Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kebijakan Sampah Plastik di Bali Turunkan Penghasilan Pemulung

ilustrasi sampah makanan (freepik.com/azerbaijian)
ilustrasi sampah makanan (freepik.com/azerbaijian)

Denpasar, IDN Times - Para pemulung di Bali mengungkapkan keresahannya begitu mendengar adanya kebijakan Gubernur Bali, I Wayan Koster, yang melarang produk-produk kemasan plastik sekali pakai, utamanya kemasan air mineral ukuran di bawah satu liter. Mereka meminta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali juga memperhatikan kelangsungan pekerjaan para pemulung yang sangat tergantung pada kemasan tersebut.

Misalnya, pemulung bernama Nagula yang setiap hari memungut sampah botol-botol dan gelas plastik di jalan sekitaran Legian. Sampah-sampah yang dilarang tersebut diperlukan pemulung untuk mencari uang.

"Kalau dilarang kan kami malah sulit untuk cari uangnya. Terus keluarga kami mau makan apa?” ucapnya.

1. Sampah plastik menghidupi keluarga pemulung

Ilustrasi tiga orang anak yang sedang membawa sekarung sampah (unsplash.com/Dulana Kodithuwakku)
Ilustrasi tiga orang anak yang sedang membawa sekarung sampah (unsplash.com/Dulana Kodithuwakku)

Pemulung lainnya, Hendro, yang ditemui di Pantai Legian mengaku sangat sedih begitu tahu Gubernur Koster akan melarang penggunaan plastik sekali pakai di antaranya gelas dan botol air minum kemasan plastik sekali pakai. Padahal sampah tersebut menjadi sumber penghasilannya setiap hari.

Menurutnya, dengan tidak ada peraturan pelarangan itu saja sudah sulit untuk mencari botol dan gelas air minum di Pantai Legian. Kondisi itu semakin sulit karena banyak para pemulung yang turut memungutnya.

“Saya kan hidup dari mengumpulkan botol-botol plastik ini. Kalau botol-botol itu dilarang, keluarga saya mau makan dari mana. Apa pemerintah mau menanggungnya? Saya tidak habis pikir dengan kebijakan seperti itu,” ujarnya.

Dari pekerjaannya sebagai pemulung di Pantai Legian, Hendro mengaku mendapatkan penghasilan sekitar Rp40-50 ribu per hari. Uang itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.

2. Penghasilan pemulung anjlok 50 persen

Recycle (https://pin.it/6oZsJTNFY)
Recycle (https://pin.it/6oZsJTNFY)

Ketua Umum Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), Prispolly Lengkong, mengatakan Surat Edaran Gubernur Bali yang melarang produsen untuk memproduksi air minum dalam kemasan di bawah satu liter itu pasti akan berdampak terhadap perekonomian para pemulung yang ada di Bali. Dia memperkirakan penghasilan mereka akan anjlok hingga 50 persen dengan adanya pelarangan itu.

Menurutnya, botol-botol air minum kemasan berukuran di bawah satu liter itu merupakan andalan penghasilan bagi keluarga para pemulung, karena harganya yang lumayan tinggi.

“Apalagi, saat ini pet galon harganya lagi turun dan para pabrikan tidak mau tercampur pet botol dan pet galon,” ujarnya.

Ia menilai, aturan tersebut memperlihatkan bahwa Pemprov Bali tidak peduli dengan kehidupan masyarakat minoritas atau masyarakat miskin yang mata pencahariannya memulung.

3. Kebijakan Pemprov Bali mengganggu rantai ekonomi daur ulangSekretaris Jenderal Asosiasi Daur

Ilustrasi sampah (pexels.com/Mali Maeder)
Ilustrasi sampah (pexels.com/Mali Maeder)

Sekretaris Jenderal Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Eddie Supriyanto, mengungkapkan bahwa botol AMDK di bawah 1 liter merupakan bahan baku utama industri daur ulang. Adanya pelarangan ini akan mengurangi pasokan dan mengganggu rantai ekonomi daur ulang. Menurutnya, solusi tepat bukan melarang produksi. Melainkan memperkuat sistem pemilahan sampah sesuai UU Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, dan PP Nomor 81 Tahun 2012. Pemprov Bali dapat memberdayakan aparat desa dan bank sampah untuk mengelola limbah tersebut.

“Jika pemilahan di tingkat rumah tangga dan desa dioptimalkan, sampah plastik bisa dikelola dengan baik tanpa perlu pelarangan,” jelasnya.

Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us