kidung mulai melantunkan tembang. Ini diyakini untuk memanggil roh leluhur yang disucikan oleh warga setempat. Sekaa gending yang terdiri dari teruna teruni mulai melantunkan kidung atau nyanyian, yang dipercaya untuk memanggil roh sanghyang. Kidung inilah yang nantinya akan mengiringi Tarian Sanghyang Jaran.

Penari Sanghyang yang jumlahnya 3 orang seakan-akan mengalami trace (Kerauhan atau kesurupan). Mereka menari mengikuti alunan tembang. Sesekali mereka menginjak dan melewati bara api yang masih berkobar.

"Kidung yang mengiringi tarian ini sangat khas, dan hanya ada di Pura Puseh Sari. Dari kidung atau nyanyian yang dilantunkan, dapat ditafsirkan bahwa Sanghyang Jaran dibangunkan untuk diajak meliang-liang atau bersenang-senang. Kemudian diakhiri dengan harapan semua warga senang dan bahagia," kata Anak Agung Gede Dharma Putra.

Baca Juga: Doa Pengampun Dosa Menurut Hindu Bali

3. Diyakini sebagai tarian penetralisir wabah dan penyakit

Sejarah Tari Sanghyang Jaran Khas Banjarangkan KlungkungFoto hanya ilustrasi. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Anak Agung Gede Dharma Putra menjelaskan, Tarian Sanghyang Jaran merupakan warisan turun menurun dari warga pengempon (Pengurus) Puseh Sari. Mereka secara turun menurun diwarisi simbolis Sang Hyang Jaran, yang berupa kuda terbuat dari kayu, beserta atribut lainnya dengan tiga jenis warna sanghyang. Yakni Sanghyng berwarna putih, Sanghyang berwarna kuning, dan Sanghyang berwarna poleng (Hitam putih). Bagi warga setempat, tarian tersebut memiliki makna spirit dan religius.

"Pementasan Sanghyang jaran dilakukan melalui serangkaian upacara yang kompleks. Warga percaya, Sanghyang Jaran menetralisir bumi yang sedang mengalami ketidakseimbangan seperti karena wabah dan penyakit," ujarnya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya