Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Warga Ziarah ke TPB Margarana Tabanan saat Umanis Galungan

IMG-20251120-WA0009.jpg
Warga berziarah ke TPB Margarana, pada Kamis (20/11/2025). (Dok.IDN Times/Istimewa)

Tabanan, IDN Times - Hari Umanis Galungan bertepatan dengan peringatan Perang Puputan Margarana, Kamis (20/11/2025). Biasanya warga Bali akan berziarah ke Taman Pujaan Bangsa (TPB) Margarana setiap tanggal 20 November, termasuk hari ini. Warga yang datang berziarah di Desa Marga, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan ini sebagian besar adalah keturunan para pejuang yang gugur dalam Perang Puputan Margarana pada 20 November 1946.

Ada juga warga lain yang menggunakan momentum peringatan tersebut sebagai sarana edukasi bagi generasi muda mengenai keberanian, pengorbanan, dan nilai cinta Tanah Air yang diwariskan para pejuang.

1. Mendengarkan kisah perjuangan leluhur secara turun temurun

IMG-20251120-WA0011.jpg
Warga berziarah ke TPB Margarana, pada Kamis (20/11/2025). (Dok.IDN Times/Istimewa)

Warga Bali yang datang berziarah ke TPB Margarana adalah keluarga I Gusti Ketut Gede Mantara Putra (50). Ia datang bersama sejumlah rombongan yang terdiri dari ayah, bibi, anak, istri, dan sepupunya. Mereka keturunan dari (alm) I Gusti Wayan Kuduk, pejuang yang gugur saat berperang.

“Kami berziarah mendoakan almarhum kakek. Dulu beliau gugur saat berperang melawan Belanda. Kebetulan momennya pada perayaan Hari Raya Galungan," ujarnya, Kamis (20/11/2025).

Mantara Putra mengetahui kisah perjuangan sang kakek berdasarkan cerita dari neneknya. Sang kakek pada masa revolusi kemerdekaan memang sering berpindah-pindah atau bergerilya bersama pasukan I Gusti Ngurah Rai.

“Kami berasal dari Mengwi. Kakek kami kala itu memanipulasi alamat supaya keluarganya tidak jadi korban. Bahkan namanya dulu diganti menjadi Wayan Kuduk,” ungkapnya.

2. Keluarga pejuang tidak memiliki arsip mengenai kisah perjuangan leluhurnya

IMG-20251120-WA0013.jpg
Warga berziarah ke TPB Margarana, pada Kamis (20/11/2025). (Dok.IDN Times/Istimewa)

Keluarga dari pejuang yang gugur di Perang Puputan Margarana tahun 1946 ini mengaku tidak memiliki arsip perjuangan leluhurnya. Seperti yang dituturkan keluarga pejuang, I Gusti Ngurah Darma Putra, pria asal Desa Senganan, Kecamatan Penebel. Ia datang bersama keluarga untuk mendoakan kakeknya yang dulu gugur berjuang bersama I Gusti Ngurah Rai.

“Setiap tahun datang untuk berziarah dan sengaja membawa anak agar dia tahu bahwa buyutnya dulu adalah seorang pejuang kemerdekaan,” katanya.

Ia mengakui tidak ada arsip mengenai perjuangan kakeknya. Namun ia mengetahui cerita kepahlawanan kakeknya dari sang ayah. Pada zaman gerilya, kakek merupakan wakil dari Desa Senganan yang ikut berperang.

"Selain kakek, banyak juga pejuang dari Desa Senganan yang ikut,” ujarnya.

3. Belajar nilai perjuangan ke TPB Margarana

IMG-20251120-WA0014.jpg
Museum TPB Margarana (Dok.IDN Times/Istimewa)

Warga lain, I Wayan Budiarta, dari Desa Geluntung, Kecamatan Marga juga datang berziarah meski tidak memiliki keluarga yang gugur. Baginya, datang ke TPB Margarana adalah bentuk penghormatan kepada para pahlawan. Menurutnya, anak-anak harus tahu jika di lokasi tersebut pernah terjadi pertempuran besar.

Selain berziarah, Budiarta rutin mengajak anak-anaknya mengunjungi Museum TPB Margarana sebagai cara mengenalkan sejarah dan menumbuhkan rasa nasionalisme sejak dini. Ia menilai kunjungan langsung ke lokasi bersejarah membuat anak-anak lebih memahami nilai perjuangan.

Putu Sri Wahyuni, warga asal Desa Adat Cepik, juga mengajak anak-anaknya berkunjung ke museum. Ia mengaku cukup sering datang meski museum tidak selalu buka. Upacara peringatan setiap 20 November juga menjadi caranya menanamkan rasa nasionalisme bagi generasi muda.

"Spot wajib di TPB Margarana ini adalah museumnya. Di sini kami bisa lihat senjata dan benda bersejarah,” katanya.

Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us

Latest News Bali

See More

Warga Ziarah ke TPB Margarana Tabanan saat Umanis Galungan

20 Nov 2025, 16:57 WIBNews