Mengapa Aku Lebih Suka di Rantau Daripada di Rumah?

Bukan bearti tidak sayang keluarga lho

Homesick, kata yang sering diucapkan anak rantau kala merindukan kampung halamannya. Dari cerita seorang teman yang pernah mengalami homesick, sebagian besar merindukan keluarga di kampung halaman. Saking rindunya, terkadang beberapa dari mereka bahkan sampai menangis seharian.

Selama empat tahun aku merantau di Pulau Bali, belum pernah merasa homesick. Walaupun terkadang aku juga rindu diantar jemput ketika bepergian atau sekadar dibawakan makanan ke kamar. Tapi jika diberi pilihan, tinggal di tempat rantau atau di rumah, bisa dikatakan aku lebih senang di tempat rantau. Mengapa?

Baca Juga: 5 Hal yang Dirasakan Freelancer di Perantauan, Berat Tapi Harus Kuat!

Bisa bebas pergi ke mana pun dan kapan pun

Mengapa Aku Lebih Suka di Rantau Daripada di Rumah?Ilustrasi berkelana (pexels.com/@maltelu)

Sebagai anak bungsu dan perempuan satu-satunya, orangtuaku jauh lebih protektif padaku dibanding kedua kakak laki-lakiku. Setiap aku ingin pergi, aku memang diantar-jemput oleh ayah. Tidak mengeluarkan uang, tetapi maksimal aku harus pulang pukul 18.00. Di tanah rantau, aku bisa pulang kapan pun tanpa ada yang memarahi.

Aku adalah tipe anak yang suka mengikuti kegiatan di luar. Karena orangtuaku yang protektif, aku harus memutar otak untuk membujuk mereka walau hanya untuk sekadar mengikuti acara diskusi. Ketika aku merantau, aku bebas melakukan apapun yang aku mau. Ketika aku mendapatkan kebebasan, justru aku semakin mampu mengendalikan diri sehingga dapat memilah mana yang baik untuk aku lakukan, mana yang tidak.

Lebih bisa menjadi diri sendiri

Mengapa Aku Lebih Suka di Rantau Daripada di Rumah?Foto hanya ilustrasi (pexels.com/@gabby-k)

Setiap aku akan kembali ke rumah dari perantauan, aku selalu bergurau: "on the way jadi aku versi alim". Sebenarnya sangat satire kalau aku harus "mengganti" kepribadianku menjadi seorang gadis "baik". Aku harus mengubah cara bicaraku yang cenderung blak-blakan, termasuk pula cara berpakaianku.

Merantau, melatih diriku untuk lebih berani menjadi diri sendiri. Aku bisa mengekspresikan diriku dengan pakaian seperti yang aku mau, baik pakaian terbuka maupun tertutup. Ini didukung juga dengan lingkunganku yang lebih ramah dan tidak menghakimi. Aku juga bisa berdandan seaneh apapun tanpa takut dikomentari keluarga.

Merasa tertekan di rumah

Mengapa Aku Lebih Suka di Rantau Daripada di Rumah?Ilustrasi senyum palsu (pexels.com/@mike-jones)

Inilah alasan utamaku mengapa lebih betah di tanah rantau dibanding di rumah. Sebagai mahasiswa semester akhir, pertanyaan seputar kelulusan selalu mengintai. Ketika aku berada di tanah rantau, pertanyaan itu jarang kudapat. Begitu aku menginjakkan kaki di rumah, pertanyaan itu datang bertubi-tubi hingga aku merasa jengkel. Sebagian besar pertanyaan itu dilontarkan oleh generasi yang lebih tua di keluargaku. Aku hanya bisa tersenyum, walaupun dalam hati merasa risih dan tertekan. 

Aku merasa lebih tenang dan fokus ketika berada di tanah rantau. Banyak teman di sekelilingku yang mengerti situasiku. Mereka tidak melontarkan banyak pertanyaan, justru mereka menyemangatiku untuk mengerjakan tugas akhir. Aku bisa melakukan banyak kegiatan sampingan agar tidak merasa stres karena tugas akhir.

Lebih senang di perantauan bukan berarti sama sekali tidak merindukan rumah, atau bahkan tidak menyayangi keluarga. Terkadang, kita perlu sedikit jarak agar hubungan keluarga bisa terjalin dengan baik. Bagaimana dengan kamu?

Kristina Jessica Photo Community Writer Kristina Jessica

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya