Angan Meniti Karier di Bali, Apa Masih Menjanjikan?

Gianyar, IDN Times - Bagus Darma, generasi Z di Bali yang kini meniti karier sebagai anggota tim konsultan perencana wilayah dan kota. Ketertarikannya pada bidang hukum dan perencanaan wilayah menjadi pertimbangan Bagus mendalami kariernya.
Lelaki berusia 24 tahun ini berpendapat, karier ideal di masa kini mengedepankan fleksibilitas dan keseimbangan dalam pekerjaan. Ia cenderung memilih pekerjaan yang dapat dikerjakan di mana saja atau istilah bekennya work from anywhere (WFA), karena dapat mengatur waktu secara mandiri.
“Serta menekankan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesionalisme,” imbuh Bagus.
IDN Research Institute menerbitkan Laporan Gen Z Indonesia Tahun 2024. Laporan tersebut mengungkapkan berbagai respon gen Z seperti di bidang pendidikan dan karier. Sebanyak 32 persen responden memilih keseimbangan dan fleksibilitas waktu yang dicari gen Z pada tempat kerja. Tertinggi sebanyak 78 persen mempertimbangkan besaran upah dan uang saku.
Seimbangkan kehidupan, hak, dan nilai
Tak hanya soal fleksibilitas dan upah yang sesuai, Bagus mengaku karier yang bermakna baginya juga jadi faktor penentu karena berpeluang meningkatkan kesempatan pengembangan diri.
“Saya menjadi lebih termotivasi untuk terus belajar dan meningkatkan keterampilan sepanjang berkarier,” tulisnya kala dihubungi via pesan WhatsApp pada Selasa, 19 November 2024.
Tanggapan Bagus sejalan dengan responden Laporan Gen Z Indonesia Tahun 2024, bahwa 60 persen memilih pekerjaan yang mampu membuat karier mereka berkembang. Ketertarikan pada hukum dan perencanaan wilayah, sejalan dengan pilihan kariernya sebagai konsultan pada bidang tersebut. Hasil Laporan Gen Z Indonesia Tahun 2024, sebanyak 47 persen responden memilih tempat kerja yang sesuai dengan keterampilan dan ketertarikan mereka. Sementara itu Gen Z lainnya, Pratiwi (22), mencari karier yang stabil di masa mendatang. Bagi Tiwi, kestabilan dalam karier yang dipilih mampu mengakomodir jenjang karier dan kenaikan upah.
“Kalau aku sendiri itu lebih mencari kestabilan kerjanya aja ke depannya. Maksudnya stabil dan bertumbuh walau tidak agresif pertumbuhannya,” jelas Pratiwi melalui pesan WhatsApp pada Rabu, 20 November 2024.
Pratiwi yang kini merantau di Jakarta ini mengaku karier yang stabil juga menyediakan kesempatan untuk belajar. Perempuan yang berkarier di sektor keuangan dan perbankan ini menambahkan, “dan yang utama sepertinya yang tetap memanusiakan manusia, ya bukan yang nuntut kerja terus tapi tidak pernah ngasih reward yang sepadan.”
Kestabilan yang dijelaskan Pratiwi, merupakan satu indikator dalam Laporan Gen Z Indonesia Tahun 2024. Sebanyak 29 persen responden menargetkan kestabilan dalam tempat kerja dan karier yang dipilih.
Bagaimana keluarga memengaruhi pilihan karier?

Ketika ditanya bagaimana keluarga memengaruhi pilihan kariernya, Pratiwi mengaku keluarganya tidak mempersoalkan karier yang dipilihnya. Perempuan asli Bali ini mengaku keluarganya cenderung mengkhawatirkan bagaimana dirinya mampu bertahan dan menjalani hidup di tanah rantau.
“Keluarga sejauh ini tidak masalah sih asal tidak di daerah yang cukup ekstrem, ibaratnya Papua atau mungkin Aceh,” ujarnya.
Berbeda dengan Pratiwi, Bagus mengaku keluarganya memiliki pengaruh signifikan terhadap penentuan kariernya. Menurut dia, harapan kedua orangtuanya tidak bermaksud membatasi kariernya. Ia memandang harapan orangtuanya sebagai peluang melihat jenjang karier lainnya di Bali. Bagus juga menganggap berkarier dari tingkat daerah juga dapat memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan daerah.
“Khususnya harapan orangtua yang menginginkan saya untuk dapat terus berkarier di Bali,” jelas Bagus.
Berdasarkan pendataan penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut status pekerjaan utama dan jenis kelamin di Provinsi Bali, sektor pekerja tak dibayar/pekerja keluarga pada tahun 2024, masih didominasi oleh perempuan.
Data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali ini mengungkap 247.677 perempuan di Bali menjadi pekerja yang tak dibayar/pekerja keluarga. Angka ini lebih banyak dari laki-laki di Bali, yaitu 96.841 orang. Menurut BPS Provinsi Bali, istilah pekerja tak dibayar/pekerja keluarga adalah seseorang bekerja membantu orang lain yang berusaha (baik anggota keluarga atau bukan) dengan tidak mendapat upah atau gaji, baik berupa uang maupun barang.
"Biasanya merupakan anggota keluarga, baik yang belum maupun sudah menikah. Termasuk anak sekolah yang bantu jagain warung mamanya," kata Ketua Tim Analisis Statistik BPS Provinsi Bali, Ni Nyoman Jegeg Puspadewi.
Evita Hadiz berpendapat bahwa perempuan masih menghadapi dilema dalam menentukan karier yang keberlanjutan. Terutama bagi mereka yang sudah menikah. Berpengalaman 30 tahun di dunia manajemen sumber daya manusia dan konsultan karier, Evita kerap menemukan klien perempuan yang telah menikah kesulitan dalam memilih antara pengembangan karier atau keluarga kecil.
“Kalau saya lihat umumnya lebih ke perempuan yang sudah nikah ya. Jadi mereka masih mau lebih mengutamakan tanggung jawab sebagai keluarga, sebagai ibu, sebagai istri,” ungkap Evita melalui sambungan telepon pada Selasa, 19 November 2024.
Evita menambahkan, pilihan itu sarat akan tekanan sebagai akibat perilaku patriarki yang mendarah daging di Indonesia. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), patriarki dimaknai sebagai perilaku mengutamakan laki-laki daripada perempuan dalam masyarakat atau kelompok sosial tertentu.
“Mungkin karena tekanan keluarga dan juga budaya kita bahwa perempuan second grand winner (pemenang utama kedua). Sehingga mereka masih mengutamakan atau mendukung karier suaminya itu sering dan masih kental ya budaya kita di situ,” papar Evita.
Menghadapi kasus di atas, Evita tidak langsung memberikan solusi, karena baginya setiap perempuan memiliki cara pandang yang berbeda. Ia cenderung menggali dengan pertanyaan kepada kliennya, apakah keputusan untuk menomorduakan perkembangan karier membuatnya bahagia atau nelangsa. Evita memberikan formulir peta karier dalam sesi konsultasi sebagai panduan kliennya. Sehingga klien dapat berkomunikasi lebih lanjut dari hati ke hari dengan keluarga atas keputusan yang diambil.
Bali perlu eksplor peluang karier lainnya
Alasan Pratiwi mengawali karier di luar Bali, karena baginya jenjang karier lebih luas dan lebih beragam. Ia mencontohkan di Jawa. Lokasi kantor-kantor pusat dan industri di Jawa lengkap. Menurutnya di Bali terbatas di kantor cabang dari perusahaan, sehingga pembelajaran dan jenjang kariernya terbatas.
“Pembelajaran yang lebih komprehensif tidak hanya tahu teori on paper, tapi juga bisa langsung dapetin praktiknya,” ungkap Pratiwi.
Berdasarkan data BPS Provinsi Bali, IDN Times Bali mengelompokkan 10 lapangan usaha dengan pekerja terbanyak di Bali. Hasilnya pada 2024, sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor berada di peringkat pertama dengan jumlah pekerja 538.267 orang. Perempuan mendominasi sektor ini sebanyak 294.971 orang dan laki-laki sebanyak 243.296 orang.
Adapun sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan berada di peringkat kedua dengan pekerja sebanyak 480.420 orang. Pada sektor tersebut, laki-laki mendominasi dengan jumlah pekerja sebanyak 268.332 orang. Ketiga, ada sektor industri pengolahan dengan tenaga kerja sebanyak 385.901 orang. Keempat, ada sektor penyediaan akomodasi dan makan minum dengan jumlah pekerja sebanyak 381.510 orang.
Sebagai gen Z yang memilih berkarier di Bali, Bagus berharap peluang karier di Bali tidak hanya bertumpu pada sektor tertentu seperti pariwisata. Meskipun pariwisata masih menjadi tulang punggung ekonomi Bali, bagi Bagus adanya diversifikasi sektor pekerjaan yang lebih luas, menjadi peluang bagi Bali untuk mengurangi ketergantungan pada satu sektor semata.
“Sektor seperti pertanian organik, teknologi informasi, industri kreatif, bidang penyedia jasa perencanaan wilayah dan kota, juga perlu lebih dikembangkan ke depannya,” kata Bagus.