Kisah Dua Anak Muda Bali Jurusan Seni Murni, Bertahan karena Komunitas

Denpasar, IDN Times - Arus digital dalam dunia global tak membuat I Komang Aryawan mundur memilih Jurusan Seni Murni. Generasi z berusia 20 tahun ini telah menjalani tahun keempatnya sebagai mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Bali. Masih tersisa dalam ingatan Ary saat tetangga mencibir pilihannya ke Jurusan Seni Murni.
“Ngapain masuk seni? Seni di Bali sudah mati, pariwisata sudah tidak jalan,” ujar Ary menirukan perkataan tetangganya.
Ary mendaftarkan diri sebagai mahasiswa baru di ISI Bali pada 2020. Kala itu, pandemik COVID-19 menghantam dunia pariwisata Bali. Meskipun sempat khawatir, keyakinan Ary memilih jurusan ini tumbuh karena sang ibu. Sementara Martha Yahya, mahasiswi Jurusan Seni Murni, memilih jurusan ini karena terinspirasi sang kakak.
“Berawal dari saat kecil melihat kakak saya suka menggambar di sana, saya pun mengikuti kakak saya untuk menggambar,” kata Martha.
Bagaimana kisah Ary dan Martha bertahan dalam Jurusan eni Murni?
1. Komunitas menjadi kunci resiliensi

Ary mengaku, peruntungan lewat pameran seni di Bali cukup sulit mendatangkan modal ekonomi dan sosial. Menurutnya, pameran seni lukis di Bali sebagian besar terfokus pada seni tradisional, sehingga ada batasan ekspresi pada aliran tertentu. Kendala lainnya, pameran lukisan dari pemerintah hanya memajang lukisan dan penjelasannya saja. Belum ada kegiatan khusus di dalam pameran untuk menghubungkan seniman dengan kolektor lukisan.
Sehingga secara modal sosial, belum ada upaya berkelanjutan dan keberagaman aliran dalam pameran. Sementara, dari sisi modal ekonomi, seniman belum mampu memperkenalkan karyanya untuk menjadi koleksi penggemar seni.
“Pemerintah tidak hanya mengundang seniman tapi bisa mengundang kolektor, sehingga kami sebagai seniman tidak hanya membawa harapan, tapi membawa ekspektasi yang tinggi bahwa karya bisa jadi kebutuhan hidup ke depannya,” jelas Ary.
Sebagai sarana mengekspresikan karya dan mencurahkan keresahannya, Ary menjaga nyala semangat berkesenian lewat komunitas mural. Kata dia, meski komunitas muralnya masih kecil, namun dapat membagikan modal sosial dan ekonomi sesama seniman muda.
2. Seniman perempuan muda, berjejaring dengan gabung komunitas

Serupa dengan Ary, Martha merasa mengikuti komunitas seni mampu menyalurkan gagasan dengan lebih maksimal. Ia juga mampu mendengarkan ide dan keresahan lainnya dari sesama seniman perempuan. Martha aktif mengikuti pameran lukisan di luar kampusnya, ISI Bali. Ia juga bergabung dalam komunitas seniman perempuan, Mahalaksmi.
Martha mengatakan, bergabung dalam komunitas di luar kampus membantunya berkembang sebagai seniman muda. Ia tak menampik akan ada banyak rintangan bagi seniman berkarier di tengah gempuran teknologi. Namun, Martha lebih memaknainya sebagai peluang baru bagi seniman muda perempuan.
“Era sekarang sangat memungkinkan untuk seniman perempuan berkarier di Bali. Bahkan ketika kamu takut untuk memulai pameran sendiri, kamu bisa untuk mengikuti grup seniman-seniman perempuan dahulu,” ujarnya.
Selama mengikuti komunitas dengan banyak anggota, menjadi peluang bagi Martha untuk menemukan sumber inspirasi dan bertahan dalam jurusan seni murni. Martha berkata, dengan ruang komunitas yang suportif dan sebagai pemula dalam seni murni, Ia merasa percaya diri bercerita pengalaman berkeseniannya. Kepercayaan diri Martha tumbuh karena melihat seniman perempuan lainnya memulai cerita dalam komunitas.
3. Bukan pilihan mudah, harus pandai berstrategi

Awalnya Martha merasa kesulitan menerapkan teori seni lukis dalam karya-karyanya. “Diawali dari saya yang masih sangat awam dalam seni, tetapi lambat laun, saya menjadi mengerti banyak hal seperti pewarnaan, teknik dalam berkesenian, dan masih banyak lainnya,” ungkapnya.
Sedangkan Martha berharap agar karya seni lukis mampu menjadi medium untuk menyuarakan keresahan, harapan, dan kekuatan. Ia juga berharap lebih banyak seniman muda perempuan yang muncul dan diakui di panggung seni dengan membawa keberagaman perspektif.
"Bukan hanya sebagai objek seni, tapi sebagai subjek yang memiliki cerita dan narasi kehidupan," kata Martha.
Martha dan Ary adalah mahasiswa dari jurusan dan angkatan yang sama. Menurut cerita Ary, hanya ada 50-an mahasiswa Jurusan Seni Murni di angkatannya. Dari 50-an orang itu, mahasiswa perempuan hanya ada sekitar belasan orang. Sisanya didominasi mahasiswa laki-laki.