- Memastikan proses hukum berjalan transparan dan tuntas, termasuk menelusuri aliran dana dan keterlibatan berbagai pihak termasuk beneficial owner, dan aktor intelektual dibalik kejahatan kemanusiaan ini.
- Menjamin perlindungan hukum dan pemulihan hak-hak korban, mencakup kompensasi, restitusi, dan pendampingan sosial hingga psikologis.
- Memperkuat pengawasan lintas sektor antara Dinas Tenaga Kerja, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perhubungan serta aparat penegak hukum di pelabuhan.
- Mendorong reformasi sistem perekrutan ABK agar berbasis kontrak kerja yang transparan dan menghormati hak asasi pekerja perikanan.
Koalisi TANGKAP Mendesak Perlindungan ABK Korban TPPO di Benoa

Denpasar, IDN Times - Kepolisian Daerah (Polda) Bali resmi menetapkan enam orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap 21 calon Anak Buah Kapal (ABK) KM Awindo 2A di Pelabuhan Benoa, Kota Denpasar. Pengabdi Bantuan Hukum (PBH) Perburuhan LBH Bali bagian sekaligus Kuasa Hukum TANGKAP, I Gede Andi Winaba, menyatakan penetapan tersebut adalah langkah awal terkuaknya praktik perdagangan orang di sektor perikanan tangkap. Selama ini, TPPO menjerat pekerja dari berbagai daerah dengan modus penipuan dalam perekrutan dan eksploitasi kerja di laut.
Kilas balik kasus ini, pada tanggal 23 Agustus 2025 lalu, ada 21 orang calon ABK didampingi Tim TANGKAP, melaporkan secara resmi TPPO ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Bali, yang diterima melalui Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STTLP/591/VIII/2025/SPKT/POLDA BALI. Laporan itu berisi adanya dugaan tindak pidana perdagangan orang yang dilakukan oleh jaringan perekrut terhadap 21 calon ABK kapal cumi. Para calon ABK direkrut dengan janji palsu, ditahan di atas kapal, dan dipaksa bekerja tanpa kejelasan status kerja.
1. Enam tersangka terlibat dalam rantai perekrutan dan pengoprasian kapal

Tim TANGKAP menyampaikan, melalui proses penyidikan dan pemeriksaan terhadap korban, saksi, alat bukti, dan terlapor, Polda Bali telah menetapkan enam orang tersangka dari tujuh orang yang diduga sebagai pelaku. Enam tersangka tersebut berasal dari berbagai pihak yang terlibat dalam rantai perekrutan dan pengoperasian kapal.
Tiga orang tersangka berasal dari pihak calo, masing-masing berinisial R, MAS, dan TS. Selain itu, dari unsur aparat, seorang anggota Direktorat Polairud Polda Bali berinisial IPS. Sementara dari pihak perusahaan, terdapat dua orang tersangka, yakni Kapten Kapal KM Awindo 2A berinisial JS, dan Direktur PT Awindo International berinisial I juga turut ditetapkan sebagai tersangka.
Keenam tersangka tersebut dikenai pasal yang berbeda-beda. Beberapa di antaranya yaitu Pasal 2 ayat 1, Pasal 8, Pasal 10, dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
2. Tim TANGKAP menyoroti Pelabuhan Benoa masih jadi titik rawan eksploitasi pekerja perikanan

Penetapan tersangka tersebut menunjukkan bukti kuat bahwa proses perekrutan calon ABK masih bermasalah. Permasalahan juga menggerogoti proses pengangkutan, penampungan, pengiriman, dengan cara penyekapan, penyalahgunaan posisi rentan, dan penjeratan utang. Tindakan eksploitasi terhadap para calon ABK tersebut adalah bentuk nyata tindak pidana perdagangan orang, diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.
Kasus tersebut juga membuka fakta bahwa Pelabuhan Benoa masih menjadi titik rawan eksploitasi pekerja perikanan yang berujung menjadi TPPO. Menurut analisis Tim TANGKAP, lemahnya pengawasan dari instansi pemerintah memungkinkan terjadinya praktik kerja paksa, pemalsuan dokumen, perekrutan ilegal, hingga penyekapan calon pekerja di kapal.
“TPPO merupakan kejahatan serius yang melanggar hak asasi manusia dan merupakan salah satu bentuk perbudakan modern yang bertentangan dengan martabat kemanusiaan,” kata Andi dalam rilisnya.
3. Tim TANGKAP tegaskan proses hukum yang tuntas dan perlindungan terhadap korban TPPO

Tim TANGKAP menegaskan agar penetapan tersangka ini diikuti dengan langkah-langkah lanjutan. Itu sebagai bentuk akuntabilitas negara dalam melindungi Warga Negara Indonesia (WNI) dari praktik perdagangan orang. Ada empat poin seruan dari Tim TANGKAP dalam kasus ini, seruan itu diantaranya sebagai berikut.

















