BPOM Dorong Literasi untuk Swamedikasi Aman dan Bertanggung Jawab

Badung, IDN Times - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendorong literasi kesehatan nasional dan memperkuat ketahanan sistem kesehatan melalui praktik swamedikasi atau self-care yang bertanggung jawab. Swamedikasi merupakan tindakan yang dilakukan individu untuk diri sendiri dalam membangun dan menjaga kesehatan, mencegah penyakit, mengelola kondisi ringan, hingga mencari perawatan profesional jika diperlukan.
Kepala BPOM, Prof Taruna Ikrar, mengungkapkan peningkatan proporsi penyakit tidak menular menuntut masyarakat untuk memiliki kemampuan menjaga kesehatan secara mandiri. Sehingga, swamedikasi atau pengobatan mandiri yang dilakukan dengan tepat dan bertanggung jawab jadi pilar penting dalam mewujudkan masyarakat yang sehat serta produktif.
“Berdasarkan data BPS, tren swamedikasi di Indonesia menujukkan peningkatan signifikan dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2019, sekitar 71,46 persen masyarakat Indonesia melaporkan melakukan pengobatan sendiri. Angka ini naik menjadi sekitar 84,23 persen pada tahun 2021, dan masih bertahan pada kisaran 80 persen pada tahun 2023,” terangnya dalam Asia Pacific Self-Medication Industry (APSMI) Summit di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Kamis (9/10/2025).
Data tersebut, lanjutnya, menunjukkan bahwa swamedikasi menjadi bagian dari perilaku kesehatan masyarakat Indonesia, dan perlu diimbangi dengan peningkatan literasi kesehatan agar tetap aman.
1. Peningkatan literasi melalui kampanye Cek KLIK

Peningkatan literasi obat dan pangan terus dilakukan oleh BPOM melalui program edukasi publik. Di antaranya dengan kampanye Cek KLIK atau cek kemasan, label, izin edar, dan kedaluwarsa di berbagai daerah.
“Kampanye ini ditujukan sebagai upaya preventif guna melindungi masyarakat dari risiko penggunaan obat yang tidak aman, dan juga mendorong masyarakat agar lebih kritis dalam memilih serta menggunakan produk kesehatan,” tuturnya.
2. Perkuat akses obat

Langkah strategis lainnya dari BPOM adalah memperkuat akses obat dengan memastikan efikasi, keamanan, dan mutu, serta menyediakan informasi yang jelas untuk penggunaan setiap orang. Di antaranya dengan menegakkan praktik distribusi yang baik bagi pedagang besar farmasi untuk memastikan integritas rantai pasokan dan mengatur peredaran obat bebas di apotek maupun fasilitas ritel lainnya.
“Kami juga mengatur pengelolaan OTC online dan fasilitas lainnya, termasuk pengadaan, penyimpanan, pengiriman, pengembalian, dan pelaporan. Kemudian, pengembangan sistem pengawasan berbasis teknologi melalui penerapan 2D barcode dan e-label yang memungkinkan konsumen untuk memverifikasi keaslian produk,” jelasnya.
3. Regulasi yang seimbang dan penguatan kolaborasi multisektoral

Taruna menambahkan, BPOM berkomitmen untuk merumuskan regulasi yang seimbang dengan perkembangan teknologi serta perlindungan masyarakat. Hal ini tentu saja dengan mengedepankan aspek keamanan, khasiat, dan mutu obat, serta inovasi kesehatan yang bertanggung jawab.
“Swamedikasi tidak dapat ditangani oleh satu pihak saja, namun membutuhkan pendekatan lintas sektor. Melalui APSMI Summit ini diharapkan mencakup penguatan kolaborasi multisektoral, kemitraan publik hingga swasta, dan peta jalan yang jelas untuk tahun mendatang. Sehingga, komitmen berkelanjutan dari semua pihak untuk mengintegrasikan swamedikasi sebagai komponen penting dari cakupan kesehatan universal bisa terwujud,” ujarnya.