Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Jalan Suara, Album Musikalisasi Puisi dari Komunitas Netra

Pementasan album Jalan Suara (Dok.IDN Times/istimewa)

Denpasar, IDN Times – Yayasan Kesenian Sadewa Bali resmi meluncurkan Jalan Suara, sebuah album digital musikalisasi puisi yang digarap bersama komunitas disabilitas tunanetra di Bali belum lama ini. Ketua Yayasan Kesenian Sadewa Bali, Ryan Indra Darmawan, mengatakan album tersebut menjadi penanda penting dalam praktik seni inklusif di Indonesia, di mana ekspresi sastra dan musik bersatu melalui karya yang dilahirkan oleh disabilitas tunanetra.

"Peluncuran ini merupakan bagian dari The 6th Bali Creative Competition (BCC). Karya ini juga akan tersedia secara luas melalui platform digital seperti Spotify dan YouTube Music mulai 5 Mei 2025," terangnya.

1. Bukan kolaborasi pertama, komunikasi tidak mudah dilakukan

Ketua Yayasan Kesenian Sadewa Bali, Ryan Indra Darmawan (IDN Times/Ayu Afria)

Ketua Yayasan Kesenian Sadewa Bali, Ryan Indra Darmawan, mengatakan agenda kolaborasi ini bukan bukan kali pertama bagi mereka. Sebab pada 2019, mereka telah menggagas pentas drama musikal yang melibatkan penyandang disabilitas dan dipentaskan di Gedung Ksirarnawa, Art Center Bali. Selanjutnya album Jalan Suara adalah kelanjutan dari semangat tersebut.

“Tahun ini kami ingin kembali melibatkan teman-teman netra. Tapi tantangannya berbeda. Bagaimana mengkomunikasikan puisi kepada mereka yang tidak bisa membaca huruf—itu bukan hal mudah. Tapi kami bawa prosesnya dengan fun, dan justru dari situ, kekuatan mereka muncul,” terangnya.

2. Karya yang dibawakan memakai dua bahasa

ilustrasi lampu minyak (pixabay.com/Lukas Baumert)

Menariknya, album Jalan Suara memuat sepuluh musikalisasi puisi, yang terdiri dari lima puisi berbahasa Indonesia dan lima puisi berbahasa Bali. Puisi-puisi tersebut bukan hanya dipilih karena nilai estetikanya, tetapi juga kedekatannya dengan tema sosial, spiritual, dan kearifan lokal Bali.

Dalam versi berbahasa Indonesia, karya yang diangkat meliputi Dongeng dari Utara oleh Made Adnyana Ole; Di Musim yang Lain, Aku Kembali oleh Ulfatin CH; Surat Kertas Hijau oleh Sitor Situmorang; Pada Kematian Aku Bernaung oleh Cok Sawitri; dan Satu Perahu oleh Wayan Jengki Sunarta.

Sedangkan puisi berbahasa Bali yang diaransemen adalah Petapa Aksara oleh Mas Ruscita Dewi, Blabar Momo oleh Ni Kadek Widiasih, Gending Pragina oleh Tatukung, Kayu Cenana oleh Ki Dusun, dan Kangen oleh Made Sanggra.

"Kami percaya teman-teman netra punya kekuatan dalam hal suara dan rasa. Ketika mereka diberi ruang, hasilnya selalu mengejutkan. Mereka yang melihat dunia bukan lewat mata, melainkan lewat rasa dan suara," terangnya.

3. Pendamping kesulitan dalam berkomuniksi, waktu dibutuhkan cukup lama

Pementasan album Jalan Suara (IDN Times/Ayu Afria)

Sementara itu seniman pendamping, Heri Windi Anggara, mengaku proses ini adalah pengingat bahwa imajinasi tidak memerlukan penglihatan. Ia sendiri bertanggung jawab atas proses aransemen dan pendampingan kreatif dalam pertunjukan album tersebut. Upaya yang dilakukan diakuinya tidak mulus, berbagai tantangan teknis juga cukup besar. Setidaknya butuh waktu berbulan-bulan untuk dapat memadukan kolaborasi komunitas disabilitas tunanetra sehingga penampilan mereka mksimal.

"Butuh waktu untuk menyamakan imajinasi. Tapi saya menemukan bahwa ketika satu indra tidak berfungsi, yang lain justru menguatkan. Teman-teman tunanetra ini punya kekuatan rasa yang luar biasa,” jelasnya.

Konsep album ini bukan hanya menyatukan puisi dan musik, tapi juga mengkurasi emosi dan tafsir yang lahir dari pengalaman hidup para peserta.

4. Para penyandang disabilitas tunanetra dibebaskan berekspresi dengan musik

ilustrasi bermain alat musik gitar (pexels.com/42 North)

Ketua Yayasan Pendidikan Dria Raba, Ir Ida Ayu Pradnyani Manthara, menyampaikan proyek ini bukan hanya memperkenalkan dunia seni kepada siswa-siswa tunanetra, tapi juga memberi ruang untuk berkembang tanpa tekanan. Para penyandang disabilitas tunanetra dibebaskan memilih alat musik yang mereka sukai. Kemudian dalam pengembangan kemampuan bermusiknya mereka didampingi pelatih.

“Kami tidak pernah memaksa. Mereka bebas mengekspresikan diri. Dan ternyata, banyak yang awalnya asing dengan puisi kini bisa membacakannya dengan begitu dalam,” ungkapnya.

Share
Topics
Editorial Team
Ayu Afria Ulita Ermalia
Irma Yudistirani
Ayu Afria Ulita Ermalia
EditorAyu Afria Ulita Ermalia
Follow Us