- Melakukan moratorium perizinan berusaha untuk investasi dan/atau proyek pembangunan yang berdampak negatif terhadap lingkungan hidup dan keselamatan ekosistem di wilayah Provinsi Bali
- Pada masa moratorium, pemerintah wajib menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) bagi Kawasan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita) yang sesuai dengan prinsip partisipasi bermakna (meaningful participation) untuk dijadikan sebagai acuan dalam melakukan audit pembangunan dan pedoman untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Kawasan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita) yang memiliki daya tahan atas perubahan iklim (climate resilience)
- Melakukan tindakan korektif terhadap kebijakan dan praktik yang berkontribusi pada terjadinya bencana terkait iklim, untuk mewujudkan pengelolaan tata ruang yang adil, pengembangan infrastruktur perkotaan yang ramah iklim dan responsif terhadap bencana, pengelolaan persampahan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan, partisipatif dan inklusif di Kawasan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita) Provinsi Bali
- Menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Keadilan Iklim yang mengatur sekurang-kurangnya perihal mitigasi, adaptasi dan kompensasi dari kehilangan dan kerusakan yang disebabkan oleh krisis iklim
- Menjalin dialog bermakna dengan warga dan Tim Advokasi Pulihkan Bali untuk mencari penyelesaian administratif sebelum gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri Denpasar.
Pekaseh dan Warga Bali Ajukan Citizen Lawsuit atas Penanganan Banjir

Denpasar, IDN Times - Dua bulan pascabanjir bandang di Bali pada 10 September 2025, masih menyisakan kecemasan bagi warga di Bali. Musim hujan kembali menyambut, rasa takut akan banjir berulang belum surut. Sederet warga di Bali memilih langkah berani: menuntut keadilan dan keseriusan negara atas penanganan banjir bandang yang mengakibatkan 18 orang meninggal dunia. Melalui gugatan warga negara atau citizen lawsuit, warga di Bali yang tergabung dalam Koalisi Pergerakan Untuk Lingkungan Hidup dan Keberlanjutan Bali (Pulihkan Bali) menggugat 15 instansi pemerintah.
Perwakilan Tim Hukum Koalisi Pulihkan Bali, Putu Candra Dewi, menyampaikan ada 10 orang calon penggugat. Tapi berdasarkan regulasi, gugatan warga negara dapat dilakukan dengan jumlah penggugat lebih sedikit.
“Undang-undang tidak mewajibkan sebanyak itu, sejatinya citizen lawsuit sudah dapat dilakukan. Kami datang secara organik dari berbagai elemen dan berbagai usia dan latar belakang pekerjaan,” kata Candra di Rasa Sanur, Kota Denpasar Rabu lalu, 12 November 2025.
Apa saja tuntutan warga dalam Koalisi Pulihkan Bali, dan siapa saja daftar instansi yang digugat? Berikut informasi selengkapnya.
1. Warga resah daerah aliran sungai dan subak tidak dapat perhatian

Satu perwakilan penggugat, IB Sukarya, memberikan kesaksian atas kurangnya perhatian terhadap subak dan daerah aliran sungai (DAS). Sukarya yang sehari-hari aktif mengurus kondisi subak (sistem irigasi Bali), amat menyayangkan minimnya perhatian instansi terkait dalam perlindungan subak.
“Karena subak itu ada yang kecil namanya subak alit, di atas itu ada subak gede, di atas subak gede ada subak agung dalam satu daerah aliran sungai (DAS) namanya. Itu leluhur kita sudah buat begitu ribuan tahun, tapi tidak diperhatikan,” tutur Sukarya kepada IDN Times.
Kurangnya daya tawar Sukarya sebagai pekaseh (pengurus subak), membuatnya tak dapat membendung kekuatan desa adat. Sukarya mengamati, kekuasaan desa adat di Bali sangat besar, hingga penguasaan tanah dan penyewaan dapat terjadi cepat. Ia menduga hal itu berdampak terhadap alih fungsi lahan sawah di Bali.
2. Koalisi Pulihkan Bali menuntut keseriusan pemerintah dalam penanggulangan banjir

Koalisi Pulihkan Bali menegaskan bahwa penyebab banjir bandang di Bali tidak hanya faktor curah hujan saja. Kondisi daerah resapan di Bali tergolong mengkhawatirkan. Sebab, melalui citra satelit pada periode 2010-2015, lahan terbangun di kawasan Denpasar, Badung, Tabanan, dan Gianyar (Sarbagita) meningkat 501 persen. Ini beriringan dengan hilangnya kawasan hutan, seperti di kawasan DAS Ayung yang hanya tersisa sekitar 1.500 hektare atau tiga persen.
Sederet masalah di atas membuat koalisi menuntut lima hal kepada negara. Sementara itu, rentang waktu untuk menjalankan lima tuntutan tersebut hingga 60 hari ke depan atau sebulan sejak notifikasi gugatan. Berikut poin-poin gugatan yang diajukan Koalisi Pulihkan Bali.
3. Koalisi Pulihkan Bali mengajukan gugatan kepada 15 instansi pemerintahan, dari pusat hingga Bali

Melalui gugatan warga negara ini, pihak Koalisi Pulihkan Bali menekankan adanya perubahan kebijakan berbasis mitigasi dan keadilan iklim. Koalisi Pulihkan Bali mengajukan gugatan warga negara kepada 15 instansi pemerintahan yang dianggap bertanggung jawab terhadap terjadinya banjir Bali.
Adapun kelima belas instansi pemerintahan tersebut secara berturut-turut adalah Presiden Republik Indonesia; Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia; Menteri Keuangan Republik Indonesia; Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia.
Termasuk juga Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Republik Indonesia; Menteri Kehutanan Republik Indonesia; Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia; Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia; Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia.
Sementara itu instansi pemerintahan tingkat daerah di Bali yang digugat diantaranya Gubernur Provinsi Bali; Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali; Walikota Denpasar; Bupati Badung; Bupati Gianyar; dan Bupati Tabanan.
Tim Koalisi Pulihkan Bali, Ignatius Rhadite, menyampaikan gugatan warga negara ini akan dilanjutkan ke Pengadilan Negeri Denpasar jika para tergugat gagal melaksanakan kelima tuntutan dalam 60 hari.
“Jika dalam waktu 60 hari tidak dilanjutkan maka akan diajukan ke PN Denpasar. Kenapa bukan minta ganti kerugian, yang kami minta perubahan kebijakan dan peraturan, serta memastikan adanya proses untuk memitigasi dan tidak terjadi berulangan,” tegas Rhadit.


















