Kehidupan Kota Denpasar Elite, Benarkah Airnya Sulit?

Denpasar, IDN Times - Sejak Hari Raya Kuningan Sabtu, 5 Oktober 2024 lalu, seorang warga Kelurahan Padangsambian, Kecamatan Denpasar Barat mengeluhkan air hanya hidup dari pukul 1 hingga 5 pagi saja. Warga yang tidak ingin disebutkan namanya ini mengaku telah membayar air secara rutin kepada Perumda Air Minum Tirta Sewakadarma.
“Air hanya hidup jam 1 malam sampai jam 5 pagi saja,” terangnya saat dihubungi direct message Instagram, Rabu (16/10/2024).
Ia yang merogoh kocek Rp200 ribu untuk biaya air, kini harus menampung air untuk stok beberapa hari ke depan. Ia tak sendiri, keluhan terhadap aliran air dari pelanggan Perumda Tirta Sewakadarma telah memperoleh tanggapan dari Ni Luh Djelantik, anggota Dewan Pimpinan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Daerah Pemilihan (Dapil) Bali.
1. Ramai dikeluhkan warga

Akun Instagram @tirtasewakadarma mengunggah postingan terkait perbaikan kisdam dan konstruksi sementara di Sungai Petanu. Unggahan itu menuliskan perbaikan telah selesai dikerjakan dan distribusi aliran air ke Perumda Air Minum Tirta Sewakadarma dilakukan bertahap, dimulai dari Minggu 6 Oktober 2024.
Postingan ini telah mendapatkan 93 komentar. Hampir seluruhnya mengeluhkan air yang mati. Kalaupun hidup, debit airnya sangat kecil. Akun Instagram @tirtasewakadarma membalas satu per satu komentar keluhan pelanggan. Adminnya memohon maaf dan menjelaskan penyebab gangguan aliran air karena pompa booster yang tidak bisa dioperasikan dengan optimal. Faktornya karena level air baku yang kecil.
2. Ditanggapi Ni Luh Djelantik

Beberapa warga memberikan komentar bernada keluhan terhadap air yang kerap mati dan melakukan tag pada akun Instagram Ni Luh Djelantik. Anggota DPD RI yang dikenal dengan tagar #LaporNiLuh ini merespon keluhan warga dengan membuat unggahan di akun Instagram @senatordjelantik. Melalui unggahan tersebut, Ni Luh menjelaskan bahwa masalah air di Bali tidak pernah kunjung selesai. Ia juga memohon maaf kepada warga Denpasar dan kabupaten lainnya di Bali yang mengalami persoalan serupa.
Sebagian besar keluhan datang dari warga di wilayah Denpasar Barat. Kasubag Humas Perumda Air Tirta Sewakadarma, Anak Agung Gede Dalem Eka Wijaya, menjelaskan segala keluhan warga yang ada di Instagram telah diteruskan ke bagian terkait.
“Semua yang di Instagram sudah kami teruskan ke bagian terkait, penanganan keluhan pelanggan ditangani oleh bagian distribusi,” kata Agung Dalem saat dihubungi WhatsApp, Rabu (16/10/2024).
Selasa (15/10/2024), IDN Times Bali sebelumnya telah mendatangi Kantor Perumda Tirta Sewakadarma, tetapi tidak dapat menemui langsung pejabat terkait. Satpam hanya memberikan nomor layanan pengaduan yang tidak tersambung saat ditelepon. Pagi (16/10/2024) ini, pesan WhatsApp dari IDN Times Bali dibalas oleh admin Perumda Tirta Sewakadarma dan menghubungkan pada nomor Agung Dalem.
IDN Times Bali juga telah mencoba menelepon ke empat nomor telepon pengaduan yang tertera di laman pdam.denpasarkota.go.id. Setiap kecamatan di Kota Denpasar memiliki nomor berbeda. Hasilnya, setelah beberapa kali panggilan, tidak ada yang tersambung.
3. Masalah air tidak hanya masalah perkotaan

Ironi persoalan distribusi air tidak hanya terjadi di Kota Denpasar. Wilayah pedesaan juga mengalami persoalan serupa seperti Desa Ban di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. Selama bertahun-tahun warga harus menampung air hujan melalui cubang. Desa Konyel di Kabupaten Bangli, juga sebelumnya tidak terdistribusi air selama belasan tahun. Kini, mereka mendapatkan bantuan dari pihak Lembaga Bantuan Hukum Bali Women Crisis Centre (LBH BWCC) bekerja sama dengan Konsulat Jenderal Australia.
Sungai Petanu di wilayah Pejeng Kawan, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar merupakan andalan distribusi air ke wilayah perkotaan. Kini kondisinyamengalami penurunan debit air. Satu penyebabnya karena kekeringan yang berkepanjangan. Hal ini telah dipantau oleh pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sejak Mei 2024 lalu.
Mengutip laman resmi BMKG, bahwa 19 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Beberapa wilayah itu seperti Aceh, Sumatra Utara, Riau, pesisir utara dan selatan Pulau Jawa, Bali Selatan, Nusa Tegngara Barat (NTB) dan sebagian Nusa Tenggara Timur (NTT). Kondisi kekeringan selama kemarau tersebut itu diprediksi akan mendominasi hingga September 2024.