Warga Amerika Gantung Diri di Ubud, Tinggalkan Surat

Kasus ini bisa jadi pelajaran dan edukasi buat kamu

Gianyar, IDN Times – Seorang laki-laki warga negara Amerika, Robert Paul Evans (50), ditemukan gantung diri di tegalan milik warga, Jalan Raya Monkey Forest, Kelurahan Ubud, Kabupaten Gianyar pada pukul 09.55 Wita, Senin (18/10/2021). Korban meninggalkan sebuah surat.

1. Mayat ditemukan ketika karyawan objek wisata sedang melakukan pengecekan kera

Warga Amerika Gantung Diri di Ubud, Tinggalkan SuratIlustrasi Garis Polisi (IDN Times/Arief Rahmat)

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gianyar, Ida Bagus Suamba, menjelaskan mayat korban karyawan objek wisata Monkey Forest menemukannya sekitar pukul 09.55 Wita. Pada saat itu dua karyawan yang bernama I Wayan Sudarmawan (35) dan I Made Murdana (41) sedang melaksanakan pekerjaan rutin, yaitu mengecek kera-kera yang keluar kawasan. Keduanya menuju tegalan milik seorang warga bernama Iwan Pangestu dengan mengendarai sepeda motor.

“Setibanya, tanpa disengaja saksi menoleh ke arah timur melihat ada sesosok manusia yang tergantung pada dahan pohon dengan menggunakan tali tambang plastik warna biru,” jelasnya.

2. Diperkirakan sudah meninggal sejak dua hari lalu

Warga Amerika Gantung Diri di Ubud, Tinggalkan SuratFoto hanya ilustrasi. (IDN Times/Imam Rosidin)

Temuan mayat tergantung tersebut kemudian dilaporkan ke pecalang desa setempat dan diteruskan ke kepolisian. Dari hasil pemeriksaan luar oleh tim medis Puskesmas Ubud 1, dr Ni Wayan Sudri, mayat korban sudah mengeluarkan bau busuk dan diduga meninggal sekitar dua hari sejak ditemukan.

Mayat tersebut teridentifikasi sebagai warga negara Amerika bernama Robert Paul Evans yang tinggal sementara Hotel Tegal Sari, Jalan Hanoman, Kabupaten Gianyar.

Mayatnya dievakuasi pukul 11.00 Wita menggunakan Ambulans Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Gianyar menuju Instalasi Forensik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar.

3. Korban diduga depresi karena sakit

Warga Amerika Gantung Diri di Ubud, Tinggalkan Suratpixabay.com/Alexas_Fotos-686414

Belum diketahui secara pasti alasan korban bunuh diri. Namun Suamba menyatakan dugaan kuat karena depresi akibat penyakit Multiple Sclerosis atau gangguan saraf pada otak, mata, dan tulang belakang.

Suamba mendapatkan keterangan dari manajemen tempat korban menginap, bahwa korban mengaku memiliki riwayat penyakit tersebut, dan pernah mengatakan ingin mengakhiri hidupnya. Di kamar yang disewa korban, juga ditemukan surat bahwa korban ingin mengakhiri hidupnya.

4. Mengenal ciri-ciri orang yang berpotensi bunuh diri:

Warga Amerika Gantung Diri di Ubud, Tinggalkan SuratFoto hanya ilustrasi. (Pixabay/Wokandapix)

Dilansir Cleveland Clinic, ada beberapa ciri-ciri orang yang ingin bunuh diri, yaitu:

  1. Kesedihan dan perubahan suasana hati yang berlebih
  2. Berubah tenang secara mendadak
  3. Menarik diri dari pergaulan
  4. Perubahan kepribadian dan penampilan
  5. Melakukan perilaku yang berbahaya atau merugikan diri sendiri.

Untuk penjelasan yang lebih lengkap, silakan baca di sini.

Baca Juga: Kasus Bipolar di Bali Relatif Lebih Sulit untuk Didiagnosis, Mengapa? 

5. Nomor kontak yang bisa kamu hubungi:

Warga Amerika Gantung Diri di Ubud, Tinggalkan SuratIlustrasi telepon (unsplash.com/Reno Laithienne)

Bali Bersama Bisa mengenalkan sebuah program bernama LISA Helpline di Desa Pangkung Tibah, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Minggu (28/3/2021). LISA yang merupakan singkatan dari Love Inside Suicide Awareness ini merupakan program untuk menghentikan keinginan seseorang bunuh diri. Layanan pencegahan bunuh diri dan kesehatan mental pertama di Bali ini telah dimulai, sejak Selasa (6/4/2021) lalu.

Pemilihan nama LISA terinspirasi dari partner Bali Bersama Bisa, seorang expatriate yang lari ke Bali dan meninggal karena bunuh diri. Bali Bersama Bisa beranggotakan 10 plus satu Non Government Organization (NGO) yang bergerak dalam isu-isu kesehatan mental dan orang-orang terpinggirkan.

Ketua Yayasan Bali Bersama Bisa, Wayan Eka Sunya Antara, berharap hadirnya LISA dapat menolong dan mengedukasi masyarakat Indonesia dan di Bali khususnya, yang masih tabu dengan kesehatan jiwa.

“Biasanya masyarakat kita terhenti untuk meminta bantuan karena terhalang rasa malu tersebut. Dengan adanya LISA, diharapkan masyarakat lebih paham dan bisa saling menolong satu sama lain,” jelasnya.

Berikut ini nomor yang bisa kamu hubungi:

  • Bahasa Indonesia: +62 811 3855 472
  • Bahasa Inggris: +62 811 3815 472.

6. Gejala-gejala depresi:

Warga Amerika Gantung Diri di Ubud, Tinggalkan SuratPexels.com/Renato

Psikiater di Klinik Utama Sudirman Medical Center (SMC) Denpasar, dr I Gusti Rai Putra Wiguna, menyebutkan kesehatan mental itu sesuatu yang kronis, tidak secara tiba-tiba orang langsung sembuh. Kondisi ini juga dirasakan oleh orang-orang asing yang kini masih ada di Bali. Mereka tidak bisa kembali ke negaranya dan tidak memiliki pekerjaan yang jelas.

"Berapa kali kami sudah mendampingi. Ya dari Bali Bersama Bisa mendampingi beberapa kasus yang ada, tiga orang expatriate yang mau bunuh diri. Jadi mengalami mental depresi tidak punya biaya. Tidak ada yang membantu, mau gimana?" ungkapnya ketika diwawancara IDN Times, pada Minggu (28/3/2021) lalu.

Nah, dalam kondisi itulah, ia ungkapkan, LISA bisa membantu orang yang berkeinginan bunuh diri. Ada sebanyak 35 orang support body atau volunteer yang akan melayani, baik orang lokal maupun expatriate.

"Jadi layanan ini bilingual. Ketika ada seperti itu, minimal kami datangi. Kami assessment. Apa yang dibutuhkan," ungkapnya.

Beberapa gejala depresi yang biasanya timbul menurut dr Rai adalah:

  • Hilang minat dan kegembiraan
  • Energi yang menurun sehingga cepat lelah serta mudah larut dalam kesedihan
  • Merasa masa depan suram
  • Perubahan pola makan
  • Mengalami gangguan tidur. Angka bunuh diri terbesar dilakukan ketika orang tersebut mengalami gangguan tidur.

Dokter Rai menyampaikan bahwa untuk menjaga kesehatan mental ini seseorang harus resetting ulang. Sering kali mereka yang terganggu adalah orang-orang yang perfeksionis, sehingga ke depannya memang perlu untuk lebih fleksibel dengan situasi yang tidak menentu.

“Itu kan di luar kendali kita. Nah, kita fokus yang dikendali kita. Mau ngapain sementara ini,” ucapnya.

Menurutnya, masa pandemik ini juga bisa dijadikan sebagai momen untuk berbagi atau sharing dengan orang-orang terdekat. Masyarakat harus memiliki kemampuan untuk mendengarkan orang lain, terutama mereka yang berpotensi ingin bunuh diri. Sebab cukup mendengarkan mereka saja, seseorang akan merasakan adanya kehadiran dari orang lain.

"Jika ini bisa kita lakukan, maka hampir 80 persen niatan orang bunuh diri itu bisa dibatalkan. Kami mendidik support body ini untuk mendengarkan tanpa penghakiman."

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya