Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Berjualan di Trotoar, Pedagang di Gianyar Tak Punya Pilihan

Pedagang memanfaatkan fasilitas umum (fasum) trotoar untuk berjualan. (IDN Times/Yuko Utami)

Gianyar, IDN Times - “Termasuk mahal karena tidak dapat air dan sampah. Sampah saya bawa pulang sendiri,” tutur Luh Ari sambil menyiapkan rujak bulung khas Bali di wilayah Kecamatan Batubulan, Kabupaten Gianyar. Senin, 18 November 2024, matahari bersinar begitu terik. Pembeli lalu lalang menghampiri lapak Luh Ari yang hanya terdiri dari satu meja, tiga kursi plastik, dan satu payung besar berwarna-warni.

1. Membayar ke banjar

ilustrasi uang rupiah baru (pexels.com/Ahsanjaya)

Perempuan asli Kabupaten Karangasem ini sudah bertahun-tahun hidup di Gianyar karena menikah dengan sang suami. Luh Ari mengaku membayar ke pihak banjar adat di Kabupaten Gianyar sebesar Rp250 ribu per bulannya.

“Ada yang mungutin di sini banjar,” tutur Ari hemat.

Perempuan tiga anak ini mengaku dirinya berjualan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Sang suami yang bekerja sebagai staf di sebuah hotel tak mencukupi kebutuhannya dengan tiga orang anak.

2. Trotoar digunakan secara bergantian

Ilustrasi pedagang mainan dan pembeli. (IDN Times/Yuko Utami)

Ia tak sendiri menggunakan trotoar sebagai lapak berjualan. Ada dua pedagang lainnya yang menyewa lahan trotoar itu. Ari mengungkapkan, saat pagi hari ada pedagang nasi, siang hari ada dirinya, dan sore menjelang malam ada pedagang bakso.

Apabila dikalkulasikan, maka selama sebulan pihak banjar adat mampu meraup Rp750 ribu per bulan. Ini belum termasuk pedagang di sebelah Luh Ari yang berjualan minuman dingin dari siang hingga malam hari.

3. Ari pernah dicari satpol PP

foto hanya ilustrasi (Pexels.com/Alexey Turenkov)

“Waktu ini pernah dicari satpol PP sudah lama, saya lupa kapan,” ucap Ari. Kala itu Satpol PP mengimbau Ia dan pedagang lainnya agar tidak menggunakan trotoar sebagai tempat jualan. Sebab trotoar merupakan fasilitas umum bagi masyarakat untuk berjalan kaki.

Namun, hingga saat ini Luh Ari dan pedagang lainnya memilih tetap berjualan di trotoar. Luh Ari mulai berjualan pada pukul 10.30 hingga 15.30 WITA.

“Kalau jam tutup tergantung barangnya habis, bawa secukupnya saja,” ujarnya.

Sekadar diketahui, larangan berjualan di trotoar telah tertuang dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), seperti adanya larangan bagi setiap orang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan. Larangan tersebut konteksnya pada trotoar yang menjadi aktivitas jual beli. 

Aturan ini hanya memperbolehkan penggunaan perlengkapan jalan (termasuk trotoar) terhadap aktivitas tertentu dan telah berizin, misalnya kegiatan olahraga, pawai kebudayaan, keagamaan, dan kenegaraan.

Namun di sisi lain ada Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 03/PRT/M/2014 Tahun 2014 Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan). Aturan ini mengatur mengenai pemanfaatan trotoar untuk berdagang/berjualan, memperbolehkan kegiatan usaha kecil formal dengan izin pemerintah setempat.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ni Komang Yuko Utami
Irma Yudistirani
Ni Komang Yuko Utami
EditorNi Komang Yuko Utami
Follow Us