Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sisi Spiritual di Jembatan Tukad Bangkung, Ada Beban Niskala

Upacarabali
Upacara Yadnya Parisudha Jagat di Tukad Bangkung (Dok.IDN Times/istimewa)

Badung, IDN Times - Rentetan peristiwa bunuh diri yang terjadi berulang di kawasan Tukad Bangkung, Desa Plaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, telah menjadi kegelisahan masyarakat. Tragedi yang terjadi di sekitar Jembatan Tukad Bangkung, tidak hanya meninggalkan duka mendalam, tetapi juga menyisakan pertanyaan apa yang sesungguhnya terjadi dengan ruang di sekitar jembatan tertinggi di Bali tersebut.

Sebagai langkah agar tidak lagi menjadi tempat hilangnya nyawa manusia, telah dilakukan Upacara Yadnya Parisudha Jagat di Jembatan Tukad Bangkung pada Kamis lalu, 18 Desember 2025. Upacara dipuput oleh Jro Mangku Gede Made Pawitra dari Desa Bulian, didampingi para mangku dan prajuru adat dari Desa Bulian, Pelaga, Sidan, Tambakan, Selulung, serta Kubutambahan.

Upacarabali
Upacara Yadnya Parisudha Jagat di Tukad Bangkung (Dok.IDN Times/istimewa)

Ada cerita menarik dari Tim Komunitas Palemahan Kedas (Padas) sekaligus Ketua Yayasan Bali Organik Association (BOA), Ni Luh Kartini. Ia menceritakan pengalaman anggotanya, laki-laki asal Badui, saat memesan kopi di sekitar lokasi jembatan. Dari kajian sosiologis, spiritual, dan kepercayaan lokal laki-laki tersebut, kawasan Jembatan Tukad Bangkung dipercaya sebagai wilayah kerajaan wong samar (makhluk gaib). Jembatan tersebut terdapat istana gaib.

Dalam proses awal pembangunan jembatan, pendekatan yang dilakukan oleh pembangun jembatan tidak terlalu bagus. Sehingga menyisakan ketidakseimbangan energi yang dipercaya turut memengaruhi kondisi psikologis orang-orang tertentu. Di mana penghuni lokasi tersebut mencari korban dengan cara korban melompat dari jembatan.

"Kan ada orang Badui yang mengatakan, ternyata di situ ada istana gaib. Jadi katanya pas di jembatan itulah atapnya. Banyak yang bunuh diri di sana, dan itu akan berlanjut terus," ungkapnya.

Upacarabali
Upacara Yadnya Parisudha Jagat di Tukad Bangkung (Dok.IDN Times/istimewa)

Laki-laki Badui itu kemudian menerima pesan, bahwa penghuni lokasi meminta sepasang Kerbau Putih. Pesan tersebut diteruskan kepada Tim Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber Palemahan Kedas (PSBS Padas), dan disambut dengan baik. Namun, mereka sempat ragu menyampaikan hal tersebut ke pihak pemerintah terkait karena khawatir timbul perbedaan persepsi.

Sehingga berbagai elemen masyarakat, mulai dari Yayasan BOA, Tim PSBS Padas, Paiketan Spiritual, Yayasan Bali Mula, Paiketan Krama Bali, hingga para tokoh masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap keselamatan jiwa dan kelestarian alam sepakat melakukan upacara.

"Kitalah. Karena kita yang mendengar, kita yang harus melakukan," ungkapnya.

Jembatan Tukad Bangkung merupakan jembatan yang secara makna menghubungkan tiga Kabupaten yaitu Badung, Bangli, hingga Buleleng. Ketiga wilayah tersebut memiliki kesamaan berawalan huruf B. Berdasarkan permaknaan tersebut, mereka memilih upacara menggunakan sarana banten dari Bali Mula, desa tertua di Bali. Banten-nya berasal dari Desa Bulian yang sering digunakan oleh komunitas ini.

"Dari prosesi itu sebenarnya jam 13.00 Wita. Kami menanam Pohon Cemara, menebar Ikan Nila. Sesudah itu lanjut jam 17.00 Wita Upacara Mecaru, melepas Burung Titilan, setelah itu baru melepas Kebo (Kerbau) ya," jelasnya.

Upacarabali
Upacara Yadnya Parisudha Jagat di Tukad Bangkung (Dok.IDN Times/istimewa)

Setelah prosesi Upacara Parisudha Jagat selama 3 jam, ritual dan doa bersama, dilakukan pelepasan simbol-simbol kehidupan berupa dua ekor Kebo (Kerbau) Putih lanang-wadon (laki-perempuan) yang dilepas secara simbolis. Setelah itu dihaturkan menjadi kebo duwe di Desa Plaga. Selain itu juga Caru Kebo, Caru Kambing Selem, Caru Celeng Selem, Caru Celeng Butuan, Caru Angsa, hingga Cicing Belang Bungkem.

Prosesi dilanjutkan dengan pelepasan burung dan lampion masing-masing sebanyak 33 buah, oleh para tamu undangan di pintu masuk Jembatan Tukad Bangkung. Angka 33 dimaknai sebagai simbol keseimbangan dan penyucian, sekaligus doa agar kehidupan kembali menemukan jalannya.

"Tenang sekali (hewannya). Bahkan ini seteah dibersihkan, berak dia. Jarang biasanya itu upacara ternaknya berak," ungkapnya.

Saat ia melakukan Ngaturan Piuning dan bertemu dengan pemangku setempat, ia diberitahu bahwa di lokasi itu terdapat dua Beji yang berkaitan dengan Pura Puncak Mangu. Kedua Beji disimbolkan sebagai lanang-wadon. Pemangku yang dia temui juga menyampaikan hal serupa, bahwa di lokasi merupakan istana Gamang yang penghuninya bernama Dayu.

Satu tokoh masyarakat yang hadir juga menceritakan bahwa pembantunya sempat melewati jembatan tersebut sekitar 00.00 Wita, dan menemukan seorang perempuan menawan memanggilnya meminta tolong.

"Akhirnya kan menguatkan. Ya mudah-mudahanlah Sueca," terangnya.

Basarnas Denpasar
Basarnas Denpasar mengevakuasi korban dari kedalaman jurang (Dok.IDN Times/istimewa)

Fenomena bunuh diri di Jembatan Tukad Bangkung dinilai tidak cukup dipahami hanya dari aspek fisik atau keamanan. Kesadaran spiritual serta cara manusia beragama di Bali turut dipandang memiliki peran penting. Selama ini, praktik beragama kerap lebih menekankan hubungan vertikal dengan Tuhan, namun kurang memberi ruang pada hubungan horizontal dengan alam sebagai Ibu Kehidupan.

Sembari mengantarkan pelaksanaan upacara, pihak penyelenggara menyampaikan, upacara ini dimaknai sebagai ikhtiar spiritual untuk memulihkan keseimbangan dan harmoni, sekaligus menetralkan serta menyucikan kawasan Tukad Bangkung yang selama ini diyakini memiliki beban niskala (tidak terlihat atau gaib) akibat ketidakharmonisan hubungan manusia dengan alam dan ruang sakral.

"Kita juga tidak tahu, kita hanya meyakini. Mudah-Mudahan keyakinan kita bisa tidak terjadi lagi (bunuh diri) di situ," ungkapnya.

Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us

Latest News Bali

See More

Kadis DKLH Bali Sebut Denpasar-Badung Masuk Daftar PSN Waste to Energy

23 Des 2025, 17:30 WIBNews