Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

[OPINI] Perbedaan Membuat Ogoh-ogoh dari Bambu Vs Styrofoam

ogoh-ogoh Hidimba Antaka (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Setiap Hari Pengerupukan (sehari sebelum Hari Raya Nyepi), warga Bali mulai mempersiapkan ogoh-ogoh. Setiap banjar sudah mulai terlihat aktivitas muda-mudi yang bergotong royong membuat ogoh-ogoh.

Seperti diketahui, ogoh-ogoh ini ada yang terbuat dari bambu dan styrofoam. Seperti apa ya perbedaan membuat ogoh-ogoh dari bambu vs styrofoam? Yuk simak penjelasan berdasarkan pengalaman penulis selama membuat ogoh-ogoh dari kedua bahan tersebut.

1. Mengulas bahan baku yang dipakai untuk membuat ogoh-ogoh

ogoh-ogoh Pedanda Amangan Wangke (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Styrofoam adalah bahan berwarna putih dari polisterin, yaitu jenis plastik yang sangat ringan dan kaku. Polisterin ini kemudian dicampur dengan seng dan senyawa butadien sehingga menjadi berwarna putih susu.

Berdasarkan jurnal berjudul "Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Penggunaan Styrofoam Sebagai Wadah Makanan" yang ditulis oleh Meutia Maulida Setiawan, Suparni, dan Tri Nurhayati, styrofoam sangat berbahaya bagi lingkungan karena polisterin tidak dapat mengurai. Jika nantinya ogoh-ogoh dipralina (dilebur) dengan cara dibakar, maka asapnya juga sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh.

Selama pembuatan, serpihan-serpihan halus styrofoam juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui hidung. Tentu saja hal ini membawa dampak yang kurang baik bagi tubuh. Oleh karenanya, sebaiknya memakai masker selama membuat ogoh-ogoh dari bahan dasar styrofoam.

Sedangkan bambu adalah bahan alami yang saat ini tidak terlalu sulit untuk mendapatkannya. Karena bahan alami, maka limbahnya tidak berbahaya bagi kesehatan lingkungan. Begitu pula ketika dibakar juga tidak menimbulkan dampak seburuk styrofoam.

2. Bentuk dari ogoh-ogoh

ogoh-ogoh Kama Ngawi Pati (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Dari segi wujud atau bentuk ogoh-ogoh, bahan styrofoam akan lebih mudah dibentuk. Mau wujudnya seperti terbang, bertumpuk-tumpuk, atau bentuk sulit lainnya akan mudah dibuat.

Sedangkan bambu memerlukan keahlian dari undagi (pembuat ogoh-ogoh) dan timnya untuk memikirkan cara membuat rangka dan ulatan (bambu yang dijalin). Di sinilah letak keunikannya dalam pembuatan ogoh-ogoh berbahan dasar bambu. Sangat sering terjadi, bentuk hasil akhir ogoh-ogohnya kadang tidak sesuai dengan desain yang direncanakan.

3. Durasi pengerjaan

ogoh-ogoh Mahakali (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Dari segi durasi, membuat ogoh-ogoh dari bahan styrofoam jauh lebih singkat dibandingkan bambu. Berdasarkan pengalaman penulis, dari proses menggabungkan styrofoam, pembentukan ogoh-ogoh, hingga siap untuk melakukan pengecatan membutuhkan waktu dua hingga tiga hari.

Proses pengecatan pun bisa dilakukan dalam waktu singkat, karena cukup hanya memberikan pelapis agar cat tidak diserap oleh styrofoam. Setelah dilapisi, barulah dilakukan pengecatan. Hasil pengecatan akan terlihat lebih rapi dan halus.

Sedangkan bambu, pada saat perancangan rangka ogoh-ogoh diperlukan penghitungan dan bentuk rangka utama yang tepat agar bentuk akhirnya sesuai dengan keinginan. Pembuatan rangka ogoh-ogoh dari bambu memerlukan beberapa tahapan, seperti memilah bambu, menjalin bambu atau disebut mengulat bambu, dan mengikat setiap ulatan bambu tersebut agar tidak lepas.

Setelah proses itu selesai, barulah kerangka ditutup dengan kertas. Biasanya menggunakan kertas pembungkus kemasan semen. Proses ini juga dilakukan secara perlahan agar permukaan badan ogoh-ogoh terlihat halus dan rapi, sehingga memudahkan dalam proses pengecatan.

Proses pengecatan sendiri juga tidak bisa dilakukan langsung. Melainkan harus dilakukan memakai cat pelapis sebagai dasarnya. Tentu saja proses membuat ogoh-ogoh dari bambu akan jauh lebih lama.

4. Beban ogoh-ogoh

ogoh-ogoh Pasung Maya (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Karakteristik styrofoam yang ringan memberikan keuntungan tersendiri, karena jauh lebih ringan. Hal ini membuat si pembuat tidak terlalu susah-susah memikirkan rangka ogoh-ogohnya.

Sedangkan ogoh-ogoh yang menggunakan bambu jauh lebih berat. Untuk itu, diperlukan kepintaran undagi untuk merancang kerangka utama, sembari memperkirakan beban yang harus ditopang oleh kerangka utama. Biasanya kerangka ini terbuat dari bahan besi. Perancangan kerangka akan bertambah sulit seiring dengan rancangan pose ogoh-ogoh. Misalnya, ingin membuat ogoh-ogoh seolah-olah tampak seperti melompat atau terbang.

5. Kerja sama dan gotong royong

Proses pembuatan kepala ogoh-ogoh Kepet Agung Banjar Tainsiat. (instagram.com/stysbtainsiat)

Makna pembuatan ogoh-ogoh selain untuk menjaga tradisi dalam rangkaian perayaan Nyepi, juga sebagai sarana untuk mempererat persaudaraan dan gotong royong sesama warga banjar. Selama membuat ogoh-ogoh dari bahan styrofoam, penulis merasakan gotong royong dan kebersamaannya menjadi berkurang. Karena sebagian besar orang yang bekerja untuk membuat ogoh-ogoh adalah undagi. Hal ini karena tidak semua orang bisa membentuk styrofoam.

Berbeda halnya dengan ogoh-ogoh dari bahan bambu, penulis merasakan adanya kerja sama dan gotong royong anggota banjar yang semakin erat. Ada warga yang mendapat tugas memilah bambu, ada yang bertugas mengulat, mengikat, dan sebagainya. Undagi hanya bertugas mengawasi dan memberitahukan cara pembuatannya saja.

So, kamu mau pilih membuat ogoh-ogoh dari bahan bambu atau styrofoam? Pilihan dikembalikan pada kesepakatan warga banjar. Penulis menyarankan sebaiknya memakai bahan dari bambu. Karena selain ramah lingkungan, kerja sama dan gotong royong warga akan lebih terasa. Selamat berkreasi, guys.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ari Budiadnyana
EditorAri Budiadnyana
Follow Us