Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pelukis Muda di Bali Melawan Perundungan dengan Cinta Tulus Sang Ibu

IMG_5027.jpeg
I Komang Aryawan (20 tahun) dan lukisannya bertajuk Affection that Revives Art atau Kasih Sayang yang Menghidupkan Seni. (IDN Times/Yuko Utami)

Denpasar, IDN Times - Lukisan menyerupai relief nuansa warna hijau, biru, dan ungu terpajang pada dinding sudut ruangan Gedung Kriya, Taman Budaya, Kota Denpasar. Arca ratu dengan senyum yang hangat dalam lukisan itu memeluk seorang anak laki-laki. Air muka arca ratu itu tampak begitu tenang dengan senyuman yang meneduhkan.

Lukisan bertajuk Affection that Revives Art atau Kasih Sayang yang Menghidupkan Seni ini karya dari I Komang Aryawan. Usianya baru 20 tahun, menjadikan Ary–begitu Ia akrab disapa–sebagai pelukis termuda dalam Pameran Bali Kandarupa 2025. Pameran bertemakan Sulur Jagat Suluh ini bermakna Tata Semesta Pelita Rupa dengan tiga kurator ternama seperti I Wayan Kun Adnyana, I Ketut Muka, dan Warih Wisatsana. Tumbuh sejalan dengan ketulusan kasih sayang sang Ibu, Ary mengabadikan bentuk bakti kepada ibunya melalui lukisan relief arca ratu.

“Telapak kaki Ibu adalah surga, bahwa Ibu pantas sebagai ratu di dunia ini,” kata Ary kepada IDN Times di Gedung Kriya, Rabu (25/6/2025).

Ary tampil sederhana mengenakan kemeja abu-abu, celana panjang, dan sandal jepit mencerminkan pribadi yang apa adanya. Ary tak bersusah payah membuat terkesan dari penampilan. Namun, dari karya dan cara bertuturnya, membuka mata bahwa tekad kuat dan doa Ibu adalah nilai abadi yang terpatri dalam nadinya. Bagaimana kisah Ary pelukis muda di Bali? Ini selengkapnya.

1. Masa kecil penuh kesulitan, melawan perundungan dengan karya

IMG_5026.jpeg
Lukisan karya I Komang Aryawan berjudul Affection that Revives Art. (IDN Times/Yuko Utami)

Tak seperti seniman kebanyakan yang hidup dari keluarga mapan dan berpengaruh, masa kecil Ary penuh tantangan. Ibu dan ayahnya bercerai saat Ary berusia 3 tahun. “Aku kurang kasih sayang ayah, aku hanya punya kasih sayang Ibu, ibuku yang memberi dukungan penuh untuk berkarya,” ujar Ary dengan suara bergetar.

Derasnya hujan mengalun bak tembang semesta menyapu duka masa lalu Ary. Meskipun sebagai Ibu tunggal, Ary berkata sang Ibu begitu tegar membesarkan tiga anak. Ibunya gemar membaca buku dan majalah bergambar seperti Bogbog dan Bobo. Melalui majalah bergambar itu, ibunya mengenalkan Ary pada bacaan yang menuntunnya ke dunia seni lukis.

Tanpa ragu, Ary memutar kembali kenangan pahit di masa kecilnya. Ary menuturkan, sang Ibu mencari nafkah seorang diri dengan berjualan cendera mata demi menghidupi anak-anaknya. Namun, pandemik COVID-19 meluluhlantakkan mata pencaharian itu. Tak menyerah, hingga kini Ibu Ary beralih menjadi penjual sayuran dan sembako keliling. Hidup kian pahit ketika Ary mengalami perundungan di sekolah.

“Mulai kecil itu saya di-bully kadang guru mem-bully saya mungkin dari penampilan saya,” kata Ary.

Sempat tertekan karena dirundung, Ibunya selalu menguatkan Ary. Sejak sekolah dasar (SD) hingga mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Bali, Ary menguatkan diri lewat cinta kasih Ibu dan melukis. Karyanya dalam pameran kali ini menganut aliran semi tradisi, semi realis, dan naturalis. Ary menghidupkan seni dari perjuangan sang Ibu, dan sosok anak laki-laki yang digendong dalam gambar itu adalah Ary. Sisi kanan lukisan, menggambarkan dirinya yang memegang kuas, yang menyimbolkan perlawanan atas kesulitan hidup lewat melukis. Sementara, cat air di atas pohon adalah simbol harapan yang ingin diraihnya. Ary menuangkan cinta kasih Ibu dan harapan dalam perjalanan hidupnya sebuah lukisan.

2. Ibu sumber kekuatan dan mengidolakan pelukis lokal dan internasional

ilustrasi Leonardo da Vinci (commons.wikimedia.org/unknown author)
ilustrasi Leonardo da Vinci (commons.wikimedia.org/unknown author)

Sebelum menekuni seni lukis dengan serius, mahasiswa jurusan seni murni di Institusi Seni Indonesia (ISI) Bali ingin menjadi seniman tato. Alasannya, selain dapat menggambar, Ary tergiur dengan penghasilannya untuk membantu kebutuhan rumah. Ary mengatakan, tato penuh dalam satu tangan dapat dibayar seharga Rp10 juta hingga lebih. Namun, bakti pada sang Ibu membuatnya tak melanjutkan impiannya sebagai seniman tato. Ary selalu mengingat pesan sang Ibu, bahwa ada banyak media lain untuk melukis. Sehingga kanvas dan tembok jadi media lukis Ary saat ini.

“Semua perkataan Ibu benar, walaupun impian dibendung Ibu. Awalnya agak sedih, tapi tiap dengar kata Ibu, kalau setiap hal ada jalannya, ada saja yang dimudahkan,“ ujar Ary.

Lelaki asal Desa Batubulan Kangin, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar ini, juga menekuni seni mural. Ia bersama teman-temannya mampu merogoh penghasilan sebagai muralis untuk mencukupi kebutuhan hidup. Sejak duduk di bangku SMSR, Ary tak pernah meminta uang jajan pada sang Ibu.

Sebagai pelukis muda, Ary mengagumi sejumlah karya seniman lokal seperti Wayan Redika yang dikaguminya sejak masa sekolah menengah. Melalui Redika, Ary belajar teknik melukis karya relief. Dalam karya lukisannya, Ary menggunakan warna kepribadiannya seperti biru, ungu, dan hijau. 

Selain Wayan Redika, Ary juga mengagumi karya Made Wianta dan Kun Adnyana. Made Wianta memadukan seni tradisi dengan kontemporer antara aksara Bali dengan aksara Jepang. Sementara, pelukis Indonesia yang dikaguminya yakni Abdullah dan Raden Saleh. Pelukis dunia yang dikagumi Ary adalah Leonardo da Vinci.

“Belum ada teknologi masa itu, tapi mereka bisa membuat potret realis.”

3. Ary berharap semakin banyak wadah pameran seni lukis

ilustrasi pameran lukisan (pexels.com/Riccardo)
ilustrasi pameran lukisan (pexels.com/Riccardo)

Mengikuti pameran lukisan sejak masa sekolah menengah, Ary menyadari pameran amat penting sebagai sumber relasi dan belajar dengan para ahli. Sebagai generasi muda, Ary mengamati wadah pameran seni lukis tak banyak di Bali. Ary berharap juga agar pemerintah menjembatani pelukis dengan kolektor seni. Sehingga lukisan dalam pameran tak hanya dipamerkan saja, tapi mampu sebagai sumber penghidupan bagi para pelukis. 

Sebelum mengikuti pameran sebagai rangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 ini, Ary telah mengikuti berbagai pameran. Misalnya dari Kementerian Agama (Kemenag) RI, dari 800 orang pendaftar, Ary menjadi satu di antara 20 orang pelukis terpilih. Ary mengikuti pameran bertemakan keberagaman dan toleransi itu pada 2024 lalu. Meskipun orang Bali hidup dengan seni dalam tradisi, namun,Ary berharap agar animo kesenian di Bali hidup seperti di Yogyakarta.

“Berharap banget (seperti Yogyakarta) karena di sini  sedikit yang menikmati seni instalasi.”

Hujan masih turun dengan deras membasahi Pertiwi, dan menghidupkan makhluk hidup di Bumi. Kasih sayang sepanjang masa dari sang Ibu ibarat semesta yang menuntun Ary. Begitulah Ary, pelukis muda yang hidup memuliakan sang Ibu, menghayati penciptaan seni.

Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us