Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Penyebab Korban KDRT Memaafkan dan Bertahan dalam Hubungan Abusive

ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga KDRT (IDN Times/Muhammad Tarmizi Murdianto)

Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, dan psikologis bagi korban. Namun tidak sedikit korban lebih memilih untuk memaafkan pelaku KDRT dan tetap mempertahankan hubungan abusive (kasar).

Lalu apa yang menyebabkan korban bisa tetap bertahan? Dilansir dari laman www.marriage.com, berikut beberapa alasan korban KDRT memaafkan pelaku dan bertahan dalam hubungan abusive:

1. Menutupi rasa malu dan komentar negatif

ilustrasi menutup mata. (pexels.com/RODNAE Productions)

Tidak sedikit korban KDRT merasa malu dan mendapat komentar negatif dari masyarakat. Korban juga merasa takut apabila keputusan akhir adalah perceraian. Dalam pandangan masyarakat umum, sebuah perceraian dinilai negatif, dianggap sebagai suatu kegagalan.

Selain itu, korban KDRT tetap ingin menjaga nama baik keluarga dan tidak ingin mengecewakan orangtua. Karenanya, ia mencoba memaafkan dan bertahan dalam hubungan itu. 

2. Korban merasa bertanggung jawab atas insiden yang dialami

ilustrasi seorang wanita menutup mulut. (pexels.com/RODNAE Productions)

Korban KDRT berpendapat bahwa pelaku mungkin melakukan tindakan KDRT akibat dari sesuatu yang memicu emosi pelaku. Karenanya, korban merasa bertanggung jawab atas insiden ini.

Pelaku kekerasan biasanya memberi tahu korbannya bahwa tindakan korban telah membuat pelaku terpancing emosi. Tapi ini adalah pembenaran yang salah. Perlu diketahui bahwa tak satu pun dari pemikiran ini menjadi alasan untuk melakukan pembenaran dalam tindakan KDRT.

Korban berpikir bahwa apa yang diperbuat pelaku tidak termasuk dalam kategori tindakan kekerasan. Bahkan pada titik tertentu, korban akan percaya bahwa mereka pantas mendapatkan kata-kata kasar.

3. Masih ada rasa cinta terhadap pelaku KDRT

ilustrasi putus cinta. (pexels.com/RODNAE Productions)

Korban KDRT memilih untuk memaafkan pelaku dan bertahan karena rasa cinta yang masih ada. Rasa cinta membuat korban KDRT tidak mau meninggalkan pasangan yang telah menyakitinya.

Berdasarkan penelitian Journal of Interpersonal Violence, ditemukan alasan korban KDRT memaafkan pelaku adalah keinginannya untuk mempertahankan rumah tangga. Namun, pelaku KDRT sering memanfaatkan rasa cinta dari korban disertai ancaman menyakiti atau bunuh diri jika korban KDRT melapor atau pergi.

4. Korban mengalami rasa takut yang luar biasa

ilustrasi kekerasan. (pexels.com/Karolina Grabowska)

Cassandra Wiener, dosen University of London, mengatakan pelaku KDRT berpotensi untuk melakukan ancaman kepada korbannya. Misalnya ancaman membatasi kesempatan korban KDRT untuk bertemu anak, teman, menutup akses penggunaan kendaraan dan keuangan.

Pelaku sengaja melakukannya untuk mempersulit hingga mengisolasi korbannya. Hal ini karena pelaku merasa cemas, hal ini disebut psikolog sebagai state of siege.

Berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan di Journal of Policy and Practice ditemukan bahwa mengakhiri rumah tangga bisa jadi sesuatu yang membahayakan bagi korban. Korban takut apabila berhasil memenangkan sebuah kasus dan pelaku dihukum sesuai perbuatannya, kemungkinan pelaku akan balas dendam terhadap korban.

5. Faktor anak dalam pernikahan

ilustrasi pasangan bertengkar. (freepik.com/gpointstudio)

Posisi korban KDRT lebih sulit apabila telah memiliki anak. Korban tidak ingin anak-anak menjadi korban selanjutnya akibat ketidakharmonisan rumah tangga hingga anak-anak merasa kehilangan salah satu sosok orangtua yang sangat dibutuhkan selama masa tumbuh kembang anak.

Korban lebih memilih tetap bertahan dan tidak meninggalkan rumah karena jika mereka melakukannya, bisa menimbulkan perkara baru terkait hukum. Oleh karena itu, korban rela memaafkan dan bertahan dalam hubungan abusive.

Itulah lima alasan korban KDRT memaafkan pelaku dan tetap bertahan dalam hubungan abusive. Bagaimanapun KDRT adalah perbuatan yang melanggar hukum. Jangan sampai terperangkap dalam hubungan yang abusive.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ni Ketut Sudiani
EditorNi Ketut Sudiani
Follow Us