Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Warga Bali Minta Kejelasan Jalur Evakuasi dan Sistem Peringatan Dini

WhatsApp Image 2025-09-17 at 11.04.35 (1).jpeg
Kondisi Jalan Gajah Mada, Kota Denpasar, pada 10 September 2025. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Denpasar, IDN Times - Gugatan warga negara atau citizen lawsuit yang diajukan Koalisi Pergerakan Untuk Lingkungan Hidup dan Keberlanjutan Bali (Pulihkan Bali) kepada 15 instansi Pemerintahan Pusat dan Daerah, menyoroti kebijakan berbasis mitigasi di Bali. Berdasarkan temuan para akademisi dan praktisi yang bergabung dalam koalisi, Bali belum memiliki kebijakan berbasis mitigasi bencana

Satu contohnya berupa rencana kontijensi dan sistem peringatan dini bencana yang belum memadai. Oka Agastya, Peneliti dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bali, menyampaikan rencana kontinjensi amat krusial dalam penanganan bencana suatu wilayah.

“Jadi rencana kontijensi ini adalah dokumen yang menaungi pemerintah maupun stakeholdernya ketika terjadi situasi bencana, siapa berbuat apa dan apa yang harus dilakukan,” kata Oka saat Tim Koalisi Pergerakan Untuk Lingkungan Hidup dan Keberlanjutan Bali (Pulihkan Bali) menggugat 15 instansi pemerintah membacakan tuntutan pada pemerintah 12 November 2025 lalu.

Ada hal yang menarik dari Bali soal mitigasi bencana ini. Berikut ini penjelasan selengkapnya.

Dokumen kebencanaan milik pemerintah belum sesuai dengan kenyataan di lapangan

halte 1.jpg
Potret bangunan Halte Siulan terhempas akibat banjir bandang pada Rabu (10/9/2025). (IDN Times/Yuko Utami)

Melalui kajian dokumen-dokumen bencana yang dikeluarkan pemerintah, rencana kontijensi di Bali ada pada dokumen tahun 2016. Secara fisik dan substansi, dokumen tersebut ada, tapi Oka menyoroti pemenuhan terhadap pengurangan risiko bencana belum memadai.

“Dokumen-dokumennya ada, tapi pemenuhan-pemenuhan terhadap kebutuhan atau pengarusutamaan PB atau pengurangan risiko bencana itu yang masih kita lihat belum nyata di lapangan,” tutur Oka.

Sementara itu, jalur evakuasi maupun early warning system atau sistem peringatan dini bencana ada pada dokumen tahun 2018. Namun, Oka mengamati dokumen tersebut belum memenuhi jalur evakuasi dan sistem peringatan dini yang jelas, termasuk mudah diakses warga di Bali. Ia menegaskan, bahwa temuan-temuan pada dokumen dibandingkan dengan kejadian lapangan.

“Kita tidak tidak bergerak berdasarkan cerita saja ya. Jadi kami juga berdasarkan data-data yang kami kumpulkan, dikembangkan, dan berdasarkan metode yang digunakan oleh teman-teman akademisi,” tegasnya.

Tanggung jawab pemerintah menyediakan sistem peringatan dini yang komprehensif hingga tumpang tindih kewenangan di lapangan

WhatsApp Image 2025-09-17 at 11.04.35.jpeg
Kondisi Pasar Kumbasari, Kota Denpasar, pada 10 September 2025. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Oka menyampaikan, infrastruktur kebencanaan termasuk sistem peringatan dini bencana yang memadai dan holistik adalah tanggung jawab pemerintah. Bsgitu pula pemetaan risiko bencana merupakan kewajiban dari instansi yang mengurus kebencanaan.

“Jadi maka kenapa kita mendorong di dalam dokumen ini, itu adalah untuk pemenuhan pengurangan risiko bencana, infrastruktur, penyediaan itu adalah kewajiban dari pemerintah,” jelas Oka.

Ia menegaskan, warga negara berhak mengakses infrastruktur bencana secara lengkap dan jelas.

“Bukan menyalahkan antara ini pemerintah, salah pemerintah. Ini salah siapa pun, tapi ini bicara kewenangan,” ujar Oka.

Menurutnya, kewenangan pemerintah dalam kebencanaan sangatlah tumpang tindih. Contohnya dalam kewenangan daerah alirang sungai (DAS), Oka menyoroti DAS di Bali dikelola Pemerintah Pusat melalui Kementerian PUPR dan BWS Bali-Penida. 

“Sedangkan kebutuhan mitigasi bencana kita itu adalah lokal, BPBD atau pemerintah di daerah. Nah, sehingga tumpang tindih kewenangan itu pasti akan menjadi kesulitan di dalam penyediaan early warning system gitu,” ucap Oka.

Tumpang tindih kewenangan yang mengakibatkan penanganan bencana tidak maksimal inilah yang masuk ke bagian poin dalam pengajuan gugatan warga negara.

Gugatan warga negara masih belum dikunci, memungkinkan adanya tambahan poin gugatan

koalisi pulihkan bali.jpg
Tim Koalisi Pulihkan Bali dan warga penggugat mengutarakan keresahannya atas penanganan banjir Bali pada 10 September 2025 lalu. (IDN Times/Yuko Utami)

Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi YLBHI-LBH Bali, Ignatius Rhadite, menyampaikan selama gugatan warga negara belum dikunci, masih ada kemungkinan penambahan tuntutan. Penambahan ini termasuk pula pada batas-batas dan penjabaran regulasi yang ada. 

“Jadi, dimungkinkan untuk ada penambahan-penambahan pada batas-batasnya terhadap regulasi termasuk ada penjabaran terhadap permintaan yang nanti akan diminta,” kata Rhadit.

Saat ini, warga yang bergabung dalam Koalisi Pulihkan Bali meminta agar pemerintah menjalankan lima poin gugatan. Mulai dari konteks moratorium, kemudian dalam konteks penerbitan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), tindakan korektif di beberapa sektor, penerbitan peraturan daerah (perda), dan konteks partisipasi bermakna. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us

Latest News Bali

See More

Dua Karya Nyoman Martono Sentil Gaya Kehidupan Bermasyarakat Masa Kini

16 Nov 2025, 19:35 WIBNews