Laporan Pemantauan Femisida, Bali Bagaimana?

Gianyar, IDN Times - Masih dalam rangkaian kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mengadakan pertemuan daring untuk memaparkan Laporan Pemantauan Femisida, Selasa (10/12/2024) lalu. Komisioner Komnas Perempuan, Retty Ratnawati, menjelaskan ketersediaan data kasus femisida amat penting untuk kasus kerentanan perempuan. Analisis data sekundernya melalui pemantauan media.
“Ini sebagai komplementer ruang kosong data yang seharusnya disediakan pemerintah,” ujar Retty.
Pemantauan Femisida 2024 berdasarkan pemberitaan media siber berlangsung dari 1 Oktober 2023 hingga 31 Oktober 2024. Ada 73.376 data awal yang disaring, menjadi 33.225 berita. Penyaringan itu menggunakan kata kunci utama meliputi perempuan, wanita, putri. Sedangkan kata kunci pendukungnya meliputi kata meninggal, tewas, dibunuh, mayat.
1. Sebaran kasus femisida berdasarkan provinsi, Bali ada empat kasus

Sepanjang satu tahun pemantauan berdasarkan pemberitaan media siber dan kata kunci, hanya ditemukan empat kasus berita berkaitan femisida di Bali. Sedangkan provinsi dengan jumlah pemberitaan tertinggi yaitu Jawa Barat dengan 41 kasus.
Menyadari adanya berbagai keterbatasan hasil pemantauan, di hari yang sama, Selasa (10/11/2024), Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, menjelaskan suatu wilayah dengan satu kasus bukan berarti di wilayah tersebut minim kasus. Sehingga ia berharap media mampu mengeksplorasi kasus dan pemberitaan femisida.
2. Motif femisida paling banyak karena emosi

Emosi yang dimaksud meliputi cemburu dan sakit hati. Media siber banyak menggunakan istilah cemburu maupun sakit hati dalam motif femisida. Ada 95 temuan motif femisida karena kecemburuan dan sakit hati. Kedua, motif yang tidak disebutkan sebanyak 44 temuan, dan ketiga terbanyak adalah motif lainnya sebanyak 43 kasus.
Melalui pemaparan ini, Komnas Perempuan mendorong keterlibatan media, khususnya siber, dalam memberitakan femisida berperspektif korban. Siti Aminah mencontohkan motif cemburu dan sakit hati adalah kontrol atau lambang kepemilikan dari perempuan.
Perempuan menjadi properti ketika membangun relasi dengan laki-laki. Bahkan ketika ada kecurigaan terhadap laki-laki, muncul penganiayaan dan pembunuhan. Perlakuan seperti Ini untuk menunjukkan kekuasaan dan kontrol.
“Itu bagi kami cara membacanya demikian, agar narasi cemburu tidak dijadikan alasan korban diprovokasi dan kehilangan nyawa,” terang Siti.
3. Bagaimana menyikapi penanganan femisida berbasis keadilan gender?

Ada sederet hal yang harus dipenuhi dalam menyikapi penanganan femisida berbasis keadilan gender. Komnas Perempuan merangkumnya dalam empat hal, seperti belum adanya data pilah gender untuk korban tindak pidana.
Kedua, adanya term atau istilah femisida, bukan term hukum. Sehingga aparat penegak hukum masih tidak mengenali; analisis gender belum menjadi mainstreaming dalam pemeriksaan perkara; dan banyak media masih menempatkan perempuan turut menjadi penyebab serta alasan pelaku pembunuhan. Siti Aminah berharap, hasil laporan pemantauan ini dapat memperluas pemahaman berbagai lapisan masyarakat terhadap kasus femisida.
“Meskipun belum meramu pemantauan secara utuh, ini pembuktian bahwa femisida itu ada,” tegas Siti.