5 Kawasan Konservasi di Bali Miliki Peran Strategis untuk pelestarian

- Peran strategis kawasan konservasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dengan tiga pilar utama.
- Pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi melalui dua skema izin, yaitu Perizinan Berusaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (PB-PJWA) dan Perizinan Berusaha Pengusahaan Sarana Jasa Lingkungan Wisata Alam (PB-PSWA).
- Penataan ke dalam blok ditujukan untuk menyesuaikan pola pengelolaan berdasarkan potensi sumber daya alam, kondisi aktual di lapangan serta kepentingan pengelolaan.
Denpasar, IDN Times - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali bertanggung jawab dalam pengelolaan lima wilayah seluas 6.284,36 hektare.
Kepala Balai KSDA Bali, Ratna Hendratmoko menyebutkan di antaranya meliputi Cagar Alam (CA) Batukau seluas 1.773,80 hektare, Taman Wisata Alam (TWA) Danau Buyan Tamblingan seluas 1.847,38 hektare, TWA Sangeh seluas 13,91 hektare, TWA Gunung Batur Bukit Payang seluas 2.075 hektare, dan TWA Panelokan seluas 574,27 hektare.
"Kawasan konservasi yang berada di bawah pengelolaan BKSDA Bali memiliki peran strategis dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya," ungkapnya, Selasa (14/10/2025).
1. Pelestarian diatur dalam undang-undang

Menurut Ratna Hendratmoko peran strategis dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya terssebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Pelaksanaanya melalui tiga pilar utama, yaitu
Perlindungan sistem penyangga kehidupan. Prinsip perlindungan diwujudkan melalui upaya menjaga kawasan dari berbagai ancaman, seperti kerusakan habitat, perambahan,dan perburuan liar yang berpotensi mengganggu kelestarian flora dan fauna.
Pengawetan anekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Prinsip pengawetan difokuskan pada pemeliharaan keseimbangan ekosistem secara alami serta mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagai dasar konservasi jangka panjang.
Pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara lestari. Prinsip pemanfaatan diarahkan pada pemanfaatan potensi kawasan secara berkelanjutan, antara lain melalui pengembangan wisata alam, pendidikan lingkungan, dan pelibatan aktif masyarakat lokal, tanpa mengganggu fungsi ekologis kawasan.
Lebih lanjut ketentuan tersebut telah diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024, yang menegaskan kembali pentingnya prinsip-prinsip konservasi dalam menjaga keberlanjutan fungsi ekologis kawasan konservasi.
"Melalui penerapan ketiga pilar konservasi tersebut, BKSDA Bali berkomitmen untuk mewujudkan pengelolaan kawasan konservasi yang seimbang, harmonis, dan bertanggung jawab antara aspek pelestarian lingkungan dan pemanfaatan berkelanjutan," jelasnya.
2. Ada dua skema izin pemanfaatan pariwisata
Ratna menambahkan salah satu pola pemanfaatan konservasi keanekaragaman hayati adalah pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, melalui layanan pengunjung wisata dan pemberian izin pengusahaan wisata alam. Pengusahaan pariwisata alam di kawasan konservasi, melalui dua skema izin, yaitu: Perizinan Berusaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (PB-PJWA) dan Perizinan Berusaha Pengusahaan Sarana Jasa Lingkungan Wisata Alam (PB-PSWA).
"Dua skema izin ini diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan, melalui OSS. Untuk Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam diprioritaskan untuk masyarakat di sekitar kawasan konservasi penataan kawasan merupakan salah satu dasar dalam pengelolaan TWA," terangnya.
3. Penataan ke dalam blok ditujukan untuk menyesuaikan pola pengelolaan

Penataan kawasan ke dalam blok pengelolaan ditujukan untuk menyesuaikan pola pengelolaan berdasarkan potensi sumber daya alam, kondisi aktual di lapangan serta kepentingan pengelolaan. Kegiatan tradisional masyarakat sekitar, kegiatan budaya serta keagamaan merupakan bagian tak terpisahkan dalam penataan blok pengelolaan.
Misalnya saja blok pengelolaan pada TWA Panelokan terdiri dari blok perlindungan, blok pemanfaatan, dan blok lainnya yang berupa blok khusus dan blok religi, budaya dan sejarah.
Adapun yang dimaksud dengan Blok Perlindungan adalah bagian dari kawasan yang ditetapkan sebagai areal untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya pada kawasan selain taman nasional.
Blok Pemanfaatan adalah bagian dari TWA yang ditetapkan karena letak, kondisi dan potensi alamnya yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi lingkungan lainnya. Blok lainnya adalah blok yang ditetapkan karena adanya kepentingan khusus guna menjamin efektivitas pengelolaan kawasan konservasi.