Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

[OPINI] Misteri di Balik Lubang Buaya, Kontroversi G30S

Diorama penangkapan Pierre Tendean di Museum Pengkhianatan PKI (Komunis) di Lubang Buaya. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang terjadi lebih dari setengah abad lalu hingga kini masih menjadi perdebatan sengit di Indonesia. Berbagai versi cerita bermunculan, masing-masing menawarkan interpretasi berbeda tentang siapa dalang di balik peristiwa tersebut, motif di balik kudeta, dan peran berbagai pihak yang terlibat.

Versi resmi Orde Baru (Orba) yang menuding PKI sebagai dalang utama telah lama mendominasi narasi publik. Namun, seiring berjalannya waktu, terutama pascareformasi, muncul berbagai versi alternatif yang menantang narasi tersebut. Perbedaan penamaan peristiwa ini, dari G30S/PKI hingga Gestok, juga mencerminkan beragam sudut pandang dan kepentingan yang melatarbelakangi setiap versi cerita. Kontroversi seputar G30S terus berlanjut hingga kini, menunjukkan betapa kompleks dan multidimensi peristiwa sejarah ini.

1. Penamaan peristiwa

ilustrasi kalender (pexels.com/Towfiqu Barbhuiya)

Penggunaan tanda "/" dalam istilah G30S/PKI telah menjadi subjek interpretasi yang beragam. Bagi sebagian pihak, tanda tersebut menyiratkan keterlibatan langsung PKI dalam peristiwa kudeta tersebut. Namun, penyingkatan menjadi G30S tanpa embel-embel PKI menyiratkan adanya keraguan atau perdebatan mengenai sejauh mana keterlibatan partai tersebut.

Penggunaan istilah alternatif seperti "Gestok" oleh Presiden Soekarno, dan "Gestapu" oleh kalangan militer semakin memperkaya kompleksitas penamaan peristiwa ini. Berbagai publikasi, mulai dari buku hingga media massa, turut memperkaya narasi seputar G30S/PKI, sering kali mencerminkan sudut pandang ideologi dan politik penulisnya. Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa bersejarah ini terus menjadi objek kajian dan interpretasi yang dinamis hingga saat ini.

2. Dalang di balik peristiwa

Sukarno dan Ratna Sari Dewi. (Instagram.com/kartikasoekarnofoundation)
Sukarno dan Ratna Sari Dewi. (Instagram.com/kartikasoekarnofoundation)

G30S/PKI merupakan peristiwa paling kontroversial dalam sejarah Indonesia. Hingga kini, belum ada satu pun versi yang secara mutlak diterima sebagai kebenaran tunggal. Berbagai pihak telah mengajukan sejumlah teori dan interpretasi yang saling bertentangan mengenai siapa dalang di balik peristiwa tersebut dan apa motifnya.

  1. Versi PKI: Versi ini menyatakan bahwa PKI adalah dalang utama peristiwa tersebut dengan tujuan menggulingkan pemerintahan dan mengubah ideologi negara menjadi komunis. PKI dianggap sebagai ancaman serius bagi stabilitas nasional dan keamanan negara
  2. Versi konflik internal TNI AD: Versi ini berpendapat bahwa peristiwa G30S merupakan hasil dari konflik internal di tubuh TNI AD, terutama antara generasi muda perwira dengan pimpinan militer yang lebih tua. Ketidakpuasan terhadap kepemimpinan dan korupsi di tubuh TNI AD menjadi pemicu
  3. Versi keterlibatan Presiden Sukarno: Versi ini menduga bahwa Presiden Sukarno terlibat dalam peristiwa tersebut dengan tujuan menyingkirkan para jenderal yang dianggap sebagai ancaman bagi kekuasaannya, dan program revolusi yang sedang berjalan
  4. Versi kudeta merangkak oleh Soeharto: Versi ini menyatakan bahwa Soeharto memanfaatkan peristiwa G30S sebagai kesempatan untuk menumpas PKI dan merebut kekuasaan dari Presiden Sukarno. Pembunuhan para jenderal yang loyal kepada Sukarno dianggap sebagai langkah awal dalam rencana kudeta merangkak tersebut
  5. Versi keterlibatan CIA: Versi ini menduga bahwa CIA terlibat dalam peristiwa G30S dengan tujuan mencegah Indonesia menjadi negara komunis dan memperkuat pengaruh Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara.

3. Genosida setelah G30S

Relief peristiwa G30S PKI di Monumen Pancasila Sakti (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Peristiwa G30S/PKI memicu terjadinya gelombang kekerasan massal dan pelanggaran HAM yang sangat serius di Indonesia. Pascaperistiwa tersebut, terjadi pembantaian terhadap anggota dan simpatisan PKI secara besar-besaran. Tindakan kekerasan ini dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk militer, kelompok agama, dan masyarakat sipil. Motif di balik pembantaian ini beragam, mulai dari balas dendam, ketakutan akan komunisme, hingga perebutan kekuasaan.

Korban pembantaian tidak hanya terbatas pada anggota PKI yang terbukti terlibat dalam peristiwa kudeta, tetapi juga mencakup orang-orang yang dituduh sebagai simpatisan atau bahkan hanya memiliki pandangan politik yang berbeda. Proses penangkapan dan pembunuhan sering kali dilakukan tanpa melalui prosedur hukum yang benar, sehingga banyak warga sipil yang menjadi korban. 

Konflik antara PKI dan kelompok agama, terutama Islam, menjadi pemicu utama terjadinya kekerasan massal. Perebutan sumber daya, seperti tanah, dan perbedaan ideologi antara kedua kelompok semakin memperparah situasi. Wilayah Jawa Timur, khususnya Kediri, menjadi lokasi pembantaian terbesar.

4. Dalih Pembunuhan Massal

Buku Dalih Pembunuhan Massal karya John Roosa. (books.google.co.id)
Buku Dalih Pembunuhan Massal karya John Roosa. (books.google.co.id)

Peristiwa G30S/PKI memicu gelombang kekerasan massal yang meluas di Indonesia, terutama di Jawa Timur. Pembunuhan massal terhadap anggota dan simpatisan PKI dilakukan secara sistematis dan meluas, dengan dalih membasmi komunisme. Aksi kekerasan ini mendapat legitimasi dari berbagai pihak, termasuk kalangan agama, khususnya Nahdlatul Ulama (NU). Para kiai dan pengurus NU membenarkan pembantaian tersebut dengan alasan, bahwa PKI dianggap sebagai penganut atheis yang mengancam keberadaan Islam.

Pandangan bahwa PKI adalah ancaman eksistensial bagi Islam dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk melakukan tindakan kekerasan. Meskipun tidak semua anggota PKI adalah atheis, namun stigma negatif yang melekat pada partai tersebut membuat mereka menjadi sasaran empuk. Pemerintah Orba di bawah kepemimpinan Soeharto juga turut bertanggung jawab atas terjadinya pembantaian massal ini. 

Dengan dalih membasmi PKI, pemerintah melakukan tindakan represif yang mengakibatkan hilangnya nyawa ribuan orang. Pembunuhan massal setelah G30S dilakukan secara terorganisir dan sistematis. Korban dibunuh tanpa melalui proses peradilan yang adil, dan tubuh mereka sering kali dibuang ke tempat-tempat terpencil. Pemerintah berusaha menutup-nutupi peristiwa ini, dan membesar-besarkan ancaman PKI untuk membenarkan tindakan kekerasan yang dilakukan.

5. Buku terkait peristiwa G30S

Buku tentang peristiwa G30S (Davidelit via Wikipedia)
Buku tentang peristiwa G30S (Davidelit via Wikipedia)

Buku-buku yang membahas peristiwa G30S/PKI mengandung nilai kontroversi yang tinggi. Selama Orba, buku-buku tentang G30S cenderung memihak pada narasi resmi yang menyalahkan PKI sebagai dalang utama peristiwa tersebut. Narasi ini digunakan untuk melegitimasi kekuasaan Soeharto dan membungkam suara-suara kritis.

Seiring dengan reformasi, muncul beragam buku yang menawarkan perspektif berbeda mengenai G30S/PKI. Buku-buku ini sering kali menentang narasi resmi Orba, dan mengajukan teori-teori alternatif tentang dalang sebenarnya di balik peristiwa tersebut. Hal ini memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat dan akademisi.

Kontroversi dalam buku-buku tentang G30S/PKI dapat dilihat dari dua sudut pandang:

  1. Perbedaan perspektif antara era Orde Baru dan Reformasi: Pada masa Orde Baru, buku-buku cenderung bersifat doktrinatif dan hanya menyajikan satu versi kebenaran. Sementara itu, pada masa Reformasi, terdapat kebebasan yang lebih besar untuk mengeksplorasi berbagai sudut pandang dan interpretasi
  2. Perbedaan pandangan mengenai peran PKI: Buku-buku tentang G30S/PKI dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu buku yang pro-PKI dan buku yang anti-PKI. Buku-buku pro-PKI cenderung meragukan keterlibatan PKI dalam peristiwa tersebut atau bahkan membela PKI. Sebaliknya, buku-buku anti-PKI cenderung memperkuat narasi resmi Orde Baru yang menyalahkan PKI sebagai dalang utama.

6. Film terkait peristiwa G30S

Film Jagal (Imdb.com)

Film-film tentang peristiwa G30S/PKI telah memainkan peran penting dalam membentuk narasi publik mengenai peristiwa berdarah ini. Selama Orba, film seperti "Pengkhianatan G30S/PKI" berfungsi sebagai alat propaganda yang kuat untuk menanamkan keyakinan, bahwa PKI adalah dalang utama peristiwa tersebut. Film ini menyajikan narasi yang dramatis dan penuh kekerasan, serta mengagungkan sosok Soeharto sebagai pahlawan yang menyelamatkan negara dari ancaman komunisme.

Namun seiring berjalannya waktu dan reformasi politik, muncul film-film dokumenter seperti "Jagal" dan "Senyap" yang menawarkan perspektif yang berbeda. Film-film ini mengungkap sisi lain dari peristiwa G30S/PKI, yaitu kekerasan massal yang terjadi setelah kudeta dan dampaknya terhadap korban maupun keluarga mereka. Film-film ini juga mengkritik narasi resmi Orba yang selama ini mendominasi.

Perbedaan antara film-film produksi Orba dan film-film dokumenter pascareformasi terletak pada sudut pandang, tujuan, dan metode penyampaiannya. Film-film produksi Orba cenderung bersifat propaganda dan bertujuan untuk membenarkan tindakan pemerintah. Sedangkan film-film dokumenter lebih bersifat investigatif dan bertujuan untuk mengungkap kebenaran serta memberikan suara bagi korban.

Misteri di balik lubang buaya, kontroversi yang menyelimuti G30S, sebuah peristiwa berdarah yang penuh teka-teki, yang terus menghantui ingatan kolektif bangsa dan menjadi pelajaran berharga bagi generasi mendatang.

Share
Topics
Editorial Team
Yogi Pratama
EditorYogi Pratama
Follow Us