3 Tahun dalam Gejolak Penolakan, Terminal LNG Sidakarya Jadi Dibangun

Denpasar, IDN Times - Selama tiga tahun dalam gejolak penolakan, pembangunan Terminal Liquefied Natural Gas (LNG) di Sidakarya, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar diputuskan berlanjut. Informasi ini berasal dari pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melalui Gubernur Bali, Wayan Koster, pada 4 September 2025 lalu.
Koster mengatakan, Terminal LNG akan dibangun di titik berjarak 3,5 kilometer (km) dari pesisir pantai Sidakarya. Lelaki asal Desa Sembiran ini telah bertemu Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Dr Hanif Faisol Nurofiq, di Jakarta Selasa lalu, 2 September 2025. Sebelumnya, pada 27 Mei 2025 lalu. Menurut Koster, Menteri LH telah memberikan sinyal hijau kelanjutan pembangunan LNG di Bali.
Kala itu Hanif mengatakan pembangunan LNG bisa berlanjut dari sisi lingkungan, dengan syarat penguatan mitigasi dampak ekologis.
Seperti apa perkembangan pembangunan LNG Sidakarya ini, dan bagaimana tanggapan aktivis lingkungan? Ini informasi selengkapnya.
1. Perubahan lokasi pembangunan LNG dari di bibir pantai bergeser ke tengah laut

Koster menyatakan, pembangunan Terminal LNG berada di jarak 3,5km dari pantai. Alasannya sebagai upaya menjaga kehidupan ekosistem laut.
“Jadi, tidak lagi di bibir pantai Sidakarya, jadi di dalam, supaya ramah lingkungan dan tidak ribut lagi," ujar Koster.
Sementara, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali, Made Krisna Dinata, mengatakan berdasarkan dokumen ANDAL RKL-RPL (Analisi dampak Lingkungan Rencana Pengelolaan Lingkungan Rencana Pemantauan Lingkungan) terakhir yang dibahas per tanggal 26 Maret 2025, posisi pembangunan terminal berada di jarak 500 meter dari mangrove.
“Tentu hal ini tegas kami pertanyakan terutama terkait dampaknya terhadap mangrove, terlebih akan ada dumping (pembuangan pasir) dengan cara reklamasi,” kata Krisna saat dihubungi IDN Times Senin kemarin, 8 September 2025.
Krisna mengkhawatirkan metode itu akan mengancam habitat mangrove. Ia mencontohkan mangrove di Sidakarya dikhawatirkan mati seperti saat reklamasi oleh Pelindo III Cabang Benoa. Ia menegaskan reklamasi Cabang Benoa yang dilakukan menyebabkan mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai mati, dengan luas sekitar 17 hektare.
2. Kajian terbaru mengenai perpindahan lokasi LNG harus dipublikasikan dan dirapatkan ulang

Krisna juga mempertanyakan konsistensi posisi pembangunan Terminal LNG. Sebab, ini bertautan dengan berbagai dokumen justifikasi tata ruang yang disertakan dalam ANDAL RKL RPL masih mengacu dokumen lama. Dari dokumen yang Krisna ketahui, pembangunan Terminal LNG masih berada di kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai.
Sementara, rencana terbaru soal pembangunan Terminal LNG akan berada di laut lepas atau 3,5km dari pesisir, bagi Krisna harus memiliki dasar dan kajian yang komprehensif. Ia menegaskan agar kajian perpindahan lokasi tersebut semestinya dapat dipublikasikan dan dirapatkan ulang.
“Sebab kami tidak mempunyai kajian atau informasi resmi terkait teknis Terminal LNG yang diklaim berada di lepas pantai atau berjarak 3,5km dari pesisir tersebut,” ungkap Krisna.
Krisna menjelaskan, proses pengkajian ulang dokumen ANDAL RKL RPL harus melibatkan berbagai elemen warga. Terutama warga dan komunitas terdampak, serta elemen warga yang secara khusus mengawal isu ini.
3. Dokumen ANDAL RKL RPL akan terbit akhir September 2025

Koster menyatakan, dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sebagai tahapan terakhir persiapan pembangunan Terminal LNG Sidakarya. Dokumen tersebut tengah diproses di Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup.
Krisna menduga dokumen tersebut tidak melibatkan warga secara menyeluruh. Ia berpendapat, ini akan berdampak pada kelangsungan hidup warga dan ekosistem sekitarnya.
“Jelas terlihat jika prosesnya dikebut dengan tidak melakukan proses sebagaimana yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.
Sementara, Sekretaris Daerah (Sekda) Bali, Dewa Indra, mengatakan pembangunan Terminal LNG Sidakarya akan dilanjutkan. Ia turut mengakui titiknya akan bergeser ke area lepas pantai dari titik semula.
"Akan dilanjutkan. Cuma titiknya dipindahkan ke offshore ya (area lepas pantai). Nanti ada jarak yang coba ditentukan, titik yang awal dipindahkan,” kata Dewa Indra.
Dewa Indra mengatakan, proyek pembangunan Terminal LNG ini akan dilanjutkan karena sesuai strategi Pemprov Bali, yaitu mensubsidi energi bersih energi yang ramah lingkungan.
“Ini pilihan yang tidak mungkin kita mundur, point of no return,” katanya.