Fraksi Tanggapi Raperda Bale Kertha Adhyaksa, Waspada Konflik Norma

Denpasar, IDN Times - Orang-orang berbusana endek berwarna-warni telah duduk rapi di deretan kursi kayu dalam Gedung Wiswa Sabha, Kantor Gubernur Bali, Kota Denpasar, Senin (11/8/2025). Mereka adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali yang akan menyampaikan pandangan fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi Bali tentang Bale Kertha Adhyaksa.
Sebelumnya, Gubernur Bali, Wayan Koster, menargetkan Raperda Bale Kertha Adhyaksa segera disahkan pada 14 Agustus 2025. Saat ditanya alasan pembahasan raperda ini begitu kilat, Koster berkata, “Lho, karena satu materinya memang sudah matang dan sudah sepakat dengan DPRD, fraksinya, komisinya, sudah sepakat.”
Namun, pandangan Fraksi Gerindra-PSI (Gerakan Indonesia Raya-Partai Solidaritas Indonesia) bisa jadi mengulur ambisi Koster mempercepat pengesahan raperda ini. Apa isi pandangannya? Berikut penjelasan selengkapnya.
1. Fraksi PDI Perjuangan, Golkar, Demokrat, dan Nasdem sepakat mendukung Raperda Bale Kertha Adhyaksa

Gabungan fraksi-fraksi menyampaikan pandangan terhadap Raperda Bale Kertha Adhyaksa. Pertama, gabungan Fraksi antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI), Golongan Karya (Golkar), Demokrat, dan Nasional Demokrasi (Nasdem). Anggota DPRD Bali, I Gusti Ngurah Gede Marhaendra Jaya, mewakili gabungan fraksi menyampaikan pandangan. Fraksi ini cenderung mendukung keberadaan Bale Kertha Adhyaksa.
“Kami secara bulat mufakat mendukung penguatan institusi ini beserta fungsi-fungsinya melalui perumusan kerangka hukum yang jelas, aplikatif, dan selaras dengan sistem hukum nasional,” kata Marhaendra di Gedung Wiswa Sabha, Kantor Gubernur Bali, pada Senin (11/8/2025).
Menurutnya, melalui sosialisasi raperda ini ke-9 kabupaten/kota di Bali telah mengupayakan posisi warga sebagai instrumen partisipatif dalam dalam proses perumusan kebijakan.
2. Fraksi Gerindra-PSI mengingatkan potensi konflik norma dan inkonsistensi penggunaan istilah hukum

Sementara, I Gede Harta Astawa mewakili penyampaian pandangan Fraksi Gerindra-PSI mengapresiasi adanya raperda ini. Meski demikian, Harta menyoroti adanya potensi penumpukan beban tugas kepada desa adat.
“Sementara beradat sumber daya manusianya antara satu desa dengan desa yang lain tidak sama,” ujar Harta di Gedung Wiswa Sabha.
Astawa juga meminta Gubernur Bali memperhatikan penggunaan istilah Adyaksa yang berkaitan terhadap wajah Kejaksaan RI, tidak netral. Sebab ada pertimbangan lainnya jikalau lembaga seperti Kepolisian Republik Indonesia (Polri), pengadilan, dan aparat penegak hukum (APH) lainnya ingin membuat badan serupa. Fraksi Gerindra-PSI juga menagih naskah akademik terhadap perda ini, serta mengingatkan adanya potensi konflik norma.
“Dampak dari adanya konflik norma dalam raperda ini mesti dikaji kembali dengan menempatkan kedudukan MDA dan ketua desa pada posisi yang tepat untuk menghindari tumpang tindih wewenang,” kata dia.
3. Koster ungkap Raperda Bale Kertha Adhyaksa tidak akan mengambil alih masalah hukum

Gubernur Bali, Wayan Koster, mengatakan Bale Kertha Adhyaksa bukan unsur lembaga desa adat, melainkan sebagai lembaga pendamping di desa adat.
“Ini perhatikan. Bale Kerta Adhyaksa itu bukan unsur lembaga desa adat. Tapi dia merupakan lembaga yang ada di desa adat,” ucap Koster di depan Gedung Wiswa Sabha, Kantor Gubernur Bali.
Lelaki asal Desa Sembiran, Kabupaten Buleleng ini bercerita, Ia telah mendalami materi Raperda Bale Kertha Adhyaksa hingga malam selama berhari-hari. Kata dia, dari pengalaman legislasi selama menjadi anggota DPR RI tahun 2004 lalu, Koster percaya diri dengan substansi raperda tersebut.
“Materinya juga sudah saya dalami betul sampai malam-malam sampai malam-malam. Itu dari pengalaman saya legislasi ini oke,” ujarnya.
Menanggapi tanggapan para fraksi, Koster mengatakan akan menjadikan bahan diskusi substansi Raperda Bale Kertha Adhyaksa.