Tajen di Luar Tradisi Tergolong Judi, Gubernur Bali: Tidak Perlu Perda

Denpasar, IDN Times - Peristiwa pilu tajen berdarah di Kabupaten Bangli menewaskan satu orang dan satu orang lainnya luka berat, menjadi catatan kelam atas tradisi tajen di Bali. Tajen berawal dari ritual Tabuh Rah. Upacara ini berlangsung di utama mandala Pura Penataran Agung dengan mengadu dua ekor ayam jantan. Peraduan tersebut adalah rangkaian dari upacara caru yang dipersembahkan.
Lewat upacara Tabuh Rah itu, muncul yang disebut tajen (mirip sabung ayam). Taruhannya berupa uang yang nominalnya berkisar puluhan ribu hingga puluhan juta. Sehingga tajen yang dilaksanakan merupakan perjudian yang murni, tidak termasuk yadnya (persembahan). Seiring perkembangannya, pelaksanaan tajen tidak hanya berasal dari Desa Adat Batur Rening. Tapi babotoh (pemain tajen) yang datang dari desa-desa tetangga. Lalu apa langkah pemerintah atas tragedi ini? Simak informasi selengkapnya.
1. Perlu kajian mendalam

Gubernur Bali ,Wayan Koster, mengatakan butuh kajian mendalam terkait pembahasan tajen. Ia berkata, tajen adalah kebutuhan tradisi dan harus terlaksana saat upacara berlangsung. Jika mengacu pada sumber tradisi masa lalu, tabuh rah dilaksanakan untuk menolak bala dan malapetaka di desa.
Pelaksanaannya akan diawali dengan adu kelapa, tingkih, pangi, dan telur yang disertai dengan ucapan mantra-mantra oleh pemangku. Selanjutnya, dua ayam saling beradu atau disebut dengan perang satha, hingga ayam tersebut mengeluarkan darah.
“Itu perlu kajian mendalam. Jadi dalam pandangan kami, sepanjang tajen itu untuk kebutuhan tradisi, upakara yang sudah berlangsung, itu tidak masalah,” kata Koster di depan Ruang Rapat Wiswa Sabha Utama, Kota Denpasar pada Senin (30/6/2025).
2. Tidak perlu ada perda baru

Koster mengatakan, jika pelaksanaan tajen di luar peruntukan upacara, maka tajen tergolong dalam judi. Ia menegaskan, tidak perlu ada pengaturan khusus soal tajen dalam peraturan daerah (perda).
“Tapi di luar itu, kalau tajen dilaksanakan di tempat khusus, bukan di acaranya, itu masuk kategori judi. Ya dilarang. Tidak perlu ada perda,” ujarnya.
3. Pengaturan tajen dapat tertuang dalam perda yang sudah ada

Sementara itu, Wakil Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Buleleng, Ida Gede Komang Kresna Budi, mengatakan tradisi sajen dapat diatur. Menurut Kresna, aturan yang dibuat tidak harus berupa perda baru. Melainkan pengaturan soal tajen dapat termuat dalam perda yang berkaitan dengan kearifan lokal tradisi Bali.
“Pengaturan tradisi tajen, apa pun bisa diatur. Rokok, mikol. Tajen, kenapa tidak?” kata Kresna di depan Ruang Rapat Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, pada Senin (30/6/2025).