Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tari Baris Bedug dan Karya Alilitan Resmi Menjadi WBTB

baris bedug.jpg
Tari Baris Bedug khas Buleleng. (Dok.Pemkab Buleleng)

Buleleng, IDN Times - Tari Baris Bedug dan Karya Alilitan. Kamu pernah mendengar dua istilah itu? Mungkin kalau Tari Baris, kamu sudah pernah mendengarnya. Lalu gimana dengan Tari Baris Bedug? Kalau belum, ayo kenalan dengan dua tradisi ini. Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenbud RI) resmi menetapkan keduanya jadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Tahun 2025.

Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Kabupaten Buleleng, Nyoman Wisandika, mengungkapkan sebelum ditetapkan jadi WBTB, ada proses panjang di baliknya.

“Dimulai sejak akhir tahun 2024, melalui tahapan verifikasi, perlengkapan narasumber, hingga sidang penetapan di Kementerian Kebudayaan minggu lalu,” kata Wisandika dari rilis resmi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng.

Lalu, apa itu Tari Baris Bedug dan Karya Alilitan? Yuk baca selengkapnya di bawah ini.

1. Tari Baris Bedug ditarikan saat rangkaian proses ngaben dan Karya Alilitan, tradisi unik Catur Desa

ilustrasi ngaben.jpg
Ilustrasi ngaben (IDN Times/Yuko Utami)

Wisandika menyampaikan, kedua tradisi ini unik dengan ciri khas lokal yang tidak dimiliki daerah lain. Sehingga, menjadi alasan kuat penetapannya sebagai WBTB. Tari Baris Bedug Buleleng, misalnya, memiliki keunikan pada bungkuk atau buntalan kain di punggung penari. Buntalan kain itu menggambarkan simbol khusus dalam upacara ngaben.

Persembahan Tari Baris Bedug ini biasanya saat proses ngaben, tepatnya pada saat tedun sawe dan pelepasan tali peti. Tedun sawe maksudnya adalah menurunkan jenazah dari bade (menara tempat jenazah) sebelum dibakar. Ada empat orang penari laki-laki yang membawakan tarian ini.

Sementara, Karya Alilitan adalah tradisi khas dari empat desa di kawasan Catur Desa, yaitu Desa Gobleg, Desa Munduk, Desa Gesing, dan Desa Umejero. Leluhur Catur Desa mewariskan tradisi ini secara turun-temurun dan masih lestari hingga kini. Karya Alilitan bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur berkat sumber air yang mengitari keempat desa tersebut.

2. Jumlah WBTB Buleleng saat ini menjadi 18 unsur budaya

Potret Handara Gate di Buleleng, Bali (pexels.com/Alex P)
Potret Handara Gate di Buleleng, Bali (pexels.com/Alex P)

Kata Wisandika, penetapan WBTB tidak dapat diberikan pada tradisi yang sudah punah atau tidak lagi dilaksanakan. Tari Baris Bedug maupun Karya Alilitan masih hidup dan berkelanjutan hingga kini, karena setiap generasi masih menjalaninya.

Kedua tradisi ini menambah daftar WBTW di Bali Utara. Kabupaten Buleleng kini memiliki 18 unsur budaya sebagai WBTB. Pihaknya akan mendorong tradisi lain dan cagar budaya di Buleleng masuk dalam WBTB.

“Setiap tahun kami mengusulkan baik permainan tradisional, ritus, maupun karya budaya lainnya. Tahun ini, satu cagar budaya yaitu Gereja Pantekosta juga sudah hampir rampung, menunggu SK (Surat Keputusan) Bupati,” ujar Wisandika.

3. Lokakarya dan sosialisasi tradisi Buleleng agar tak punah

Ilustrasi Sosialisasi (unsplash.com/productschool)
Ilustrasi Sosialisasi (unsplash.com/productschool)

Wisandika menegaskan bahwa pelestarian kebudayaan menjadi tanggung jawab bersama. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga warga dan generasi muda.

“Kebudayaan harus digali, dikembangkan, disebarluaskan, dan dilestarikan. Ini bukan hanya untuk kita, tetapi untuk generasi penerus. Kita tidak ingin tradisi seperti permainan tradisional atau tari-tarian sakral ini hilang,” kata dia.

Pihak Disbud Buleleng kerap mengupayakan adanya lokakarya dan sosialisasi permainan tradisional sebagai upaya keberlanjutan tradisi khas Buleleng. Kegiatan tersebut bekerja sama dengan kalangan akademisi dan sekolah-sekolah se-Buleleng.

Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us

Latest News Bali

See More

Pegawai Bar Hilang Saat Spearfishing di Nusa Penida

14 Okt 2025, 17:14 WIBNews