Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

RS akan Dibangun di Kawasan Denpasar Rawan Bencana

WALHI Bali hadir dalam pembahasan Penilaian ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan) dan RKL-RPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup). (Dok. WALHI Bali)
WALHI Bali hadir dalam pembahasan Penilaian ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan) dan RKL-RPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup). (Dok. WALHI Bali)

Denpasar, IDN Times - Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali mengadakan pembahasan Penilaian ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan Hidup) dan RKL-RPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup) Rumah Sakit Umum (RSU) Amerta Husadha. Lokasi RS tersebut di Jalan Raya Sesetan Nomor 9, Lingkungan Banjar Lantang Bejuh, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar.

Pertemuan yang dilaksanakan Selasa, 12 November 2024 lalu dihadiri oleh beberapa pihak. Para pihak tersebut seperti Ida Ayu Dewi Putri Ary, pimpinan rapat yang mewakili DKLH Provinsi Bali; Made Krisna Dinata, Direktur Eksekutif Walhi; aktivis lingkungan lainnya, Ida Bagus Arya Yoga Bharata; serta Penanggung Jawab Usaha RS Amerta Husadha, dr Gede Panca.

1. Tidak sesuai dokumen KA-ANDAL

ilustrasi hukum (Unsplash/tingeyinjurylawfirm)
ilustrasi hukum (Unsplash/tingeyinjurylawfirm)

Melalui dokumen KA-ANDAL dan pengecekan langsung di lokasi pada 11 Juli 2024 lalu telah dilakukan pembersihan lahan dan pemasangan instalasi listrik kecil. Namun data terbaru di lapangan, sehari sebelum pembahasan Dokumen ANDAL dan RKL-RPL yakni pada 11 November 2024, pihak badan usaha justru telah melakukan konstruksi fondasi bangunan. Tak hanya fondasi, alat berat serta aktivitas pekerja dan area berlumpur terpantau di lokasi.

Mengetahui hal itu, Direktur Eksekutif Walhi, Made Krisna Dinata, yang turut hadir dalam pertemuan tersebut mengungkapkan rasa kecewanya kepada DKLH Bali. Kekecewaannya karena sekali lagi ada proyek yang telah melakukan aktivitas konstruksi, tetapi tidak memiliki AMDAL yang dinyatakan layak.

“Kami kecewa dengan berbagai proyek yang sudah melakukan kontruksi namun belum memiliki AMDAL yang dinyatakan layak,” ujarnya, pada Selasa (12/11/2024).

Walhi Bali menemukan dokumen ANDAL dan RKL-RPL RS Amerta Husadha dinilai cacat, karena ditemukan tujuh poin pelanggaran. Seperti pada bagian Tabel Jadwal Pelaksanaan Pembangunan Rumah Sakit Umum Amerta Husadha tidak dijabarkan dengan jelas kegiatan dan lini masanya. Menurut mereka, dokumen AMDAL sendiri merupakan satu instrumen penting sebagai alat bukti tentang bentuk pertanggungjawaban usaha kegiatan terhadap lingkungan dan sekitarnya.

2. Belum dilengkapi strategi pengelolaan sampah

ilustrasi tong sampah dalam rumah (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
ilustrasi tong sampah dalam rumah (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Catatan lainnya, Walhi Bali menemukan bahwa bagian peta dalam dokumen masih menunjukan lokasi lain, sehingga berpotensi menimbulkan disinformasi. Krisna alias Bokis juga mengkritisi bagian pengelolaan sampah yang alurnya tidak detail.

Dokumen tersebut masih belum mengacu pada regulasi tentang pengelolaan sampah, seperti Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah. Regulasi yang ada pada dasarnya adalah menarik kembali sampah dari produksi yang dihasilkan, dan melakukan proses daur ulang atas sampah yang diproduksi.

“Hal ini penting dilakukan, di tengah Bali sedang berada pada ambang darurat sampah. Sebab banyak TPA yang terbakar karena overload, serta TPST yang tidak berfungsi secara maksimal,” imbuh Krisna.

3. Kawasan rawan krisis air, banjir, hingga gempa bumi

Ilustrasi banjir (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi banjir (IDN Times/Aditya Pratama)

Dikonfirmasi terpisah, I Made Juli Untung Pratama dari KEKAL (Komite kerja Advokasi Lingkungan Hidup) Bali turut mengkritisi penggunaan Air Bawah Tanah (ABT) oleh Pihak RS Amerta Husadha yang tercantum dalam dokumen ANDAL RKL-RPL.

Dokumen tersebut menyatakan kebutuhan air yang diperlukan untuk operasional sebesar 78,309 meter kubik per hari. Hal ini karena lokasi pembangunan proyek RS itu termasuk daerah dengan tingkat eksploitasi air kategori tinggi sejak 2010. Selain itu kawasan pembangunan RS ini berada di kawasan dengan status air yang defisit berdasarkan ekosistem alaminya.

Lokasi proyek juga berada di kawasan dengan status air yang tidak memiliki infrastruktur Sistem Penyediaan Air Baku (SPAB), serta berada di kawasan dengan status air tidak berkelanjutan berdasarkan indeks jasa ekosistemnya.

“Pemenuhan air untuk operasional rumah sakit sebanyak itu tentu akan berpengaruh terhadap ekosistem lingkungan sekitarnya, terlebih lokasi proyek juga berada di kawasan yang berstatus mengalami intrusi air laut. Artinya, eksploitasi air bawah tanahnya sangatlah tinggi,” tegas Untung Pratama.

Berdasarkan keterangan perwakilan masyarakat, bahwa masyarakat Kelurahan Sesetan juga banyak yang menggunakan sumur pribadi. Sehingga penggunaan Air Bawah Tanah (ABT) oleh proyek Pembangunan Rumah Sakit Amertha Husada juga menjadi kekhawatiran masyarakat.

Walhi Bali juga menyatakan, wilayah lokasi proyek termasuk dalam kondisi lingkungan yang buruk, sangat rentan terhadap bencana banjir dan gempa bumi. Namun, Walhi Bali menemukan bahwa pihak RSU Amerta Husada Sesetan tidak menampilkan jalur evakuasi jika terjadi bencana dari layout siteplan dan gambar teknis di setiap lantai.

“Artinya rumah sakit ini tidak siaga terhadap bencana jika terjadi banjir dan gempa bumi,” kata Krisna.

Share
Topics
Editorial Team
Ni Komang Yuko Utami
Irma Yudistirani
Ni Komang Yuko Utami
EditorNi Komang Yuko Utami
Follow Us