6 dari 20 Puskesmas di Tabanan Punya Layanan Pengobatan HIV

Tabanan, IDN Times - Kabupaten Tabanan memiliki 20 pukesmas yang sudah bisa melayani tes atau melakukan screening kasus HIV. Dari 20 puskesmas, baru enam puskesmas yang memiliki layanan perawatan, dukungan, dan pengobatan (PDP) untuk pasien HIV. Pada layanan PDP, selain screening dengan melakukan tes, juga termasuk akses terapi Anti Retro Viral (ARV).
"Selama ini jika pasien HIV hendak mengambil obat, datangnya ke VCT RSUD Tabanan. Namun sekarang sudah bisa dilakukan di puskesmas, seperti Puskesmas Tabanan 3," ujar penanggung jawab kasus HIV Puskemas Tabanan 3, Ns Gusti Ayu Kadek Dewi Mahayani SKep, Rabu (18/12/2024).
1. Ubah stigma masyarakat kepada pasien HIV

Dewi mengatakan saat ini ada enam puskesmas di Tabanan yang memiliki layanan PDP. Yaitu Puskesmas Tabanan 3, Puskesmas Kediri 1, Puskemas Baturiti 1, Puskesmas Penebel 1, Puskesmas Selemadeg, dan Puskesmas Marga 2.
Untuk Puskesmas Tabanan 3, layanan PDP mulai beroperasi pada Februari 2024 lalu. Selama 10 bulan beroperasi, sudah ada 20 pasien HIV dilayani di sini.
"Pasien-pasien ini ada yang datang langsung ke Puskesmas Tabanan 3, dan ada juga yang dikirim dari RSUD Tabanan maupun puskesmas lain," ujar Dewi.
Layanan PDP di Puskesmas Tabanan 3 tidak tersembunyi, melainkan diletakkan di depan. Hal ini dilakukan untuk mengubah stigma masyarakat, jika pasien HIV adalah pasien umum biasa yang tidak perlu didiskriminasi.
"Selain untuk mengubah stigma juga sekaligus memberikan informasi ke masyarakat jika di Puskesmas Tabanan 3 sudah ada layanan PDP," kata Dewi.
2. Alur layanan PDP di Puskesmas Tabanan 3

Alur layanan PDP di Puskesmas Tabanan 3 sama dengan pasien pada umumnya, yaitu harus mendaftar dulu di loket. Nantinya pasien baru akan diarahkan pemeriksaannya sesuai kategori.
"Misalkan kalau pasien dewasa akan diarahkan ke Poli Kluster usia dewasa. Nantinya dari pemeriksaan di sana, apabila ada mengarah ke faktor risiko HIV, seperti riwayat melakukan seks berisiko atau sudah muncul diare yang tidak sembuh-sembuh, akan dirujuk ke layanan PDP," kata Dewi.
Setelahnya pasien akan menjalani konseling. Apabila pasien setuju, akan dilaksanakan pemeriksaan atau tes HIV. Untuk tes ini akan dilihat juga masa window period. Dewi menjelaskan, window period ini terjadi ketika pasien baru saja melakukan perilaku berisiko. Misalnya, baru saja berhubungan seksual dengan pasangan yang dicurigai terinfeksi HIV. Karena baru, virus tidak bisa langsung terdeteksi, tetapi membutuhkan waktu untuk bisa dideteksi dalam tubuh.
"Sehingga pasien harus menjalani tes beberapa kali, yaitu bulan ketiga dan bulan ke enam setelah tes pertama. Jika semuanya tidak ditemukan virus, berarti pasien tersebut negatif," ujar Dewi.
Apabila positif, pasien akan langsung diberikan terapi ARV, di mana untuk awal akan diberikan obat untuk diminum selama dua minggu.
"Kita berikan dua minggu dulu untuk melihat reaksi obat pada pasein. Jika reaksinya baik, maka diberikan resep untuk sebulan," kata Dewi.
3. Pasien masih sembunyi-sembunyi berobat

Selama 10 bulan membuka layanan PDP, Dewi melihat pasien HIV yang berobat masih suka takut-takut ketahuan kerabat.
"Ada pasien yang takut mengambil obat karena di dekat pengambilan obat ada keluarganya. Sehingga meminta tolong petugas. Rata-rata pasien yang ke layanan PDP ini juga bukan masyarakat di dekat sini, tetapi dari desa atau kecamatan lain," ujar Dewi.
Ia berharap tidak ada lagi stigma ke pasien HIV di masyarakat. Masyarakat harus mengetahui, bahwa penularan HIV itu tidak mudah. Jika pasien HIV rutin minum obat, maka virus pasien HIV bisa ditekan dan tidak terdeteksi dalam tubuh.
"Penularan virus itu harus ada jalan masuk dan jalan keluar. Jumlah virus harus cukup dan masih hidup. Jika tidak memenuhi semua syarat ini, virus tidak bisa menginfeksi. Jika virus tidak terdeteksi, artinya jumlah virus sangat sedikit di dalam tubuh. Sehingga penularan sulit terjadi," katanya.