Kasus Fraud di Indonesia Terungkap Berkat Whistleblower Meski Berisiko

- Auditor internal sering menjadi whistleblower ungkap fraud dalam instansi
- Kewaspadaan dan integritas akuntan forensik menjadi sorotan
- Sebelum melakukan audit investigasi, perhatikan metode pencarian bukti
Denpasar, IDN Times - Kejahatan fraud atau tindakan kecurangan untuk keuntungan finansial individu maupun kelompok, semakin berkembang di era digital. Dorongan kejahatan fraud secara luas dikenal dengan teori Segitiga Fraud, karena adanya tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi.
Berbagai penelitian mencegah praktik fraud dalam perusahaan kian berkembang, satu di antaranya melalui akuntansi forensik. Namun, proses akuntansi forensik harus melalui sederet tahapan rumit. Mulai dari proses audit yang dilakukan auditor internal maupun eksternal.
Guru Besar Akuntansi Forensik Universitas Trunojoyo Madura, Prof Tarjo, menyampaikan temuan menarik atas skema kasus fraud di Indonesia. Temuan itu berdasarkan laporan tahun 2025 dari Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Indonesia Chapter atau Organisasi Anti Fraud di Indonesia.
Korupsi menjadi bentuk occupational fraud atau penyalahgunaan jabatan untuk keuntungan pribadi di Indonesia terbesar, yaitu 47,6 persen. Kedua terbesar adalah kasus kecurangan dalam laporan keuangan, sebesar 40,2 persen. Ketiga dengan besaran 12,2 persen adalah kasus penyalahgunaan aset negara atau daerah atau perusahaan.
Bagaimana temuan dan tantangan akuntansi forensik dalam menghadapi kasus fraud? Baca ulasannya di artikel ini.
1. Auditor internal kerap memberanikan diri jadi whistleblower ungkap fraud dalam instansi

Melalui Webinar Nasional Saturday Student Club (SSC) Program Doktor Ilmu Akuntansi Universitas Udayana (Unud), Tarjo menyampaikan, sebagian besar kasus fraud terungkap karena auditor internal instansi. Namun, keberanian auditor internal menjadi whistleblower, harus mendapatkan perlindungan hukum yang layak.
“Fraud itu mayoritas diungkap tim internal. Auditor internal sekitar 14 persen dan eksternal 4 persen,” kata Tarjo,, Sabtu (11/10/2025).
Pekerjaan auditor sebagai akuntan perusahaan maupun instansi kian bejibun. Selain melindungi diri dan integritas, keilmuan akuntansi juga menjadi sarana peningkatan keterampilan. Ia juga menyoroti urgensi kerja sama dengan akuntan forensik dengan multiperspektif.
“Peran akuntan forensik tak hanya di investigasi, tapi sejak awareness (kesadaran) dan preventif. Pada preventif perlunya ada governance (tata kelola). Berbagai kasus yang ada penyebabnya adalah tata kelola,” lanjut Tarjo.
2. Kewaspadaan dan integritas akuntan forensik menjadi sorotan

Tarjo menjelaskan, instansi dapat saja dengan mudah mengaku telah menerapkan tata kelola yang baik. Namun, akuntan forensik harus jeli memerhatikan dugaan praktik kecurangan di belakang, melalui pengumpulan bukti yang cukup dan sah.
“Padahal di semua instansi ngaku sudah menerapkan good governance. Memang sudah menerapkan. Tapi kalau kongkalikong masih ada di belakang, good governance itu hanya dokumen saja,” tegasnya.
Daya skeptis sangat penting dimiliki oleh akuntan, khususnya akuntan forensik. Sebab, tak sedikit kasus di berbagai instansi, pelaku utama kasus fraud adalah oknum pimpinan tertinggi. Sehingga, upaya pencegahan harus terjadi di semua level instansi.
Termasuk melibatkan pihak eksternal yang menyusun mekanisme risiko fraud dalam instansi. Akuntan forensik juga harus melek teknologi dalam proses audit keuangan instansi.
Akademisi Akuntansi Unud, Ni Nyoman Ayu Suryandari, menyoroti adanya proses deteksi setelah upaya preventif. Ia menyarankan adanya pengendalian menyeluruh pada level internal instansi.
“Auditor wajib indikasi adanya kecurangan, tapi ada keterbatasan prosedur audit keuangan yang berbeda dengan investigasi,” kata Ayu.
Keterbatasan itu, kata Ayu, dapat tertangani lewat kerja sama dengan jasa akuntan forensik. Akuntan forensik memiliki ilmu, sertifikasi, dan prosedur audit investigasi. Baginya, langkah sederhana mendeteksi fraud adalah melihat kinerja pegawai.
Pertama, membedakan pegawai yang loyal atau pegawai yang tak pernah cuti karena terlibat dalam dugaan menutupi kecurangan instansi. Pegawai yang menutupi kecurangan, punya kecenderungan takut pekerjaannya diambil alih rekan lainnya.
Kedua, memerhatikan kekayaan dan gaya hidup pegawai yang berubah, juga jadi cara mendeteksi keterlibatan pegawai dalam pusaran fraud. Auditor internal harus celang memperhatikan kebiasaan pegawai.
3.Sebelum melakukan audit investigasi, perhatikan metode pencarian bukti
Terkait tantangan dalam akuntansi forensik, Tarjo menjawab ada sederet tantangan yang dihadapi dalam penanganan kasus. Pertama, dari sisi keterampilan, akuntan forensik harus meningkatkan keterampilan dalam audit investigasi.
“Umpamanya kalau ada pelaku kejahatan menggunakan sepeda motor baru, ngejarnya jangan pakai sepeda motor 70-an,” tuturnya.
Tantangan lainnya adalah penyusunan metode sebelum proses audit investigasi, mulai dari jenis teknologi audit sampai menyesuaikan strategi kolaborasi. Tarjo mencontohkan, metode yang dipilih harus sah dalam mendapatkan bukti kejahatan. Selain dengan bantuan teknologi, kolaborasi menjadi krusial.
Misalnya, jika pelaku meninggalkan jejak digital, akuntan forensik dapat bekerja sama dengan ahli digital forensik yang biasanya berasal dari bidang keilmuan teknik informatika dan komputer. Kerja sama tersebut harus dilakukan secara profesional dan resmi, yaitu dengan bersurat terlebih dahulu.
“Contoh lainnya audit jembatan, kolaborasi dengan insinyur yang ahli. Kolaborasi dengan ahli yang relevan. Saat melakukan audit ada pemetaan untuk kebutuhan apa saja,” kata Tarjo.