Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Petani Jatiluwih Pasang Seng, Sekalian Wisatawan Tidak Usah Datang

IMG-20251205-WA0009.jpg
Petani di Jatiluwih memasang seng di seputaran lahan sawah (Dok.IDN Times/Istimewa)

Tabanan, IDN Times - Ditutupnya bangunan usaha di Daya Tarik wisata (DTW) Jatiluwih oleh Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali beberapa waktu lalu membangkitkan protes dari para petani di Jatiluwih, Kabupaten Tabanan. Selama dua hari berturut-turut, yaitu pada Kamis (4/12/2025) dan Jumat (5/12/2025), petani di Jatiluwih memasang seng beserta pagar dari plastik di seputaran lahan sawahnya.

Sworang petani di Jatiluwih, Nengah Darmika Yasa, memasang seng dan plastik sebagai upayanya untuk menyelamatkan lahan sawah di Jatiluwih yang menjadi warisan budaya dunia. Menurutnya, pariwisata ibarat seperti gula yang mendatangkan semut. Petani tentu ingin mendapatkan sedikit rejeki dari kunjungan wisatawan.

Namun karena hal tersebut dianggap merusak, maka akan lebih baik jika wisatawannya tidak usah datang sekalian.

"Selama ini kami petani yang menjaga lahan ini. Petani selama ini selalu jadi penonton di pariwisata. Ketika memiliki usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup, dibilang kami ini perusak," ujarnya, Jumat (5/12/2025).

1. Petani selama ini mendapatkan sedikit bagian dari pariwisata

IMG-20251205-WA0007.jpg
Petani di Jatiluwih memasang seng di seputaran lahan sawah. (Dok.IDN Times/Istimewa)

Darmika Yasa memiliki lahan sawah seluas 66 are yang masuk dalam Tempek Telabah Muntig, Subak Jatiluwih. Sekitar dua are dari lahannya ia bangun warung yang terbuat dari bambu. Namanya Warung Sunari Bali. Usaha warung ini diakui memberikan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari.

"Namun ada wacana jika lapak petani lokal yang dianggap melanggar akan ditutup semua," ujarnya.

Ia melanjutkan, Jatiluwih ditetapkan sebagai warisan budaya dunia yang mendatangkan banyak wisatawan. Namun di tengah titel yang prestigious, ada petani yang cuma jadi penonton.

"Petani di Jatiluwih memang selama ini mendapatkan bagian dari pendapatan wisata yang disalurkan melalui subak. Namun itu tidak banyak. Kalo dibagi itu pun jadi ratusan ribu rupiah saja. Giliran kami ingin punya pendapatan lebih, dibilang merusak," protes Darmika Yasa.

2. Petani tidak ingin hanya jadi penonton di dalam pariwisata

IMG-20251205-WA0006.jpg
Petani di Jatiluwih memasang seng di seputaran lahan sawah. (Dok.IDN Times/Istimewa)

Darmika Yasa memutuskan memasang seng dan plastik ini sesuai hasil rembug dengan petani lainnya. Pemasangannya dilakukan, Jumat (5/12/2025), diikuti setidaknya 30 petani di Jatiluwih.

"Mungkin ke depan akan bertambah. Tetapi diusahakan selesai semua hari ini pemasangannya," kata Darmika.

Ia berharap pemerintah lebih memperhatikan nasib petani. Sebab selama ini petani selalu jadi penonton dari gemerlapnya pariwisata Bali.

"Memang ada bantuan pupuk gratis. Ada pembagian pendapatan dari pariwisata. Tetapi kalau dihitung, itu tidak cukup. Kalau memang kami tidak boleh membuka usaha, maka pembagian dari pariwisata persentasenya memadai," katanya.

3. Tidak ada lagi generasi penerus petani ke depan

IMG-20251205-WA0010.jpg
Petani di Jatiluwih memasang seng di seputaran lahan sawah. (Dok.IDN Times/Istimewa)

Pendapatan petani yang tidak mencukupi selama ini menyebabkan generasi muda jarang yang mau bertani. Ini menjadi alasan Darmika Yasa membuka warung di tengah lahannya.

"Saya mengajak anak mengelola warung. Sekalian saya ajak untuk membantu mengolah sawah. Jadi nanti akan ada penerusnya. Selama ini mereka tidak mau bertani dan lebih memilih bekerja di kota," katanya.

Sementara Wayan Kawiasa (52), warga Banjar Jatiluwih Kawan, sangat kecewa dengan penyegelan yang dilakukan oleh aparat tersebut. Menurutnya, petani lokal ibaratnya bertelur di atas padi namun tidak bisa menikmati hasil.

"Kami petani lokal seperti ayam yang bertelur di atas padi. Telurnya diambil, tapi kami tidak diperbolehkan makan padinya," katanya.

Menurutnya, sebagai petani pemasukannya tidak seberapa. Sehingga ia memutuskan mengais rezeki tambahan dengan membuka warung seiring pesatnya pariwisata di Jatiluwih. Wayan Kawiasa melanjutkan, jika keberlangsungan sawah di Jatiluwih juga terancam. Pasalnya tidak ada regenerasi petani saat ini.

"Mungkin saya ini generasi terakhir yang mau jadi petani. Anak saya kerja di kota, tidak mau jadi petani," katanya.

Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us

Latest News Bali

See More

Petani Jatiluwih Pasang Seng, Sekalian Wisatawan Tidak Usah Datang

05 Des 2025, 18:45 WIBNews