Warga Temesi Menolak Tanahnya Jadi Lokasi Pembuangan Sampah

Gianyar, IDN Times - Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali memindahkan pembuangan sampah sementara ke Temesi, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, ditolak warga Desa Temesi. Sebelumnya pada Minggu, 16 Maret 2025 lalu Gubernur Bali, Wayan Koster, menyatakan pembuangan sampah sementara akan dipindahkan ke Desa Temesi.
Kala itu, Koster berkata pembuangan sementara akan menggunakan pengelolaan sampah berbasis teknologi insinerator oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).
"Akan dilakukan PLN karena waste to energy, akan dibangun di Temesi, Gianyar,” jelas Koster Maret lalu di Gedung Gajah, Jayasabha, Kota Denpasar. Bagaimana penolakan warga Desa Temesi? Baca selengkapnya di bawah ini.
Warga Desa Temesi sepakat menolak rencana pemindahan sampah sementara

Kepala Desa Temesi, I Ketut Branayoga, mewakili warga Desa Temesi menyatakan pihaknya menolak rencana tersebut. Branayoga mengungkapkan, pihaknya telah mengirimkan berita acara kesepakatan berisi suara penolakan warga pada 28 April 2025 lalu.
Berita acara tersebut dikirimkan kepada Menteri Lingkungan Hidup RI, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI, Gubernur Bali, dan Bupati Gianyar. Branayoga menambahkan, pihaknya juga telah mengeluhkan persoalan ini ke media sosial.
“Kita sekarang tinggal menunggu demo saja. Masyarakat kami sudah siap dengan instruksi. Kalau memang itu jalan terakhir bagi kami demi tanah kelahiran, itu yang kami lakukan,” kata Branayoga saat dihubungi IDN Times, pada Sabtu (7/6/2025).
Hasil pertemuan 1 Juni 2025 belum jelas

Menurut Branayoga, pertemuan pada Minggu 1 Juni 2025 lalu di Desa Temesi belum ada keputusan yang jelas. Pertemuan pengurus Desa Temesi dengan Gubernur Bali, Wayan Koster; Bupati Gianyar, I Made Agus Mahayastra; dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Gianyar, Ni Made Mirnawati, itu meninjau TPA Temesi.
Melalui pertemuan itu, Branayoga mengungkapkan bahwa Kabupaten Badung dan Kota Denpasar telah memiliki lahan untuk membuang sampah. Ia menduga, informasi lahan terbuka didapatkan Pemprov Bali dari gambar peta yang menunjukkan sisi Timur TPA Temesi seluas 7 hektare. Kata Branayoga, area itu merupakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Tanah warga itu ada yang dikontrakkan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gianyar untuk pengelolaan sampah di TPA Temesi seluas 4 hektare. Sisanya telah menjadi hamparan sampah.
“Sudah sampah semua, bahkan tanah mereka (warga) gak diketahui batas-batasnya yang tujuh atau delapan pemilik itu sudah penuh dengan sampah semua,” ucap Branayoga.
Temesi setuju jika insinerator pengelolaan sampah itu hanya dikhususkan untuk Kabupaten Gianyar saja

Sebelumnya, Branayoga hanya mengetahui Pemkab Gianyar mengajukan percepatan pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) kepada Kementerian PUPR RI pada awal Mei 2025. Insinerator dan pemindahan sampah sementara ke Temesi, sempat Ia dengar pada akhir 2024 lalu. Namun, Branayoga mengklaim pihaknya tidak pernah diajak terlibat membahas semua rencana itu.
Branayoga tidak menolak insinerator untuk alternatif pengelolaan sampah di Kabupaten Gianyar. Insinerator sebagai satu alat yang akan disiapkan dalam perencanaan pembangunan TPST sejak 2023. Namun, jika untuk mengolah sampah dari kabupaten lainnya, Branayoga tegas menolak.
Ia menambahkan, rencana TPST ini berbeda dengan proyek WTE atau waste to energy yang disampaikan Koster maupun Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Kadis KLH) Provinsi Bali, I Made Rentin, pada 2 Juni 2025 lalu.
Branayoga bercerita, TPA Temesi telah ada sejak 1990-an di kala Ia masih bersekolah. Saat itu Pemkab Gianyar membeli lahan tak produktif seperti lembah. Lahan lembah itu untuk tempat pembuangan sampah Pasar Tradisional Gianyar. Pascamembeli lahan lembah, Pemkab Gianyar memperbaiki jalan sawah untuk memudahkan akses pembuangan sampah dan jalan warga.
“Nah, lama tahun itu berkembang dan semakin luas gitu, kami gak tahu seperti ini jadinya. Karena orang tua atau pemuka masyarakat kami dulu belum paham betul apa itu lingkungan,” kata Branayoga yang menjadi Kepala Desa Temesi selama tiga tahun.