Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Penataan Kabel Bawah Tanah di Denpasar Perlu Melihat Keamanan Ruang

PLN Bali
Petugas PLN melakukan pemeliharaan jaringan listrik. (IDN Times/Yuko Utami)

Denpasar, IDN Times - Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar berencana memindahkan kabel listrik dan provider ke bawah tanah. Pembangunan bernama Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) ini akan dimulai pada Juli 2025. Berdasarkan pemantauan IDN Times di Jalan Hayam Wuruk, Kecamatan Denpasar Timur pada Selasa, 17 Juni 2025, para petugas Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB), unit Perusahaan Listrik Negara (PLN), melakukan pemeliharaan komponen jaringan listrik sebagai persiapan awal SJUT. Lalu bagaimana tanggapan pengamat tata ruang dalam proyek ini? Berikut informasi selengkapnya.

1. Lebih sulit memindahkan posisi kabel

ilustrasi kabel listrik (pexels.com/Markus Winkler)
ilustrasi kabel listrik (pexels.com/Markus Winkler)

Akademisi Arsitektur dan Pegiat Tata Ruang, Prof Putu Rumawan Salain, mengatakan kabel kusut di Kota Denpasar adalah efek pilihan teknologi masa lalu. Rumawan menjelaskan, pada masa lalu, pemasangan kabel dengan tiang listrik lebih murah dibandingkan kabel bawah tanah.

“Jadi, untuk memudahkan pengerjaan pada zaman dulu yang murah dan cepat adalah sistem tiang-tiang itu,” kata Rumawan kepada IDN Times, Selasa (17/6/2025).

Pada masa lalu, penerapan tiang listrik ini tidak terlalu mengganggu manusia. Namun, perkembangan zaman dan industri berkontribusi pada banyaknya kabel kusut. Rumawan mencontohkan, dalam satu komplek perumahan di kota, separuh lebih rumah tangga telah berlangganan internet (WiFi) secara mandiri. Imbasnya, pemasangan WiFi tak luput dari kabel yang saling beradu dan membelit satu sama lain.

“Kita terganggunya sekarang ini, kan? Karena banyak ada WiFi dan kabel fiber optik,” ujarnya.

2. Memperhatikan saluran drainase

ilustrasi drainase air (freepik.com/kues1)
ilustrasi drainase air (freepik.com/kues1)

Menurut Rumawan, proses memindahkan kabel dari atas ke bawah tanah membutuhkan berbagai pertimbangan matang. Selain anggaran yang memadai, pemilihan teknologi yang sesuai juga penting. Penggunaan ducting (instalasi kabel bawah tanah), kata Rumawan, termasuk mahal. Khusus kabel listrik bawah tanah, per gulungnya dapat mencapai Rp1 juta. 

Selain anggaran yang melambung, perhatian pada kondisi saluran air atau drainase juga penting. Risiko penanaman kabel bawah tanah lebih tinggi. Sebab jika ada kerusakan harus menggali pada titik pemasangan kabel. Ditambah material lain yang kemungkinan ada di dalam saluran drainase seperti sampah dan lainnya.

“Lalu bagaimana dengan keamanan? Karena sering juga kita anggap drainase yang ada tidak selalu bersih ya. Kabel bisa saja tersangkut dengan sampah dan lain-lain,” kata Rumawan.

Pekerjaan rumah lainnya, pemerintah harus membangun kotak saluran kabel bawah tanah. Rumawan mencontohkan Jakarta yang telah menggunakan cara ini. Kotak itu akan mengikuti aliran sekitar drainase maupun di samping trotoar, yang di dalamnya berisi kabel bawah tanah. Pertimbangan cermat tata letak kotak kabel bawah tanah ini penting dilakukan agar memudahkan perawatan ke depannya.

3. Penting membuat kajian akademik

ilustrasi riset (freepik.com/DC Studio)
ilustrasi riset (freepik.com/DC Studio)

Rumawan mengungkapkan, proyek semacam ini membutuhkan kajian akademik sebagai panduan teknis pelaksanaan proyek. Kota Denpasar juga dapat melihat contoh di Kabupaten Badung, tepatnya Nusa Dua, yang telah menerapkan kabel bawah tanah di beberapa titik strategis. 

Teknologi kabel bawah tanah secara pola ruang akan menunjang estetika kota, sebab kabel tidak terlihat kusut. Namun, pembiayaan dan keamanan proyek dengan unsur tata ruang lainnya perlu disesuaikan aspek keamanannya.

“Makanya harus dipilih yang terbaik, mudah, dan aman seluruhnya,” kata dia.

Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us