Ekspor Kulit Samak dan Hasil Perkebunan Dari Bali Meningkat

Bali tidak bisa mengekspor manggis karena terlambat panen

Denpasar, IDN Times – Ekspor produk pertanian Bali tahun 2022 dilaporkam mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun begitu, ternyata dua sektor ekspor lainnya justru menguat, yakni perkebunan dan peternakan.

Kondisi tersebut disampaikan oleh Kepala Balai Karantina Pertanian Denpasar, Terunanegara, pada Kamis (22/12/2022), di kantornya. Ia menegaskan bahwa tahun ini Bali tidak bisa mengekspor manggis karena keterlambatan panen.

Baca Juga: Bangli Punya Wana Wisata Hutan Pinus Glagalinggah, Baru Diresmikan!

1. Total ekspor produk dari Bali meningkat tahun ini

Ekspor Kulit Samak dan Hasil Perkebunan Dari Bali MeningkatBalai Karantina Pertanian Denpasar. (IDN Times/Ayu Afria)

Terunanegara mengungkapkan bahwa per November 2022, kinerja ekspor Provinsi Bali mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2021. Tercatat Januari-November 2021 lalu, total nilai ekspor Bali sebesar Rp170.738.598.306. Sementara pada Januari-November 2022 sebesar Rp130.663.862.175. Nilai ekspor total di tahun 2022 tersebut terbagi menjadi:

  • Ekspor perkebunan: Rp49.047.433.363
  • Ekspor hortikultura: Rp7.997.070.477
  • Ekspor tanaman pangan: Rp6.055.000
  • Ekspor peternakan: Rp62.168.051.521

“Kami berharap ekspor komoditas pertanian dari Bali terus meningkat seperti sebelum masa pandemik,” harapnya.

Bali juga menghadapi kendala fumigasi untuk pelayanan ekspor karena tidak ada lagi kapal-kapal yang melayani peti kemas dari Pelabuhan Benoa. Proses fumigasi saat ini dilakukan di Surabaya sehingga banyak kapal-kapal ekspor yang bergeser ke Surabaya.

2. Penyumbang tertinggi ekspor komoditi dari Bali adalah perkebunan

Ekspor Kulit Samak dan Hasil Perkebunan Dari Bali Meningkatilustrasi vanili bubuk (pixabay.com/gate74)

Terunanegara mengungkapkan bahwa nilai ekspor tertinggi dari Bali adalah ekspor produk perkebunan. Produk itu di antaranya kopi, kakao, dan vanili. Produk ini diminati beberapa negara, di antaranya ekspor kopi ke Amerika, Australia, dan UEA. Sementara untuk vanili, diekspor ke Prancis dan Amerika.

Ekspor buah-buahan terbanyak ke China, UEA, dan Qatar. Produk hortikultura seperti cabai beku dan rimpang-rimpangan beku diekspor menuju Jepang. Sementara itu bahan jamu-jamuan, teh, dan sejenisnya diekspor ke Serbia, Australia, dan Finlandia.

Sektor hortikultura seperti manggis, pada tahun ini mengalami kemunduran panen. Akibatnya, tidak ada lalu lintas ekspor manggis, padahal ekspor manggis ke China memberikan kontribusi yang cukup tinggi.

“Musim bergeser, manggis memberikan kontribusi cukup tinggi sebenarnya. Harusnya sekarang ini puncak musim, tapi belum ada sampai hari ini. Kami pantau di lapangan memang ada keterlambatan panen dan juga tidak maksimal buahnya,” ungkapnya.

3. Ekspor peternakan meningkat signifikan, leather kulit ular diminati pasar Prancis

Ekspor Kulit Samak dan Hasil Perkebunan Dari Bali MeningkatProduk tas dari Whiteblue Leather. (Instagram/@whiteblue_leather)

Sementara itu ekspor sektor peternakan mengalami peningkatan signifikan dengan mayoritas ekspor kulit ular untuk bahan tas dan sebagainya. Produk tersebut menjadi penyumbang tertinggi ekspor sektor peternakan.

Terkait dengan ekspor kulit ular, ia tekankan sudah memiliki izin, mengingat produk ini sensitif di kalangan publik. Produk ini dikirim ke negara ekspor untuk digunakan sebagai bahan tas dan ikat pinggang. Produk ini datang dari berbagai wilayah di Indonesia seperti Kalimantan, Sumatra, dan Papua. Namun telah mengantongi izin dan berkuota resmi.

"Kulit ular itu paling banyak Prancis, Turki,” ungkapnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya