Disentil KPK Soal Galian C, Pemprov Bali Akui Sudah Turun Temurun 

Apakah akan terus dilakukan pembiaran?

Denpasar, IDN Times – Rapat Koordinasi Sektor Pertambangan Wilayah Bali pada Senin (27/6/2022), pukul 12.00 Wita, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Denpasar, menguak beberapa fakta mencengangkan. Sektor galian C di Bali kini mendapatkan perhatian khusus dari Kasatgas Korsup Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dian Patria.

Ada beberapa temuan, mulai dari penambangan ilegal, tidak sinkronnya data di pusat dan daerah, pengiriman hasil galian C ke luar Pulau Bali, hingga dugaan adanya potensi kolusi, gratifikasi, dan korupsi pada penambangan ini.

Menerima berbagai sentilan tersebut, bagaimana respons pemerintah Provinsi Bali?

Baca Juga: Kirim Produk Galian C ke Luar Pulau, KPK: Bali Jangan Mata Duitan

1. Data disebut tidak sinkron karena sebelumnya izin dilakukan secara perorangan

Disentil KPK Soal Galian C, Pemprov Bali Akui Sudah Turun Temurun ilustrasi pusat data (pixabay.com/id/users/akela999-5825566/)

Kabupaten Karangasem menjadi lokasi terbanyak pertambangan Galian C ilegal. Sub Koordinasi Unit Pertambangan Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali, I Nyoman Wiratmo Juniarta, membenarkan banyaknya temuan penambangan ilegal galian C di Desa Selat, Kabupaten Karangasem.

“Kami kan hampir tidak bisa membedakan yang berizin dan tidak berizin ya. Karena lokasinya berdimpet-dempetan, tumpang tindih,” jelasnya.

Adapun menurutnya kendala di lapangan karena adanya perubahan regulasi dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 dengan kewenangan perizinan berada di pusat. Akibatnya beberapa pemegang Izin Usaha Penambangan (IUP) yang sudah habis masa berlakunya, melakukan perpanjangan ke pusat dan proses tersebut memerlukan waktu yang lama. Lama waktu perpanjangan izin ke pusat ini menyebabkan status pemegang IUP langsung berubah menjadi ilegal.

Sebelumnya pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 lalu, diperbolehkan pengajuan izin IUP secara perorangan. Sementara saat ini harus sebagai badan usaha. IUP perorangan ini memerlukan waktu untuk mengonversikan sebagai badan usaha. Atas kebijakan ini, ia akui, banyak pemegang IUP perorangan yang ketinggalan dan tidak bisa memperpanjang.

Masa berlaku IUP ini, ia sampaikan, ditentukan berdasarkan hitungan hasil eksplorasi lokasi penambangan. Artinya volume dibagi dengan jumlah produksi per bulan atau per tahunnya.

Baca Juga: KPK Soroti Proyek Galian C di Bali: Bicara Uang Besar Ini

2. Galian C di Kabupaten Karangasem diakui sudah turun temurun sejak Gunung Agung meletus

Disentil KPK Soal Galian C, Pemprov Bali Akui Sudah Turun Temurun Gunung Agung. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)

Saat ditanya sejak kapan penambangan galian C mulai dilakukan di Kabupaten Karangasem? Nyoman Wiratmo Juniarta menyampaikan bahwa kegiatan penambangan ini sudah dilakukan turun temurun dan akan terus berlangsung. Lalu mengapa baru dipersoalkan saat ini? Ia menjawab karena kegiatan galian C memang baru mendapatkan perhatian.

“Mulai banyak ini sudah turun temurun. Kan sumber material ini gunung meletus itu. Sudah berapa kali itu. Mungkin sudah 5 kali kalau ndak salah meletus. Mungkin dari kakek nenek dan akan terus. Karena baru sekarang diperhatikan,” ujarnya.

Sebelumnya disebutkan oleh Kasatgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, bahwa berdasarkan pengecekannya ke Kabupaten Karangasem, ditemukan laporan sebanyak 48 titik galian C. Jumlah ini didominasi penambang ilegal.

“Karangasem bilang sebagian besar ini tidak berizin. Saya belum bicara Bangli, belum bicara yang lain. Jadi dapat diduga saya rasa di atas 50 usaha tidak berizin,” terangnya.

3. Provinsi Bali diharapkan benar-benar menerapkan visinya

Disentil KPK Soal Galian C, Pemprov Bali Akui Sudah Turun Temurun Kasatgas Korsup Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Dian Patria. (IDN Times/Ayu Afria)

Kabupaten Karangasem juga disorot karena adanya temuan perusahaan berizin tapi melakukan pengiriman hasil galian C ke Pulau Sumbawa sejak tahun 2019 lalu. Pengiriman ini per bulannya sampai 3 atau 4 kali kapal tongkang, namun menunggak pajak sebesar Rp2,5 miliar. Dengan temuan ini, Dian Patria menduga bisa jadi banyak potensi pelanggaran serupa terjadi di Bali.

Dian Patria mengaku kaget dengan temuan ini mengingat Provinsi Bali merupakan daerah dengan potensi pariwisata. Selain itu, menurutnya dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, harusnya Bali benar-benar melakukan pembenahan dalam artian yang sesungguhnya.

“Terus terang saya kaget. Ternyata Bali sampai ekspor hasil galian C. Saya baru ngeh gara-gara bikin kegiatan ini. Wah, dan saya lihat sendiri di lapangan. Artinya sedemikian itu kah Bali? Sebagai daerah pariwisata sampai harus mengirim batuan bukan logam ke provinsi lain,” ungkapnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya