Satu Tahun Asta Cita, Pekerja Disabilitas di Bali Belum Terserap Rata

Denpasar, IDN Times - Kini sudah setahun masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Visi dan delapan misi mereka bernama Asta Cita. Satu di antaranya berisi penguatan peran dan perlindungan hak disabilitas. Meskipun berangkat dari cita-cita mulia, tapi disabilitas netra di Bali menilai Asta Cita untuk penyandang disabilitas belum terwujud.
Ni Wayan Resiani (52) atau karib disapa Jero Puri menyampaikan pandangannya, bahwa hak disabilitas belum sepenuhnya terwujud di Bali. Perempuan dengan disabilitas netra low vision ini menuturkan, hak disabilitas, terutama pendidikan inklusif, masih jauh dari harapan.
“Belum sepenuhnya terwujud, masih banyak tantangan yang harus diatasi, seperti keterbatasan tenaga pendidik khusus dan minimnya akses pendidikan di daerah terpencil,” kata Jero Puri kepada IDN Times, Senin (20/10/2025).
1. Akses dan kualitas pendidikan inklusif menjadi sorotan

Berdasarkan laporan United Nations Children's Fund (UNICEF) atau Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2023, anak-anak dengan disabilitas di Indonesia masih menghadapi ketidaksetaraan dalam beberapa aspek di antaranya pendidikan, kesehatan, dan inklusi sosial.
Pemerintah telah meluncurkan beberapa kebijakan untuk meningkatkan inklusi pendidikan bagi anak-anak dengan disabilitas. Misalnya, program Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI). Namun, Jero Puri menyoroti ada banyak tantangan yang harus dilalui, seperti keterbatasan tenaga pendidik khusus dan akses pendidikan di daerah terpencil yang minim.
“Jadi, masih perlu upaya yang lebih besar untuk mewujudkan pemerataan disabilitas di Indonesia. Misalnya dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga pendidik khusus bagi siswa disabilitas,” jelas Jero Puri.
2. Guru Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri di Bali belum merasakan dampak Asta Cita pada disabilitas

Jero Puri melanjutkan, pemerintah dapat berinvestasi untuk pelatihan guru khusus. Termasuk menambah keseriusan dalam membuat kebijakan yang pro redistribusi SLB ke daerah terpencil. Kata Jero Puri, selain pelatihan guru dan pemerataan pendidikan inklusif hingga ke pelosok, kesejahteraan pendidik khusus juga jadi hal krusial.
“Peninjauan ulang insentif untuk mendukung guru yang bekerja di daerah terpencil dan membuat program pendidikan inklusif yang lebih luas dan merata,” kata dia.
Ia berharap Pemerintah Pusat dan daerah di Bali menyerap dengan serius hak serta aspirasi disabilitas. Jero Puri juga menegaskan, pemerintah harus bertanggung jawab memastikan setiap penyandang disabilitas memiliki akses yang setara terhadap pendidikan berkualitas.
“Tanpa terkecuali atau terbatas oleh lokasi atau kondisi apa pun,” katanya.
3. Media pembelajaran yang kurang memadai dan kesejahteraan tenaga kerja penyandang disabilitas

Sementara itu, guru SLB Negeri 1 Denpasar, Agus Diana Putra, mengatakan dampak Asta Cita di bagian kesejahteraan dan pemberdayaan disabilitas belum terasa selama setahun Prabowo-Gibran menjabat.
“Sementara ini tidak ada yang saya rasakan untuk dampak positifnya. Jangankan untuk Asta Cita dari pusat, dari daerah saja belum terasa,” kata Agus kepada IDN Times, Senin (20/10/2025).
Selama menjadi guru SLB khusus penyandang disabilitas netra, Agus merasa media pembelajaran di sekolahnya belum memadai. Satu di antara penyebabnya karena keterbatasan buku bacaan dan ajar untuk siswa disabilitas netra.
“Selain buku-buku, media pembelajaran juga kurang untuk disalurkan ke sekolah-sekolah secara gratis, karena media pembelajaran semuanya berbayar,” ungkapnya.
Laki-laki yang juga penyandang disabilitas netra total ini melanjutkan, Asta Cita mungkin sudah terwujud sedikit, tapi belum merata. Menurutnya, penerapan Asta Cita bagi penyandang disabilitas di daerah juga harus memerhatikan regulasi yang telah berlaku. Misalnya Undang-Undang Disabilitas Nomor 8 Tahun 2016.
Agus turut menyoroti masalah ketenagakerjaan pada penyandang disabilitas di Bali. Baginya, penyerapan tenaga kerja dengan disabilitas belum maksimal, terutama di bidan terapis pijat, musik, teknologi informasi, penyiaran, dan sebagainya.
“Juga perlu dibuat kembali pelatihan-pelatihan kilat untuk menambah skill (keterampilan) para anggota disabilitas kita,” jelasnya.