Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mengenal Kenapa di Bali Tidak Ada RT RW

Jalanan di Ubud dan bale banjar Ubud Kelod. (IDN Times/Yuko Utami)

Masyarakat Bali kalau mengecek Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada bagian Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) tertulis 000/000. Ada beberapa penyebab kenapa di Bali tidak ada RT RW. Tidak hanya KTP, saat mengisi data berkaitan dengan alamat domisili di Bali, bagian RT/RW tidak terisi. Lantas jika tidak menggunakan RT/RW, istilah apa yang digunakan?

Jika menengok pada arsip sejarah, ternyata penjajah Jepang yang memperkenalkan istilah RT/RW di Indonesia. Masa penjajahan Jepang di Indonesia dari tahun 1942-1945, sistem RT/RW ini diadopsi dan digunakan sampai saat ini.

1. RT/RW diadopsi dari kolonial Jepang

Ilustrasi huruf Bahasa Jepang (freepik.com/Freepik)

Pada masa penjajahan Jepang, RT/RW diperkenalkan dengan istilah Tonarigumi dan Azazyookai. Setelah Indonesia meraih kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, kedua istilah itu diadaptasi dengan fungsi berbeda dalam bentuk Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Kampung (RK).

Berdasarkan jurnal Eko Survianto yang dimuat dalam jurnal Ilmu Administrasi Vol 5, No 3 (2008), Quo Vadis RT RW, Tonarigumi diadopsi dari organisasi serupa di Jepang yang awalnya memang dirancang untuk kota-kota besar di sana pada 1938.

Sebelumnya, pemerintahan kolonial Jepang menerapkan Tonarigumi dan Azazyookai di Indonesia untuk mengerahkan romusha. Setelah momen itu, RT/RK adalah skala terkecil sekaligus garda terdepan pelayanan masyarakat dengan sistem gotong royong. Termasuk menyediakan bahan pangan bagi sesama masyarakat dan gerilyawan di masa penjajahan Belanda pada agresi militer tahun 1947 dan 1949.

2. Bali mengenal banjar, setara dengan dusun

Ilustrasi sembahyang di pura. (IDN Times/Yuko Utami)

Wilayah skala terkecil disebut desa. Desa di Bali terbagi dalam desa adat dan desa dinas. Desa adat terdiri dari beberapa banjar. Banjar ini setara dengan dusun. Menurut Undiksha Repository, banjar dapat dikatakan sebagai suatu pembagian wilayah tertentu yang di dalamnya terdapat kesatuan masyarakat yang memiliki hukum dan memiliki batas-batas wilayah yang berwenang.

Hukum dan batas kewenangan tersebut digunakan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Selanjutnya, banjar juga mengurus wilayah dan masyarakatnya berdasarkan asal usul maupun adat istiadat setempat, yang dapat diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Indonesia.

Perkembangannya, banjar tidak hanya untuk mengatur adat dan upacara di kawasan tersebut. Namun, saat terjadi pandemik COVID-19, banjar berperan dalam penyaluran informasi, bantuan, dan pengawasan kesehatan secara sektoral. Hingga saat ini meskipun tidak menggunakan istilah RT/RW, tetapi fungsi banjar serupa dengan RT/RW.

3. Sebelum RT/RW sudah ada istilah lainnya

Petani di desa Pragak Kecamatan Parang tengah memanen jagung. IDN Times/ Riyanto.

PJ Suwarno dalam bukunya Dari Azazyookai dan Tonarigumi ke Rukun Kampung dan Rukun Tetangga di Yogyakarta (1942-1989) menuliskan sebelum Jepang hadir di Nusantara dan memperkenalkan Tonarigumi dan Azazyookai pada 1943, Yogyakarta telah memiliki istilah lain. Terdapat paguyuban sosial yang hidup dan berjalan di masyarakat Yogyakarta seperti sinoman, pralenan, dan sebagainya.

Berbagai aturan silih berganti mengatur tentang RT/RW di Indonesia. Pada masa orde baru, RT/RW pernah diatur dalam Permendagri Nomor 7 Tahun 1983. Sedangkan pada masa reformasi dengan berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Permendagri Nomor 4 Tahun 1999 yang mencabut Permendagri Nomor 7 Tahun 1983, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Kemudian melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2001 Tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau sebutan lain, diatur mengenai RT/RW atau sebutan lain. Pemda melalui Amanat Keputusan Presiden Nomor 49/2001 ditetapkan perda yang mengatur tentang pedoman pengaturan RT/RW.

Pengaturan tersebut meliputi tata cara pemilihan pengurus, hak dan kewajiban, tugas dan fungsi, masa bakti, syarat-syarat menjadi pengurus, musyawarah anggota, keuangan dan kekayaan RT/RW atau sebutan lain, untuk selanjutnya dituangkan dalam aturan desa masing-masing di seluruh Indonesia.

Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
Stella Azasya
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us