Bukan Gempa Bumi, Inilah Pemicu Fenomena Tsunami di Banten
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Gelombang tinggi menerjang kawasan pesisir Pandeglang, Banten, hingga ke daerah Pantai Anyer, akhirnya dinyatakan resmi sebagai peristiwa tsunami oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Klarifikasi pernyataan BMKG pada Minggu (23/12) dini hari tadi terkait tsunami tak lain karena sebuah fenomena langka. Peristiwa tsunami di Pantai Barat Banten tidak dipicu oleh gempa bumi, seperti kejadian-kejadian pada umumnya. Lalu apa pemicunya?
1. Tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigakan
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menyatakan fenomena tsunami di Selat Sunda termasuk langka.
"Letusan Gunung Anak Krakatau juga tidak besar. Tremor menerus namun tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigakan. Tidak ada gempa yang memicu tsunami saat itu," ujar Sutopo dalam akun Twitter terverifikasi miliknya.
Sutopo tak menampik, hal tersebut membuat pihak BMKG maupun BNPB tak bisa langsung menyebut peristiwa tersebut sebagai tsunami. "Itulah sulitnya menentukan penyebab tsunami di awal kejadian," terangnya.
Baca Juga: Kronologi Singkat Personel Seventeen Disapu Tsunami Banten
2. Kemungkinan tsunami terjadi akibat erupsi Gunung Anak Krakatau
Sutopo menjelaskan, penyebab tsunami di Pandeglang dan Lampung Selatan adalah kemungkinan kombinasi dari longsor bawah laut akibat pengaruh erupsi Gunung Anak Krakatau dan gelombang pasang saat purnama. Saat ini, kata dia, BMKG masih meneliti lebih jauh untuk memastikan penyebab tsunami.
"Mohon maaf jika di twitt awal saya menyampaikan bukan tsunami tapi gelombang pasang. Adanya perubahan dan perbaikan informasi karena sesuai dengan data dan analisis terbaru. Jadi, benar ada tsunami di Selat Sunda. Kita semua mengacu BMKG," cuit Sutopo.
3. Peristiwa tsunami tidak disebabkan oleh gempa bumi
Dwikorita melanjutkan, BMKG berkoordinasi dengan Badan Geologi melaporkan, pada pukul 21.03 WIB, Gunung Anak Krakatau kemabli erupsi sehingga peralatan seismometer setempat rusak, tetapi seismic Stasiun Sertung merekam adanya getaran tremor terus menerus (Tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigakan).
"Berdasarkan rekaman seismik dan laporan masyarakat, peristiwa ini tidak disebabkan oleh aktivitas gempa bumi tektonik namun sensor Cigeulis (CGJI) mencatat adanya aktivitas seismic dengan durasi ± 24 detik dengan frekwensi 8-16 Hz pada pukul 21.03.24 WIB," ungkapnya.
Baca Juga: Ombaknya Bisa Mematikan, 4 Pemicu Utama Munculnya Tsunami
4. Masyarakat diimbau tetap tenang
BMKG mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
"Juga diimbau untuk tetap menjauh dari pantai perairan Selat Sunda, hingga ada perkembangan informasi dari BMKG dan Badan Geologi," kata Dwikorita.
5. Jumlah pengungsi masih dalam pendataan
Hingga saat ini jumlah korban tsunami di Selat Sunda, khususnya di daerah Pandenglang, Lampung Selatan dan Serang terus bertambah. Hingga Minggu (23/12) pukul 07.00 WIB, data sementara jumlah korban dari bencana tsunami di Selat Sunda tercatat 43 orang meninggal dunia, 584 orang luka-luka dan 2 orang hilang. Kerugian fisik meliputi 430 unit rumah rusak berat, 9 hotel rusak berat, 10 kapal rusak berat dan puluhan rusak.
"Jumlah pengungsi masih dalam pendataan. Pandeglang adalah daerah yang paling parah terdampak tsunami," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.