Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bullying Kematian Mahasiswa, Sinyal Evaluasi Sistem Pendidikan di Unud

fly high.jpg
Karangan bunga dan lilin putih setelah Renungan Malam meninggalnya Almarhum TAS di Gedung FISIP Unud. (IDN Times/Yuko Utami)

Denpasar, IDN Times - Meninggalnya seorang mahasiswa berinisial TAS di Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Udayana (Unud) pada Rabu, 15 Oktober 2025 menjadi duka mendalam sekaligus potret kelam sistem pendidikan tinggi. Berdasarkan pengamatan IDN Times di Gedung Fisip Unud pada Sabtu, 18 Oktober 2025, dua mahasiswa terlihat memanjatkan doa di halaman gedung.

Berbagai bunga berwarna putih tersusun rapi di halaman depan gedung. Rangkaian bunga duka cita untuk Almarhum TAS masih terlihat segar. Beberapa lilin putih yang telah padam masih berdiri tegak di tengah teriknya Sinar Mentari pukul 11.32 Wita. Lilin dan bunga itu adalah saksi bisu tulusnya renungan malam pada Jumat, 17 Oktober 2025 di depan Gedung Fisip Kampus Sudirman Unud, Kota Denpasar

Setelah kepergiannya, enam mahasiswa Unud merundung Almarhum TAS. Melalui grup percakapan yang berbeda, enam pelaku perundungan melanjutkan gelembung pesan menyesakkan, dan menyesatkan tanpa empati. Percakapan para perundung tersebar di berbagai platform media sosial (medsos).

Warga internet (warganet) yang geram segera mencari akun medsos keenam pelaku. Setelah viral dan warganet beramai mendesak permintaan maaf, para pelaku mulai mengunggah video permintaan maaf. Pelaku perundungan mengunggah video pada tanggal yang berbeda, yakni 16 dan 17 Oktober 2025.

Sementara itu, pihak Unud baru mengeluarkan rilis resmi kemarin, 17 Oktober 2025. Rilis bertajuk Universitas Udayana Klarifikasi Isu Terkait Ucapan Nir Empati di Media Sosial Terhadap Almarhum Mahasiswa FISIP itu memuat delapan poin. Satu di antaranya memuat keterangan resmi Rektor Unud, I Ketut Sudarsana, dengan awalan ucapan belasungkawa atas kepergian Almarhum TAS.

“Kami menegaskan bahwa kampus harus menjadi ruang aman, berempati, dan bebas dari segala bentuk kekerasan. Universitas akan menindak tegas setiap pelanggaran yang mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan kehormatan akademik,” kata Sudarsana.

Tragedi ini menyisakan berbagai lapisan persoalan dalam tubuh Unud. Apakah sanksi membuat pelaku perundungan jera? Apakah setelah sanksi itu, Unud benar-benar terbebas dari perundungan dan kekerasan? Berikut pembahasan selengkapnya.

1. Menurut Psikolog, menjadikan musibah orang lain sebagai lelucon adalah tanda masalah kecerdasan emosional

Kampus Universitas Udayana (IDN Times/Irma Yudistirani)
Kampus Universitas Udayana (IDN Times/Irma Yudistirani)

Psikolog Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof Ngoerah, Lyly Puspa Palupi, mengatakan perilaku para perundung dengan menjadikan kematian Almarhum TAS sebagai lelucon adalah hal tidak pantas. Dari analisisnya, seseorang atau sekelompok orang yang menjadikan musibah orang lain sebagai lelucon adalah tanda adanya masalah kecerdasan emosional.

“Hal ini bisa menjadi indikasi masalah kecerdasan emosional seseorang, yang salah satunya komponennya adalah empati. Empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan orang lain,” kata Lyly saat dihubungi IDN Times, pada Sabtu (18/10/2025).

Kata Lyly, menjadikan musibah, kesedihan, hingga dukacita orang lain sebagai hal lucu, menunjukkan bahwa para pelaku sebagai seseorang yang tidak bisa berempati atau nir-empati.

2. Ada sederet faktor seseorang maupun sekelompok orang jadi pelaku perundungan

ilustrasi keluarga (unsplash.com/Kevin Delvecchio)
ilustrasi keluarga (unsplash.com/Kevin Delvecchio)

Lyly menjabarkan, ada sederet faktor penyebab perundungan terjadi di segala rentang usia, mulai dari anak hingga dewasa. Termasuk lokasi perundungan di berbagai lingkungan seperti sekolah, tempat kerja, pergaulan, maupun keluarga.

“Yang pertama faktor internal si pelaku yang kurang empati, rasa tidak aman, kurang percaya diri, kurang mampu mengelola emosi, gangguan kepribadian, dan lain-lain,” jelas Lyly.

Faktor kedua, yaitu dari keluarga. Lyly menyinggung sisi pola asuh yang kurang kasih sayang atau berlebihan, budaya kekerasan di rumah, dan sejenisnya menjadi faktor terbentuknya pelaku perundungan. Ketiga, faktor sosial yang pengaruhnya erat karena teman sebaya. Termasuk sistem aturan tentang perilaku yang tidak jelas di lingkungan. Lingkungan yang toleran terhadap kekerasan, dan paparan media tentang kekerasan.

Lyly memaparkan, anak yang terbentuk dari pola asuh yang penuh konflik berpotensi menimbulkan tindakan perundungan. Pola asuh yang membenarkan tindakan kekerasan antaranggota, hubungan yang kurang terbuka dan tidak hangat, kurang memberikan rasa aman, serta penghargaan terhadap anak, kata Lyly dapat membuat anak akhirnya mencari pengakuan diri dan perhatian.

“Perhatian dengan cara menguasai atau dominan di antara orang-orang di lingkungannya melalui bullying (perundungan),” kata dia.

3. Selain memberikan sanksi, kampus juga harus evaluasi sistem pendidikan tinggi

Ilustrasi sanksi kejahatan (freepik.com/fabrikasimf)
Ilustrasi sanksi kejahatan (freepik.com/fabrikasimf)

Keenam pelaku perundungan terhadap Almarhum TAS telah dijatuhi sanksi. Masing-masing dari pelaku telah dipecat secara tidak hormat dari jabatan organisasi fakultasnya masing-masing. Para pelaku perundungan itu di antaranya Vito Simanungkalit, Wakil Kepala Departemen Eksternal Himapol FISIP Unud Kabinet Cakra; Muhammad Riyadh Alvitto Satriyaji Pratama, Kepala Departemen Kajian, Aksi, Strategis, dan Pendidikan; Maria Victoria Viyata Mayos, Kepala Departemen Eksternal; Anak Agung Ngurah Nanda Budiadnyana, Wakil Ketua Departemen Minat dan Bakat.

Sementara itu, pelaku perundungan dari organisasi dan fakultas yang berbeda di antaranya Leonardo Jonathan Handika Putra, Wakil Ketua BEM Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP) Unud; serta Putu Ryan Abel Perdana Tirta, Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fisip Unud. Sanksi lainnya bersifat akademik, yaitu para pelaku terancam mendapatkan nilai D.

Lyly menilai, pemberian sanksi ini kembali lagi pada aturan kampus. Namun, selain sanksi, Lyly berpesan agar Unud menggali lebih dalam psikologis dan profil para pelaku perundungan. Proses profiling pelaku perundungan, bagi Lyly juga penting mencegah tindakan serupa di masa mendatang.

Proses ini untuk mengidentifikasi adanya dark triad (tiga kepribadian negatif) seperti narsistik, machiavellianism, dan psikopat.

“Namun untuk bisa memastikan apakah para pelaku ini benar-benar memiliki profil kepribadian tersebut, perlu dilakukan pemeriksaan yang komprehensif. Apakah tindakan bullying lebih disebabkan faktor internal atau kepribadian, ataukah eksternal seperti lingkungan,” kata Lyly.

Ia juga menekankan agar Unud serius dalam menangani kasus bunuh diri maupun kekerasan di kampus.

“Perlu dianalisa lagi apakah sistem pendidikan saat ini masih bertoleransi terhadap kekerasan. Bagaimana sistem pendidikan karakter siswa dibangun di sekolah. Apakah sudah menjadi atensi,” terang Lyly.

Satu cerita lainnya, perundungan masih ada di Unud

ilustrasi perundungan (IDN Times/Novaya)
ilustrasi perundungan (IDN Times/Novaya)

Rilis resmi Unud telah menyatakan bahwa perundungan terjadi setelah Almarhum TAS meninggal dunia. Namun, bukan berarti Unud nihil kasus perundungan bagi mereka yang masih hidup. Binar (bukan nama sebenarnya) adalah satu korban perundungan di Unud. Bentuk perundungan itu mengarah pada kondisi ekonomi dan fisiknya.

“Pernah (dirundung), dibilang motornya jelek (mio karbu, mio resing, motor antik), terlalu kurus, tonggos, dibilang kasar-kasar gitu kayak bangsat, anjing khe (kamu),” kata Binar kepada IDN Times, Sabtu (18/10/2025).

Kata Binar, kata-kata menyakitkan itu datang dari teman-teman di lingkungan kampus dan organisasinya. Saat menerima perundungan, Binar tak dapat berbuat banyak. Meskipun berusaha tertawa, tapi di balik itu, Binar menangis dan menjaga jarak dengan para perundung. Binar merasa perundungan yang diterimanya karena tak memenuhi ekspektasi para pelaku.

Binar hanya dapat bercerita kepada kakaknya saat menjadi korban perundungan. Sebab saat Ia bercerita, kakaknya tidak menghakimi pengalaman traumatisnya. Binar berpendapat, sanksi pemecatan dari organisasi dan nilai D belum tentu dapat memberikan efek jera kepada para perundung, serta perundung lainnya yang masih berkeliaran bebas. 

Masyarakat yang membutuhkan bantuan masalah kesehatan jiwa, disarankan untuk menghubungi profesional

Ilustrasi Psikolog Yang Sedang Melakukan Sesi Konsultasi (pexels.com/SHVETS production)
Ilustrasi Psikolog Yang Sedang Melakukan Sesi Konsultasi (pexels.com/SHVETS production)

Depresi bukanlah persoalan sepele. Jika kamu merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.

Kementerian Kesehatan Indonesia menyarankan masyarakat yang membutuhkan bantuan terkait masalah kejiwaan untuk langsung menghubungi profesional kesehatan jiwa di puskesmas atau rumah sakit terdekat.

Kementerian Kesehatan RI juga telah menyiagakan lima RS Jiwa rujukan yang telah dilengkapi dengan layanan telepon konseling kesehatan jiwa:

  • RSJ Amino Gondohutomo Semarang | (024) 6722565
  • RSJ Marzoeki Mahdi Bogor | (0251) 8324024, 8324025
  • RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta | (021) 5682841
  • RSJ Prof Dr Soerojo Magelang | (0293) 363601
  • RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang | (0341) 423444.

Selain itu, terdapat pula beberapa komunitas di Indonesia yang secara swadaya menyediakan layanan konseling sebaya dan support group online yang dapat menjadi alternatif bantuan pencegahan bunuh diri dan memperoleh jejaring komunitas yang dapat membantu untuk gangguan kejiwaan tertentu.

  • Jangan Bunuh Diri || telp: (021) 9696 9293 || email: janganbunuhdiri@yahoo.com
  • Organisasi INTO THE LIGHT || message via page FB: Into The Light Indonesia (@IntoTheLightID) || direct message via Twitter: @IntoTheLightID
  • Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Telp. 021-8514389 Website: http://www.skizofrenia.org/
  • LSM Jangan Bunuh Diri || Telp 021-0696 9293.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us

Latest News Bali

See More

Petani Jatiluwih Pasang Seng, Sekalian Wisatawan Tidak Usah Datang

05 Des 2025, 18:45 WIBNews