Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

AJI Indonesia Singgung Stigmatisasi Perceraian Sherina

ilustrasi laptop (pexels.com/Michel Rothstein)

Gianyar, IDN Times - Kabar perceraian penyanyi Sherina Munaf dan suaminya, Baskara Mahendra, ramai dibahas media siber di Indonesia. Namun dari pemberitaan tersebut, Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI Indonesia) menemukan belasan media siber yang mengabaikan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Pelanggaran yang ditemukan AJI Indonesia berupa pemberitaan bersifat opini yang mengaitkan perceraian Sherina dengan cuitannya pada media sosial X. Sherina mengungkapkan dukungannya terhadap Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender atau LGBT. Berita lainnya juga menyinggung soal orientasi seksual Sherina dan Baskara. AJI Indonesia menegaskan, orientasi seksual semestinya bersifat privat, tidak ada kaitannya dengan kepentingan publik.

"Pemberitaan media massa akan memengaruhi sikap dan pola pikir masyarakat terhadap minoritas gender dan seksual. Jurnalis punya kemampuan untuk mengubah persepsi masyarakat. Sehingga stigmatisasi, stereotip, dan diskriminasi kelompok minoritas bisa dihindari," kata Ketua Bidang Gender, Anak, dan Kelompok Marjinal AJI Indonesia, Shinta Maharani, dalam keterangan rilisnya Selasa, 21 Januari 2025.

Berikut ini laporan AJI Indonesia selengkapnya.

1. Sejumlah media siber ditemukan tidak menghormati keberagaman identitas gender

ilustrasi gender (pexels.com/Tim Mossholder)

AJI Indonesia melalui temuannya mengungkapkan adanya pemberitaan yang mengaitkan orientasi seksual dan tidak menghormati keberagaman identitas gender. Berita tersebut juga dinilai mengabaikan pentingnya inklusivitas terhadap kelompok minoritas berbasis identitas gender. Tipe pemberitaan tersebut semakin mempertebal stigma terhadap kelompok minoritas gender dan seksual yang berujung pada perlakuan diskriminatif.

Belasan pemberitaan media massa yang dipantau, ada kecenderungan mencampuradukkan opini dan fakta. Ini semakin diperparah dengan media yang tidak konfirmasi dengan narasumber karena hanya menyadur dari sumber media sosial. Hal lainnya yakni sumber pemberitaan tersebut diambil dari dari komentar-komentar warganet di akun anonim yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sesuai Kode Etik Jurnalistik.

Perceraian maupun pernikahan adalah hak seseorang yang bersifat privat. Ruang redaksi sejatinya memiliki prosedur dalam peliputan agar menghormati pilihan privat, dan tidak terus menjadikannya bahan tulisan pemberitaan. Berita soal perceraian dan pernikahan tidak ada hubungannya dengan kepentingan publik.

2. Ada sejumlah pasal dalam Kode Etik Jurnalistik yang dilanggar

ilustrasi hukum (freepik.com/freepik)

AJI Indonesia juga mengidentifikasi sejumlah pasal yang diabaikan oleh beberapa media massa. Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik menyatakan, bahwa wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya. Cara-cara profesional yang dimaksudkan yaitu menghormati hak privasi.

Ada pula Pasal 9 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan bahwa wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Kehidupan pribadi menyangkut kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang berhubungan dengan kepentingan publik.

Pasal 3 berbunyi wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara seimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Jurnalis juga harus menghormati keberagaman identitas gender dalam memproduksi karya jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik Pasal 8 menyebutkan wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Dewan Pers juga telah mengeluarkan Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman pada akhir Tahun 2023. Penyusunan pedoman tersebut mengacu pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dewan Pers menetapkan ruang lingkup keberagaman sebagai keseluruhan aspek yang bertaut dengan perbedaan identitas suku, agama, ras, antar golongan, dan gender.

3. AJI Indonesia mendorong media massa agar menghentikan pemberitaan sensasional yang mengobjektifikasi perempuan

ilustrasi perempuan (freepik.com/kroshka nastya)

AJI Indonesia mengecam segala bentuk ujaran kebencian dan perbuatan yang diskriminatif karena ini membuat kelompok minoritas gender dan seksual makin terpinggir dan kehilangan hak dan kesempatannya ambil berperan. Jurnalis memiliki kemampuan untuk mengubah persepsi masyarakat sehingga berbagai stigmatisasi, stereotip, dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas gender dan seksual bisa dihindari.

Dasar negara berupa Pancasila, serta Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menjamin setiap orang mendapat perlakuan sama dalam menjalankan agama atau keyakinan dan mengekspresikan dirinya. Pers dalam pemberitaannya, wajib untuk menghormati hak tersebut, termasuk suku, agama, ras dan antar golongan dan gender secara adil dan setara.

AJI Indonesia mendorong agar media massa menghindari pemberitaan yang bersifat sensasionalisme dengan melakukan objektifikasi perempuan dan menjadi perpanjangan tangan dari diskriminasi berbasis gender. Upaya lainnya yang dilakukan AJI Indonesia mengingatkan perusahaan media untuk menaruh perhatian serius terhadap liputan isu-isu bertema kelompok minoritas yang memperhatikan Kode Etik Jurnalistik. 

Selain itu, Dewan Pers hendaknya juga lebih aktif menyosialisasikan pedoman pemberitaan isu keberagaman supaya media massa punya perspektif yang adil terhadap kelompok minoritas berbasis identitas gender. Jika masyarakat menemukan pemberitaan yang melanggar kode etik dapat melapor melalui situs Dewan Pers.

Share
Topics
Editorial Team
Ni Komang Yuko Utami
Irma Yudistirani
Ni Komang Yuko Utami
EditorNi Komang Yuko Utami
Follow Us