Kelas Pranikah untuk Hindu di Bali, Perlu Ikut Gak Ya?

Denpasar, IDN Times - Kelas pranikah, emang ada kelas sebelum nikah ya? Itu yang pertama kali terbesit dalam benak IDN Times. Setelah mencari tahu, ternyata kelas pranikah merupakan program rancangan Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI). Pada 2016, Kemenag RI menyusun kurikulum bimbingan pranikah. Namun, gaung kelas pranikah ini belum cukup eksis di Bali.
Luh Putu Anggreni, aktivis perempuan dan anak di Bali sejak 1998 yang hingga kini aktif sebagai Advokat LBH Apik Bali, mengaku telah lama mengadvokasikan kelas pranikah sejak 2010.
“Sudah mengadvokasi tentang pranikah cukup lama karena sebagai anggota majelis adat Provinsi Bali, sebagai aktivis perempuan juga,” ujarnya.
Calon pengantin Hindu di Bali belum tersentuh kelas pranikah secara maksimal

Menurut Anggreni, kelas pranikah penting dilakukan untuk mengedukasi adanya hal-hal yang mungkin terjadi, seperti perceraian dan hak asuh anak. Berdasarkan pengamatan Anggreni, calon pengantin Hindu di Bali belum tersentuh kelas pranikah dengan maksimal.
Aspek penting lainnya yang akan dibagikan dalam kelas pranikah adalah bahwa keluarga merupakan tumpuan awal dalam kesejahteraan sosial. Anggreni sempat memberikan pemahaman bahwa kasus stunting yang dapat membahayakan tumbuh kembang anak-anak, menjadi bagian dari materi kelas pranikah.
Waktu pelaksanaan kelas pranikah

Waktu pelaksanaan kelas pranikah biasanya 3 bulan atau 6 bulan sebelum prosesi pernikahan. Namun, peran pihak terkait seperti Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI), Majelis Desa Adat (MDa), maupun desa adat sendiri belum maksimal dalam mewujudkan kelas pranikah bagi calon pasutri yang akan menikah secara agama Hindu di Bali.
Anggreni juga menerima laporan, bahwa desa adat kerap menerima informasi pernikahan dari calon pengantin yang mendadak, misalnya H-1 minggu bahkan H-3 hari. Informasi yang mendadak itu ditengarai menyulitkan pihak desa adat untuk mengoordinasikan kelas pranikah.
Minim gaungnya, disebarkan lewat yayasan

Meskipun masih minim gaungnya, beberapa pihak telah mencoba memperluas informasi pelaksanaan kelas pranikah. Anggreni mencontohkan pihak tersebut yaitu Yayasan Sarwe Sukhinah Bhawantu yang dipimpin oleh Ida Ayu Alit Maharatni; dan Yayasan Pendet oleh Akademisi Hukum Adat, I Wayan Windia.
Kalau menurutmu, kelas pranikah penting diikuti gak ya? Entah ada calon pasangannya atau belum, jika substansinya berkaitan dengan gambaran persoalan pernikahan yang menyerempet ke isu sosial lainnya, mungkin bisa dicoba dulu. Jadi gimana nih, kamu ikut atau skip dulu?