Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pekerja Dirugikan Soal Kesehatan dan Uang Pesangon

Ilustrasi demo buruh. (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)

Denpasar, IDN Times - Menjelang Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2023, Federasi Sekirat Pekerja Mandiri (FSPM) Regional Bali akan melakukan aksi damai yang rencananya digelar di depan Kantor Gubernur Bali, Senin (1/5/2023). Aksi ini akan mengungkap kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Bali yang sedang tidak baik-baik saja. Terlebih setelah lahirnya kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan buruh atau pekerja.

Sekretaris FSPM Regional Bali, Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana, mengungkapkan pekerja telah dirugikan mulai dari aspek keselamatan, kesehatan kerja, hingga aturan pemberian uang pesangon.

1.Daftar pasal yang dianggap merugikan buruh di Bali

Ilustrasi buruh atau pekerja saat demonstrasi. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Made Rai menyebutkan beberapa pasal yang merugikan buruh di antaranya:

  • Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023: Pasal 81 angka 47 terkait Pasal 156 Ayat 2
  • Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021: Pasal 42 Ayat 2, Pasal 43 Ayat 1, Pasal 44 Ayat 1, Pasal 45 Ayat 1 dan 2, Pasal 46 Ayat 1, Pasal 47.

“Itu beberapa pasal yang bagi buruh sangat merugikan,” ungkapnya, Sabtu (29/4/2023).

2.Pihaknya menyoroti Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pekerja yang dianggap kurang diperhatikan

Ilustrasi kerja lembur (pexels.com/Karolina Grabowska)

Made Rai mengatakan, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan outsourcing yang sangat longgar dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja berpotensi diterapkan di berbagai bidang. Selain itu, upah yang tidak baku rumusannya suatu saat bisa diubah oleh pemerintah secara sepihak. Hal ini sebagaimana dimuat dalam UU Nomor 6 Tahun 2023 Pasal 81 angka 28 terkait Pasal 88F.

“Waktu kerja lembur yang diperpanjang boleh sampai 4 jam per hari dan/atau 18 jam per minggu, juga harus ditinjau dari segi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi pekerja,” katanya.

3.Pekerja dirugikan soal perundingan bipartite, dan uang pesangon

Ilustrasi anggaran (IDN Times/Mela Hapsari)

Terkait dengan hukum acara Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang masih bertabrakan dengan Ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), mempersyaratkan harus ada perundingan bipartit terlebih dahulu. Sementara Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 sebagai Peraturan Pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) hanya mempersyaratkan pemberitahuan.

“Berkurangnya nilai kompensasi atas PHK, di semua ketentuan sebab PHK,” ungkapnya.

Bahkan ada muatan yang berpotensi melanggar UUCK Nomor 11 Tahun 2020 atau UU Nomor 6 Tahun 2023, karena adanya ketentuan PP Nomor 35 Tahun 2021 yang membolehkan uang pesangon di bawah satu kali ketentuan uang pesangon.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ayu Afria Ulita Ermalia
EditorAyu Afria Ulita Ermalia
Follow Us